KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan berjudul ”PERJANJIAN INTERNASIONAL”. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat-Nya kejalan yang lurus serta terang, yang kita tunggu syafa’atnya dihari nanti. Serta tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak mampu penulis sebut satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril maupun spirituil guna terselesainya makalah ini.
Makalah ini penulis susun sebaik mungkin dan berharap tugas ini dapat menunjang kegiatan belajar mengajar khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, namun mengingat manusia tempat salah dan dosa maka jika masih terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam penyusunan tugas ini, penulis selaku penyusun meminta maaf serta mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan tugas ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Gemolong, Januari 2011
Penyusun
PENDAHULUAN
Negara Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat setelah memperoleh pengakuan baik de facto maupun de jure berhak untuk menentukan nasibnya sendiri termasuk dalam hal kebijakan-kebijakan luar negerinya. Sebagai sebuah negara, bangsa Indonesia menyadari bahwa kita tidak mungkin sanggup untuk memenuhi semua kebutuhan tanpa bantuan dari bangsa lain. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya diperlukan kerjasama dalam bentuk hubungan internasional. Kerjasama dengan bangsa lain mutlak diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan warganya dan pencapaian kepentingan nasional.
Hubungan antar bangsa atau negara harus dilandasi oleh prinsip persamaan derajat. Negara Indonesia dalam mengadakan hubungan internasional menerapkan politik luar negeri bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional. Hal ini terutama ditujukan untuk kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam rangka peningkatan kualitas kerjasama internasional, bangsa Indonesia harus mampu meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional. Oleh sebab itu, peran para diplomat Indonesia di luar negeri harus benar-benar mampu memberi informasi yang seluas-luasnya untuk masyarakat dunia tentang negara Indonesia yang sesungguhnya. Peran media massa tentang citra kurang baik negara Indonesia di luar negeri, secara perlahan-lahan harus di-counter dengan pemberitaan yang seimbang. Selain itu, para diplomat juga harus mampu memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
Perjanjian internasional adalah perjanjian diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional dan bertujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu. Contoh perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara lain, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional dengan organisasi internasional lain, serta Tahta Suci dengan negara.
Pengertian perjanjian internasional, diantaranya adalah sebagai berikut :
- Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untu mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
- Konvensi Wina 1986, Perjanjian internasional sebagai persetujuan internasional yang diatur menurut hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis antara satu negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional, antarorganisasi internasional.
- UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah RI dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah RI yang bersifat hukum publik.
- UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentukdan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
- Oppenheimer-Lauterpact, Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan.
- Dr. B. Schwarzenberger, Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Adapun subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
- Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmaja, S.H. LLM, Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu.
Kerjasama internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya membuat perjanjian internasional. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.
Perjanjian antarbangsa atau yang sering disebut sebagai perjanjian internasional merupakan persetujuan internasional yang diatur oleh hubungan internasional serta ditandatangani dalam bentuk tertulis. Contoh perjanjian internasional diantaranya adalah antarnegara atau lebih, antarorganisasi internasional atau lebih, dan antarorganisasi internasional.
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
B. Macam-Macam Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Berdasarkan Isinya
- Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
- Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
- Segi hukum
- Segi batas wilayah
- Segi kesehatan.
Contoh :
- NATO, ANZUS, dan SEATO
- CGI, IMF, dan IBRD
2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya
- Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.
- Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.
Contoh :
- Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.
- Laut teritorial, batas alam daratan.
- Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.
3. Berdasarkan Subjeknya
- Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
- Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
- Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional organisasi internasional lainnya.
Contoh :
- Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.
- Kerjasama ASEAN dan MEE.
4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat.
- Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
- Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.
Contoh :
- Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
- Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban perang).
- Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan Korban Perang.
5. Berdasarkan Fungsinya
- Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
- Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).
Contoh :
Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif, karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur juga hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting karena ada beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :
1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian internasional diadakan secara tertulis.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional.
C. Istilah Istilah Perjanjian Internasional
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perjanjian internasional merupakan hukum terpenting bagi hukum internasional positif. Hal ini disebabkan karena lebih menjamin kepastian hukum. Kedudukan perjanjian internasional juga dianggap sangat penting karena selain perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, perjanjian internasional diadakan secara tertulis, dan juga karena perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional dalam perjanjian internasional dikenal beberapa istilah. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Traktat (Treaty) yaitu perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan bidang ekonomi.
2. Konvensi (Convention) yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi (high policy). Persetujuan ini harus dilegalisasi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh (plaenipotentiones).
3. Protokol (Protocol) yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara. Mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-klausal tertentu.
4. Persetujuan (Agreement) yaitu penjanjian yang bersifat teknis atau administratif. Persetujuan tidak diratifikasi karena sifatnya tidak seresmi traktat atau konvensi.
5. Perikatan (Arrangement) yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak tidak seresmi traktat.
6. Proses Verbal yaitu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatik, atau catatan-catatan suatu permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
7. Piagam (Statute) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga intemasional. Piagam itu dapat dugunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu konvermasi (seperti piagam kebebasan transit).
8. Deklarasi (Declaration) yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan suatu judul dan batang tubuh ketentuan traktat, dan sebagai, dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi sebagai persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting.
9. Modus Vivendil yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang lebih permanen, terinci, dan sistematis, serta tidak memerlukan ratifikasi.
10. Pertukaan Nota yaitu metode yang tidak resmi, tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya, pertukaran nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat multilateral. Akibat pertukaran ini timbul kewajiban yang menyangkut mereka.
11. Ketentuan Penutup (Final Act) yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
12. Kententuan Umum ( General Act) yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi. Misalnya, LBB (Liga Banga-Bangsa) menggunakan ketentuan umum mengenai arbitrasi untuk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional tahun 1928.
13. Charter yaitu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif. Misalnya, Atlantic Charter.
14. Pakta (pact) yaitu istilah yang menunjukkan suatu Pakta membutuhkan ratifikasi, persetujuan yang lebih khusus (Pakta Warsawa). Pakta membutuhkan ratifikasi.
15. Convenant yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa-Bangsa).
D. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional biasanya dituangkan dalam bentuk struktur perjanjian internasional yang lengkap dan dibuat melalui tiga tahap, yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap ratifikasi
1. Perundingan (Negotiation)
Tahapan ini merupakan suatu penjajakan atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam perundingan internasional ini negara dapat diwakili oleh pejabat negara dengan membawa surat kuasa penuh (full powers/credentials), kecuali apabila dari semula peserta perundingan sudah menentukan bahwa full power tidak diperlukan. Pejabat negara yang dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan tanpa membawa full power adalah kepala negara, kepala pemerintahan (perdana menteri), menteri luar negeri, dan duta besar. Keempat pejabat tersebut dianggap sudah sah mewakili negaranya karena jabatan yang disandangnya.Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak (bilateral) disebut pembicaraan (talk), perundingan yang dilakukan dalam rangka perjanjian multilateral disebut konferensi diplomati (diplomatik conference). Selain secara resmi terdapat juga perundingan yang tidak resmi, perundingan ini disebut corridor talk. Hukum internasional dalam tahap perundingan atau negosiasi, memberi peluang kepada seseorang tanpa full powers untuk dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan internasional. Seseorang tanpa full powers yang ikut dalam perundingan internasional ini akan dianggap sah, apabila tindakan orang tersebut disahkan oleh pihak yang berwenang pada negara yang bersangkutan. Pihak yang berwenang tersebut adalah kepala negara dan/atau kepala pemerintahan (presiden, raja/perdana menteri). Apabila tidak ada pengesahan, maka tindakan orang tersebut tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.
2. Tahap Penandatanganan (Signature)
Tahap penandatanganan merupakan proses lebih lanjut dari tahap perundingan. Tahap ini diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan bunyi naskah (authentication of the text). Penerimaan naskah (adoption of the text) yaitu tindakan perwakilan negara dalam perundingan internasional untuk menerima isi dari perjanjian nasional. Dalam perjanjian bilateral, kedua perwakilan negara harus menyetujui penerimaan naskah perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian multilateral, bila diatur secara khusus dalam isi perjanjian, maka berlaku ketentuan menurut konferensi Vienna tahun 1968 mengenai hukum internasional. Penerimaan naskah ini dapat dilakukan apabila disetujui sekurang-kurangnya dua pertiga peserta konferensi. Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) dilakukan oleh para perwakilan negara yang turut serta dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral maupun multilateral pengesahan naskah dapat dilakukan para perwakilan negara dengan cara melakukan penandatanganan ad referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf (initial). Pengesahan bunyi naskah adalah tindakan formal untuk menerima bunyi naskah perjanjian.
Penandatanganan dilakukan oleh menteri luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan. Dengan menandatangani suatu naskah perjanjian, suatu negara berarti sudah menyetujui untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Selain melalui penandatanganan, persetujuan untuk mengikat diri pada suatu perjanjian dapat dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut serta (acesion) atau menerima (acceptance) suatu perjanjian.
3. Tahap Ratifikasi (Ratification)
Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian internasional agar menjadi suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara tersebut. Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak.
Setelah penandatanganan naskah perjanjian internasional dilakukan oleh para wakil negara peserta perundingan, maka selanjutnya naskah perjanjian tersebut dibawa pulang ke negaranya masing-masing untuk dipelajari dengan seksama untuk menjawab pertanyaan, yaitu apakah isi perjanjian internasional tersebut sudah sesuai dengan kepentingan nasional atau belum dan apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh melampaui batas wewenangnya atau tidak. Apabila memang ternyata isi dalam perjanjian tersebut sudah sesuai, maka negara yang bersangkutan tersebut akan meratifikasi untuk menguatkan atau mengesahkan perjanjian yang ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa tersebut.
Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian internasional untuk mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah negaranya dapat diikat suatu perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga. Hal ini untuk mengetahui siapakah yang berwenang meratifikasi suatu naskah perjanjian internasional di negara tersebut. Ketiga sistem ratifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
- Sistem ratifikasi oleh badan eksekutif, yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan. Misalnya saja pada pemerintahan otoriter seperti NAZI.
- Sistem ratifikasi oleh badan legislatif, yaitu bahwa suatu perjanjian baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh badan legislatif. Misalnya adalah Honduras, Turki, dan Elsalvador.
- Sistem ratifikasi campuran (badan eksekutif dan legislatif), yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru mengikat apabila badan eksekutif dan legislatif sama-sama menentukan proses ratifikasi. Misalnya Amerika Serikat, Perancis, dan Indonesia.
Indonesia menganut sistem ratifikasi campuran, yaitu ada peran lembaga eksekutif dan legislatif dalam meratifikasi perjanjian internasional. Dalam UU RI No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional, ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.
Di Indonesia ratifikasi dengan undang-undang harus terdapat persetujuan Presiden dan DPR secara bersama-sama terhadap perjanjian internasional. Ratifikasi dengan keputusan Presiden hanya mengisyaratkan adanya persetujuan Presiden terhadap perjanjian tersebut. Dasar hukum sistem ratifikasi di Indonesia, terdapat dalam undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945.
Perjanjian internasional yang dapat diratifikasi dengan keputusan Presiden, diantaranya yaitu perjanjian induk yang berkaitan dengan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan teknik perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, serta penghindaran pajak berganda dan kerjasama perlindungan penanaman modal.
Ratifikasi melalui undang-undang dapat dilakukan terhadap perjanjian internasional yang menyangkut materi-materi di bawah ini,
- Politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.
- Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI.
- Kedaulatan atau hak berdaulat negara.
- Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
- Pembentukan kaidah hukum baru.
- Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
E.Hal-Hal Penting Dalam Proses Pembuatan Perjanjian Internasional
Unsur-unsur yang penting dalam persyaratan adalah:
a. Harus dinyatakan secara formal/resmi, dan
b. Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu.
Mengenai persyaratan dalam perjanjian internasional, terdapat dua teori yang cukup berkembang, yaitu:
a) Teori Kebulatan Suara (Unanimity Principle). Persyaratan itu hanya sah atau berlaku bagi yang mengajukan persyaratan jika persyaratan ini diterima oleh seluruh peserta perjanjian. Contoh: Berdirinya Lembaga Bangsa-Bangsa (LBB) atau PBB yang setiap kali mengeluarkan resolusi atau menerima anggota baru, memerlukan kebulatan suara dan seluruh anggota.
b) Teori Pan Amerika. Setiap perjanjian itu mengikat negara yang mengajukan persyaratan dengan negara yang menerima persyaratan. Teori ini biasanya dianut oleh organisasi-organisasi negara Amerika.
Contoh: dengan adanya NATO atau AFTA, setiap negara peserta diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam perjanjian yang dibentuk tersebut.
F.Berlakunya Dan Berakhirnya Hubungan Internasional
c. Berlakunya perjanjian internasional
Perjanjian internasional berlaku pada saat :
· Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.
· Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
· Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
· Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
d. Berakhirnya perjanjian intenasional
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum nternasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut:
1) Telah tercapai tujuan dan perjanjian internasional itu.
2) Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis.
3) Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
4) Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
5) Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
6) Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
7) Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
e. Pelaksanaan perjanjian internasional
1) Ketaatan terhadap perjanjian
· Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servanda). Prinsip ini sudah merupakan kebiasaan karena merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan mengikat.
· Kesadaran hukum nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan hukum nasionalnya.
2) Penerapan perjanjian
· Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya, suatu perjanjian dianggap mulai mengikat setelah diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian sudah dimulai sebelum ratifikasi.
· Wilayah penerapan (teritorial scope). Suatu perjanjian mengikat wilayah negara peserta, kecuali bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya berlaku pada bagian tertentu dan wilayah suatu negara, seperti perjanjian perbatasan.
· Perjanjian penyusul (successive treaty). Pada dasarnya, suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya. Namun, bila peianjian yang mendahului tidak sesuai lagi, maka dibuatlah perjanjian pembaruan.
f. Penafsiran ketentuan perjanjian
Supaya perjanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memberikan solusi atas kasus-kasus hubungan internasional, perlu diadakan penafsiran atas aspek-aspek pengkjian dan penjelasan perjanjian tersebut. Penafsiran dalam praktiknya dilakukan dengan menggunakan tiga metode.
a. Metode dari aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan memanfaatkan pekerjaan persiapan.
b. Metode dari aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran menurut ahli yang umum dan kosa-katanya.
c. Metode dari aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.
g. Kedudukan negara bukan peserta
Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhuinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez, Panama, Selat Malaka, dan lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila:
a. Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu, dan
b. Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.
h. Pembatalan perjanjian internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal antara lain sebagai berikut:
1) Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
2) Adanya unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat.
3) Adanya unsur penipuan dan negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu pembentukan perjanjian.
4) Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan.
5) Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan.
6) Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.
G.Jenis-Jenis Hubungan Internasional
i. Perjanjian bilateral
Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat “tertutup.” Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut.
Ada beberapa contoh yang dapat disampaikan sebagai gambaran konkret dari perjanjian bilateral.
· Perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC (Republik Rakyat Cina) pada tahun 1955 tentang penyelesaian “dwikewarganegaraan”.
· Perjanjian antara Indonesia dengan Muangthai tentang “Garis Batas Laut Andaman” di sebelah utara Selat Malaka pada tahun 1971.
· Perjanjian “ekstradisi” antara Republik Indonesia dan Malaysia pada tahun 1974.
· Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai pertahanan dan keamanan wilayah kedua negara pada tanggal 16 Desember 1995.
j. Perjanjian multilateral
Perjanjian ini sering disebut sebagai law making treaties karena biasanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat “terbuka.” Perjanjian multilateral tidak saja mengatur kepentingan negara-negara yang mengadakannya, melainkan juga kepentingan negara lain yang turut (bukan peserta) dalam perjanjian multilateral tersebut.
Contoh perjanjian multilateral.
· Konvensi Jenewa, tahuri 1949 tentang “Perlindungan Korban Perang”.
· Konvensi Wina, tahun 1961, tentang “Hubungan Diplomatik”.
· Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 tentang “Laut Teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Benua”.
H.Contoh Perjanjian Indonesia-Negara Lain Dalam bidang Ekonomi
PERJANJIAN KEMITRAAN EKONOMI INDONESIA-JEPANG
LATAR BELAKANG
Pada bulan Nopember 2004 disela-sela pertemuan APEC, Presiden RI, Susilo
Bambang Yudhoyono dan mitranya Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe sepakat untuk membahas kemungkinan pembentukan Economic Partnership Agreement (EPA). Hasil pembicaraan tersebut ditindaklanjuti antara Menteri Perdagangan kedua pihak pada bulan Desember 2004.
Sebagai langkah awal adalah diadakannya Joint Study, melalui Joint Study Group Meeting (JSG) sebanyak 3 kali pertemuan informal (Desember 2004-Juli 2005). Hasil JSG merekomendasi manfaat perlunya EPA antara kedua negara berupa Indonesia- Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), yang kemudian diikuti dengan seri perundingan/negosiasi sebanyak 6 (enam) putaran sejak Juli 2005 sampai dengan November 2006. Pada akhir negosiasi tanggal 24 Nopember 2006 di Tokyo, kedua Chief Negotiator, Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dan Mr. Mitoji YABUNAKA menandatangani Record of Discussion yang mencakup persetujuan prinsip atas bagian-bagian utama dari 13 kelompok negosiasi dan menyepakati untuk melakukan finalisasi dari Perjanjian sesegara mungkin. Pada tanggal 21-22 Juni 2007, telah dilakukan negosiasi akhir dalam kerangka wrapup meeting. Hasil negosiasi tersebut berupa Record of Discussions yang kemudian disepakati oleh kedua Chief Negotiator, yaitu Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dan Mr. Masaharu KOHNO, Wakil Menteri Luar Negeri. Hasil tersebut sebagai landasan bagi langkah selanjutnya yang akan menyelesaikan pending issue dan merapikan draft teks dari sisi bahasa dan hukum. KEPENTINGAN INDONESIA Beberapa alasan yang mendasari Indonesia untuk menjalin kerjasama melalui EPA dengan Jepang, diantaranya adalah:
o Jepang merupakan mitra dagang dan investor utama buat Indonesia, dan
Indonesia adalah penerima terbesar ODA Jepang;
o Akses Pasar untuk produk Indonesia ke pasar ekspor terbesar mewakili 20% dari
ekspor yang ada, sedangkan Jepang merupakan sumber impor terbesar kedua
bagi Indonesia (13%);
o Peluang untuk mengirim tenaga kerja semi terampil;
o EPA memberi kepastian akses pasar yang lebih prefensial dan luas dibandingkan
dengan program seperti Generalized System of Preferences (GSP), dan
menempatkan Indonesia sejajar dengan negara lain yang telah memiliki
perjanjian dengan Jepang seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di
ASEAN; sedangkan Brunei dan Vietnam menyusul.
TIGA PILAR EPA
Tidak seperti perjanjian perdagangan bebas sebelumnya, IJ-EPA merupakan
kerjasama perdagangan yang mencakup tidak hanya LIBERALISASI, namun juga sektor lainnya, anatara lain jasa, investasi, energi dan sebagainya, yang tercakup dalam TIGA PILAR utama yaitu:
a. Fasilitasi Perdagangan dan investasi :
o Upaya bersama untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan
tingkat kepercayaan bagi investor Jepang;
o Kerjasama di bidang prosedur kepabeanan, pelabuhan dan jasa-jasa
perdagangan, HKI, standar;
b. Liberalisasi: menghapuskan/mengurangi hambatan perdagangan dan investasi (bea masuk, memberi kepastian hukum);
c. Kerjasama: kesepakatan untuk kerjasama dalam meningkatkan kapasitas
Indonesia sehingga lebih mampu bersaing dan memanfaatkan secara optimal
peluang pasar dari EPA. IJ-EPA merupakan kerjasama yang komprehensif dan lebih memberikan peluang daripada kesepakatan dalam WTO, sehingga sering disebut dengan WTO PLUS. Untuk mengakomodasi ke-komprehensifan dan memperlancar jalannya perundingan, maka IJ-EPA mengelompokkan perundingan ke dalam 13 Expert Groups (EG), yaitu:
1. Trade in Goods
2. Customs Procedures
3. Rules of Origin
4. Investment
5. Improvement of Business Environment & Promotion of Business Confidence
6. Trade in Services
7. Movement of Natural Persons
8. Energy and Mineral Resources
9. Intellectual Property Rights (IPR)
10. Competition Policy
11. Technical Cooperation and Capacity Building
12. General Provisions
13. Government Procurement
GARIS BESAR KEUNTUNGAN EPA BAGI INDONESIA
Dengan adanya perjanjian kerjasama IJ-EPA, Indonesia akan memperoleh beberapa keuntungan dan manfaat, antara lain:
a. Kemitraan dalam EPA menggambarkan kepentingan dari kedua negara yang
mengikatkan diri;
b. Manfaat dari EPA
o di bidang perdagangan: barang dan jasa;
o di bidang investasi dan bisnis;
o peningkatan kapasitas bagi Indonesia
c. Elemen Utama EPA yang penting bagi Indonesia:
o Peningkatan akses pasar produk ekspor Indonesia ke Jepang;
o Kerjasama dalam peningkatan kapasitas untuk memperbaiki daya saing
Indonesia sehingga:
i. Keuntungan dari EPA optimal bagi Indonesia;
ii. Keuntungan dapat diraih oleh sebanyak mungkin lapisan masyarakat,
termasuk UKM;
o EPA dengan Jepang merupakan perjanjian komprehensif yang pertama;
o EPA konsisten dan komplementer dengan komitmen dan perjanjian
perdagangan lain, yaitu dalam lingkup WTO, lingkup regional: ASEAN
ataupun ASEAN + 1, dan dalam forum bilateral;
o EPA konsisten dengan program reformasi dalam negeri:
•strategi ofensif untuk meraih pasar untuk produk yang kita dapat bersaing
dan meningkatkan investasi;
•strategi defensif untuk melindungi yang belum siap (yaitu jangka waktu
yang lebih lama atau tidak masuk dalam komitmen);
Selain itu dengan adanya EPA Indonesia memiliki beberapa kepentingan, yaitu:
a. EPA dapat meningkatkan investasi dari Jepang;
b. EPA akan meningkatkan kapasitas daya saing Indonesia secara umum maupun di sektor-sektor tertentu, antara lain:
o Peningkatan kapasitas, khususnya di area standardisasi produk dan pengujian;
kebersihan dan standar kesehatan untuk produk makanan dan minuman;
o Pelatihan ketrampilan dan teknologi di sektor manufaktur yang akan
meningkatkan mutu produk Indonesia di pasar domestik dan internasional;
o Program-program peningkatan kapasitas di bidang energi, industri, pertanian,
promosi ekspor dan investasi dan pengembangan UKM;
Sebaliknya, Jepang juga memiliki beberapa kepentingan dengan adanya EPA,
antara lain karena:
o Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN dan secara ekonomi, politik dan
geografi adalah penting dan strategis;
o Transparansi dan kepastian hukum untuk investasi, termasuk untuk investasi yang sudah ada
MANFAAT SEKTOR BARANG DARI EPA
o Kesepakatan liberalisasi pasar oleh Jepang mencakup lebih dari 90% barang yang
diekspor Ind ke Jepang, termasuk produk industri dan agri-bisnis;
o Komitmen ini akan memberikan peluang yang setara kepada Indonesia di pasar
Jepang dalam menghadapi negara pesaing tertentu yang sudah mengadakan
perjanjian EPA dengan Jepang (a.l. Thailand, Filipina, Malaysia, Meksiko);
c. Uraian berikut sebagai gambaran beberapa produk yang memperoleh
keuntungan dengan dibentuknya IJ-EPA, antara lain produk sektor industri yang
padat karya:
Produk kayu
o Penghapusan bea masuk ke pasar Jepang sebagian produk kayu;
o Penghapusan eskalasi tarif (semakin tinggi tingkat prosesing, semakin tinggi
tarif impor yang dikenakan misalnya bahan baku = 0% tarif, olahan tarif lebih
tinggi), contoh: mebel, produk dari kayu yang lain;
o Hal ini diharapkan meningkatkan industri perkayuan di Indonesia
Produk lainnya
Makanan dan minuman; buah-buahan (antara lain nanas, pisang), teh dan kopi
serta produk TPT; dengan adanya EPA dapat memberi peluang peningkatan
pangsa pasar ekspor indonesia ke pasar Jepang karena tarif bea masuknya turun atau dihapuskan (misalnya tekstil dan pakaian diturunkan menjadi 0%).
Sektor Jasa
o Komitmen di bidang jasa tenaga kerja (mode 4- movement of natural persons)
yang diperoleh Indonesia dari Jepang akan memberikan peluang untuk
pengiriman tenaga kerja terampil seperti juru rawat, pekerja di sektor hotel
dan pariwisata, dan pelaut;
o Penyediaan jasa yang lebih efisien diharapkan akan meningkatkan daya saing
produk Indonesia; Manfaat Investasi dari EPA Indonesia merupakan salah satu negara tujuan penting bagi investasi Jepang, walaupun peringkatnya sebagai negara tujuan menurun sejak krisis ekonomi.
o Di bidang manufaktur aliran terbesar adalah ke sektor otomotif/suku
cadang,elektrik/elektronik dan sektor kimia serta peralatan kantor;
Memperdalam struktur industri dengan investasi industri pendukung
(components, parts, mould and dies), di mana supplier Indonesia dapat
juga berkembang dengan fasilitasi dari Manufacturing Industry
Development Center (MIDEC);
Investasi untuk mengembangkan pertanian, perikanan dan kehutanan, di
mana kemitraan dan keikutsertaan UKM dapat difasilitasi dengan
berbagai proyek kerjasama;
Investasi di bidang energi, termasuk bio-fuel yang juga akan di fasilitasi
melalui proyek kerjasama;
o Di bidang jasa, aliran terbesar adalah ke sektor keuangan dan asuransi,
perdagangan, transportasi dan real estate;
o EPA akan meningkatkan iklim usaha dan mendorong kepercayaan bisnis
melalui perbaikan/kepastian hukum bagi investor;
o Hasil EPA dan paket kebijakan investasi lain yang sedang dilakukan
Pemerintah RI diharapkan akan menjadi kerangka hukum baru dan penting
dalam meningkatkan kepercayaan dan memberikan perlakuan lebih baik
dan pasti (UU Penanaman Modal, Revisi UU Pajak dan Bea Cukai);
o Keuntungan EPA diharapkan akan memberikan daya tarik bagi investor
asing berinvestasi di Indonesia.
Manfaat Kerjasama di Bidang Peningkatan Kapasitas (Cooperation in Capacity
Building)
o Selain sepakat untuk menghapuskan/mengurangi bea masuk, kedua negara
juga menyepakati kerjasama dalam rangka peningkatan kapasitas produsen
penghasil produk industri pertanian, perikanan dan kehutanan;
o Aspek Kerjasama di bidang akses pasar merupakan hal penting dari EPA, dan
inilah alasan mengapa disebut WTO plus:
Kerjasama tersebut meliputi: Pembangunan Pusat Industri Manufaktur
yang berfokus pada Otomotif, Mould and Dyes, dan Welding, promosi
ekspor dan bantuan untuk UKM;
Kerjasama untuk menjamin ketersediaan Sumber Perikanan secara
berkesinambungan (Sustained Marine Resources) merupakan hal penting
dalam kerjasama dan membantu Indonesia memelihara sumber bahari
dalam jangka panjang;
Agribisnis akan diuntungkan dari beberapa proyek seperti Pengembangan
Pusat Makanan dan Minuman dan juga program lain untuk para petani
kecil dan nelayan;
o Jepang akan memperpanjang bantuan teknis di sejumlah sektor lain yang
penting (antara lain energi, pelatihan tenaga kerja dan ketrampilan, industri
manufaktur, agribisnis, perikanan, promosi ekspor dan UKM);
o Pemanfaatan kayu (ukuran kecil) untuk industri guna membantu industri
sektor kehutanan;
o Kerjasama ekonomi dan teknis di bidang pelatihan dan penelitian yang akan
dibahas lebih lanjut;
PENUTUP
a. Meskipun EPA Indonesia-Jepang adalah Kemitraan Ekonomi yang diharapkan
akan menguntungkan kedua belah pihak secara berimbang, namun EPA ini juga
memperhatikan adanya tingkat pembangunan ekonomi yang tidak seimbang
antara kedua negara. Hal ini tercermin dalam (i) ruang lingkup (coverage) dari
fast-track (Pihak Jepang akan melakukan pembebasan bea masuk bagi sekitar
80% tariff lines atau sekitar 91% value ekspor Indonesia ke Jepang, sementara
Indonesia sekitar 35% untuk ekspor Jepang ke Indonesia), dan (ii) Indonesia akanmemperoleh bantuan Jepang dalam Kerjasama Peningkatan Kapasitas di
berbagai bidang.
b. EPA merupakan komplementer untuk kerjasama regional lebih luas seperti
ASEAN plus, APEC dan WTO Putaran Pembagunan Doha;
Hubungan Ekonomi Bilateral indonesia dg singapura
Pada dasarnya kedua negara memiliki tingkat komplementaritas ekonomi yang tinggi. Di satu sisi, Singapura mempunyai keunggulan di sektor knowledge, networking, financial resources dan technological advance. Sementara Indonesia memiliki sumber daya alam dan mineral yang melimpah serta tersedianya tenaga kerja yang kompetitif.
Sebagai negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat terbatas dan sumber daya alamnya langka, Singapura sangat menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Oleh karena itu pula Singapura sangat berkepentingan terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah naungan WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya mengandalkan pada proses negosiasi multilateral, sejak 1999 Singapura telah mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral. Belakangan dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura semakin gencar menempuh langkah-langkah bilateral dan regional yang diyakini dapat mengakselerasi proses liberalisasi perdagangan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral Indonesia-Singapura memiliki fondasi yang sangat kuat yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua negara. Selain itu, untuk fondasi kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework yang kokoh dengan ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain:
* Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980);
* Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
* Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Propinsi Riau (28 Agustus 1990);
* Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005. Indonesia meratifikasi pada Februari 2006;
* Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ’s), 25 Juni 2006.
Pemberdayaan sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang ditandai dengan cukup tingginya kegiatan kunjungan antara para pelaku usaha kedua negara. Sebagai hasilnya, semakin meningkatnya transaksi perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai dengan data dari International Enterprise Singapore Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke-5 Singapura dengan total nilai perdagangan mencapai S$ 54 milyar (2005) yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun 2004 yang mencapai nilai S$ 30,1 milyar. Ekspor Indonesia ke Singapura mencapai S$ 16,4 milyar sementara impornya mencapai S$ 13,7 milyar.
Neraca perdagangan kedua negara masih menunjukkan nilai surplus bagi Indonesia. Data perdagangan kedua negara menunjukkan bahwa komoditas ekspor utama Portugal ke Indonesia antara lain meliputi pakaian/kain sutera, perlengkapan listrik, produk kimia, sepatu, cork, wine, anggur, produk kesehatan. Sedangkan barang-barang yang diimpor Portugal dari Indonesia meliputi komponen sepatu (terutama kulit), kerajinan tangan, produk elektronik, komponen komputer, furniture, plywood, plastik, alat-alat dapur, palm oil, coconut oil, spices and herbs, coffee, textile, garment, rubber, fibre and yarns.
Khusus menyangkut investasi, sampai saat ini, sesuai dengan data BKPM, terdapat dua perusahaan Portugal yang tercatat mulai menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) namun belum ada perusahan Indonesia yang menanamkan modal di Portugal. Khusus mengenai investasi di Portugal, saat ini terbuka untuk investasi di bidang paper & pulp, obat-obatan, bioteknologi dan IT. Investor Portugal mempunyai kemampuan untuk bekerja dan beradaptasi dalam kultur yang berbeda. Pengusaha-pengusaha Portugal dan Indonesia dapat bekerjasama dalam bidang sektor konstruksi dan sektor otomotif.
J. Fungsi perwakilan Diplomatik
1.Perwakilan Negara RI di Luar Negeri
A. Landasan hukum
Pasal 13 UUD 1945 menyebutkan Bahwa:
1) Presidan mengangkat duta dan konsul
2) Dalam hal mengakat duta, presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
3) Presiden menerima penempatan Duta Negara lain dengan memperhatikan pertimbangan dewan perwakilan Rakyat.
Kekuasan presiden untuk mengakat dan menerima duta dari Negara lain ada dalam kedudukannya sebagai kepala Negara. Sedangkaan prosedur maupun teknis pelaksaan nya, diatur oleh pembantu presiden sendiri, yaitu menteri luar negeri.
Perwakilan Negara RI di Luar Negeri
B.Fungsi Perwakilan Diplomatik
Di Indonesia sehubungan dengan usaha menjalin hubungan internasional ini didasarkan pada UUD 1945 pasal 13 yang di dalamnya berisi :
1. Presiden mengangkat duta dan konsul.
2. Dalam hal mengangkat duta dan konsul presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
3. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan meperhatikan pertimbangan DPR.
1.Jadi, fungsi diplomatik dalam arti politis adalah sebagai berikut :
• Mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap imperialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dengan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
• Mengabdi kepada kepentingan nasional dalam mewujudkan masyrakat adil dan makmur.
• Menciptakan pesahabatan yang baik antar negara dalam mewujudkan pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik.
2.Tugas pokok perwakilan diplomatik
Perwakilan diplomatik ( Duta besar ) meilik tugas pokok yang antara lain sebagai berikut :
• Menyelenggarakan hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah asing.
• Mengadakan perundingan masalah masalah yang dihadapi oleh kedua negara itu dan berusaha untuk menyelesaikannya.
• Mengurus kepentingan negara serta warga negaranya di negara lain.
• Apabila dianggap perlu dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, paspor, dsb.
a. Tugas umum seorang perwakilan diplomatik adalah mencakup hal-hal berikut :
1) Representasi, perwakilan diplomatik mewakili kebijakan politik pemerintah negaranya dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan pertanyaan denganpemerintah negara penerima.
2) Negoisasi, untuk mengadakan perundingan atau pembicaraan baik dengan negara dimana ia diakreditasi maupun dengan negara lain.
3) Observasi, yaitu untuk menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa di negara penerimayang mungkin dapat mempengaruhi kepentingan negaranya.
4) Proteksi, melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-kepentingan warga negaranya yang berada di luar negeri
5) Relasi, untuk meningkatkan hubungan persahabatan antar negara pengirim dengan negara penerima, baik di bidang ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
3.Fungsi Perwakilan diplomatik menurut Kepres Nomor 108 Tahun 2003 Tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri :
1. Peningkatan dan pengembangan kerja sama politik dan keamanan, ekonomi, sosial dan budaya dengan Negara Penerima dan/atau Organisasi Internasional;
2. Peningkatan persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antara sesama Warga Negara Indonesia di luar negeri;
3. Pengayoman, pelayanan, perlindungan dan pemberian bantuan hukum dan fisik kepada Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, dalam hal terjadi ancaman dan/atau masalah hukum di Negara Penerima, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional, hukum internasional, dan kebiasaan internasional;
4. Pengamatan, penilaian, dan pelaporan mengenai situasi dan kondisi Negara Penerima;
5. Konsuler dan protokol;
6. Perbuatan hukum untuk dan atas nama Negara dan Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara Penerima;
7. Kegiatan manajemen kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pengamanan internal Perwakilan, komunikasi dan persandian;
8. Fungsi-fungsi lain sesuai dengan hukum dan praktek internasional.
4. Peranan perwakilan diplomatik
a. Menetukan tujuan dengan menggunakan semua daya upaya dan tenaga dalam mencapai tujuan tersebut.
b. Menyesuaikan kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan tenaga dan daya yang ada.
c. Menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara lain.
d. Menggunakan sarana dan kesempatan yang ada dan sebaik baikya dalam menjalankan tugas diplomatiknya.
5. Tujuan Diadakannya Hubungan Diplomatik
a. Melindungi warga negara yang berada di luar negeri
b. Menerima pengaduan
c. Memelihara kepentingan negaranya di negara penerima.
2.Perwakilan Negara di Negara Lain dalam Arti Politis
A. Pengangkatan dan Penerimaan Perwakilan Diplomatik
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembukaan atau pertukaran perwakilan diplomatik (dalam arti politis) maupun konsuler (dalam arti non-politis) dengan negara lain adalah sebagai berikut :
1) Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual conceat) yang akan mengadakan pembukaan atau pertukaran diplomatik maupun konsuler. Kesepakatan tersebut berdasarkan Pasal 2 Konvensi Wina 1961, dituangkan dalam bentuk : persetujuan bersama (joint agreement) dan komunikasi bersama (joint declaration).
2) Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku, yaitu setiap negara dapat melakukan hubungan atau pertukaran perwakilan diplomatik berdasarkan atas prinsip-prinsip hubungan yang berlaku dan prinsip timbal balik (reciprosity).
B.Proses Pengangkatan Diplomatik
C.Tugas dan fungsi perwakilan Diplomatik
Tugas umum seorang perwakilan diplomatik adalah mencakup hal-hal berikut :
1) Representasi, perwakilan diplomatik mewakili kebijakan politik pemerintah negaranya dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan pertanyaan denganpemerintah negara penerima.
2) Negoisasi, untuk mengadakan perundingan atau pembicaraan baik dengan negara dimana ia diakreditasi maupun dengan negara lain.
3) Observasi, yaitu untuk menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa di negara penerimayang mungkin dapat mempengaruhi kepentingan negaranya.
4) Proteksi, melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-kepentingan warga negaranya yang berada di luar negeri
5) Relasi, untuk meningkatkan hubungan persahabatan antar negara pengirim dengan negara penerima, baik di bidang ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
D. Fungsi perwakilan diplomatik menurut kongres Wina 1961
1. Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
2. Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima di dalam batas batas yang diijinkan oleh hukum internsional.
3. Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
4. Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima sesuai dengan UU dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
5. Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.
Tingkatan-tingkatan Perwakilan Diplomatik :
1. Duta besar berkuasa penuh, yaitu perwakilan diplomatik yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa dan biasanya ditempatkan di negara negara yang banyak menjalin hubungan timbal balik. Di tempat mana duta besar diakreditir, ia mempunyai kedudukan lebih tinggi dari duta-duta. Duta besar mewakili kepala negaranya, memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan nama baik negaranya. Duta besar biasanya dikirim oleh negara besar yang sebaliknya juga menerima duta besar di negaranya. Duta besar dapat langsung beraudiensi dengan kepala negara, sedangkan perwakilan diplomatik lainnya, hendaklah dengan perantaraan menteri luar negeri.
Menurut Wijono Projodikoro, ada tiga tugas yang harus diemban oleh Duta Besar yaitu : Melaksanakan Perundingan ( negotiation ), Meneropong keadaan ( observation ), Memberi perlindungan ( protection ).
2. Duta, yaitu perwakilan diplomatik yang dalam menyelesaikan persoalan kedua negara harus berkonsultasi dahulu dengan pemerintahnya.
3. Menteri Residen, status menteri residen bukan sebagai wakil pribadi kepala negara melainkan hanya mengurus urusan negara
4. Kuasa Usaha, adlh perwakilan diplomatik yang tidak diperbantukan kepada kepala negara, melainkan kepada menteri luar negeri . Di Bedakan menjadi 2
a. Kuasa usaha tetap menjabat kepala dari suatu perwakilan.
b. Kuasa usaha sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan ketika pejabat ini belum atau tidak ada di tempat. Atase ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. Atase pertahanan.
Atase ini dijabat oleh seorang perwira militer yang diperbantukan depertemen luar negeri dan diperbantukan di kedutaan besar serta diberikan kedudukan sebagai seorang diplomat yang bertugas memberikan nasihat di bidang militer dan pertahanan keamanan kepada duta besar berkuasa penuh.
b. Atase teknis.
Atase ini dijabat oleh seorang pegawai negeri yang tidak berasal dari depertemen luar negeri dan ditempatkan di salah satu kedutaan besar, atase ini berkuasa penuh dalam menjalankan tugas tugas teknis sesuai dengan tugas pokok dari departemennya sendiri.
E. Kekebalan dan Keistimewaan Perwakilan Diplomatik
Para diplomat, stafnya, bahkan gedung misi mempunyai kekebalan dan keistimewaan yang dipraktekkan sesuai dengan Konvensi Wina 1961. Pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu berpedoman kepada asas "Par in parem imperium non habet" (suatu negara berdaulat tidak boleh menerapkan yurisdiksinya atas negara berdaulat lain).
Pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik merupakan aspek yang sangat penting untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas-tugas dan pelaksaan fungsi para pejabat diplomatik secara efisien dari negara yang diwakilinya.
1. Kekebalan Perwakilan Diplomatik
Kekebalan diplomatik (immunity) bersifat involability (tidak dapat diganggu gugat) antara alin mencakup :
a. Pribadi Pejabat Diplomatik, yaitu mencakup kekebalan terhadap alat kekuasaan negara penerima, hak mendapat perlindungan terhadap gangguan dari serangan atas kebebasan dan kehormatannya, dan kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.
b. Kantor perwakilan (rumah kediaman), yaitu mencakup kekebalan gedung kedutaan, halaman, rumah kediaman yang ditandai dengan lambang bendera atau daerah ekstrateritorial. Bila ada penjahat atau pencari suaka politik masuk ke dalam kedutaan, maka ia dapat diserahkan atas permintaan pemerintah karena para diplomat tidak memiliki hak asylum, hak untuk memberi kesempatan kepada suatu negara untuk memberi kesempatan kepada warga negara asing untuk melarikan diri.
c. Korespodensi diplomatik, kekebalan yang mencakup dokumen, arsip, surat menyurat, termasuk kantor diplomatik dan sebagainya kebal dari pemeriksaan.
2. Keistimewaan Perwakilan Diplomatik
Keistimewaan Perwakilan Diplomatik sebagaimana diatur dalam Konvensi Wina 1961 dan 1963 mencakup :
a. Pembebasan dari kewajiban membayar pajak, yaitu antara lain pajak penghasilan, kekayaan, kendaraan bermotor, radio, televisi, bumi dan bangunan, rumah tangga, dan sebagainya.
b. Pembebasan dari kewajiban pabean, yaitu antara lain bea masuk, bea keluar, bea cukai terhadap barang-barang keperluan dinas, misi perwakilan, barang keperluan sendiri, keperluan rumah tangga, dan sebagainya.
K.ORGANISASI INTERNASIONAL
Negara-negara nonblok .
Yang dimaksud dengan negara-negara nonblok adalah negara-negara yang tidak memihak kepada salah satu blok baik blok Timur maupun blok Barat. Timbulnya gerakan nonblok antara lain disebabkan pertentangan di antara dua negara, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pertentangan kedua negara tersebut melahirkan persekutuan-persekutuan militer yang mendorong timbulnya perlombaan senjata nuklir serta peningkatan kekuatan militer yang menimbulkan perang dingin. Suasana perang dingin ini memengaruhi negara-negara yang baru merdeka di Asia, Afrika, clan Amerika Latin. Atas dasar pemikiran tersebut, timbullah pemikiran di kalangan negara-negara baru untuk menciptakan kerja sama di antara mereka dan menahan diri untuk tidak terlibat dalam adu kekuatan di antara kedua kubu tersebut. Negara-negara baru tersebut kemudian membentuk gerakan nonblok yang diprakarsai Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Perdana Menteri Nehru (India), dan Presiden Nkwane Nkruma (Ghana).
Tujuan gerakan nonblok adalah sebagai berikut.
1) Mendukung perjuangan dekolonialisasi dan memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme.
2) Merupakan wadah perjuangan sosial politik negara-negara yang sedang berkembang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Berdirinya PBB tidak terlepas dari organisasi yang mendahuluinya yaitu League of Nations (LBB) yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1920 atas prakarsa seorang Presiden Amerika Serikat, Wodrow Wilson. Badan ini tidak dapat melaksanakan perannya seperti yang diharapkan, sehingga pecah Perang Dunia II.
Karena hat tersebut, untuk menjaga perdamaian dunia dan ketertiban dunia LBB ( perlu diganti dengan badan baru yang lebih terpercaya, yaitu PBB (United Nations Organization).
1) Proses terbentuknya PBB
Proses terbentuknya PBB adalah sebagi berikut.
a) 14 Agustus 1941, ditandatangani Piagam Atlantik (Atlantic Charter) oleh perdana menteri Inggris Winston Churchill dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt.
b) 1 Januari 1942, dikemukakan maklumat bangsa-bangsa (Declaration of the United Nation), yang prinsipnya menyetujui program-program dalam Atlantic Charter'
c) 30 Oktober 1943, dikemukakan maklumat aklumat Moskow, menegaskan segera dibentuk badan perdamaian dan keamanan internasional.
d) 7 Oktober 1944, Dumberton Oaks Proposal, memuat usulan tentang kerangka asas badan yang hendak didirikan, lima badan kelengkapan dan pengakuan bahwa organisasi yang didirikan atas ide F.D. Roosevelt.
e) Februari 1945, Konferensi Yalta, membicarakan hak suara (veto) dalam Dewan Keamanan.
f) 25 April sampai dengan 26 Juni 1945, Konferensi San Francisco, penandatanganan Piagam PBB oleh 51 negara anggota pangkal PBB (Original Members)
g) 24 Oktober 1945, ratifikasi Piagam PBB oleh 5 anggota tetap Dewan Keamanan.
Fungsi Mahkamah Internasional (International Court of Justice), antara lain: Menyelesaikan kasus-kasus persengketaan antarnegara dan konflik-konflik politik dengan berdasarkan kepada hukum internasional, serta memberikan nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum internasional.
ASEAN
1) Sejarah singkat berdirinya ASEAN
Seluruh rakyat dan bangsa-bangsa di Asia Tenggara mengalami penderitaan yang sama sebagai anak jajahan bangsa Barat. Dengan persamaan nasib ini kemudian menimbulkan perasaan setia kawan yang kuat di kalangan bangsa-bangsa Asia Tenggara.
2) Tujuan ASEAN
Dalam Piagam Deklarasi Bangkok, telah digariskan tentang tujuan dibentuknya ASEAN, antara lain sebagai berikut.
a) Mempercepat pertumbuhan perekonomian, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
b) Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum.
c) Meningkatkan kerja sama yang aktif dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
d) Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian.
e) Bekerja sama secara lebih efektif guna mencapai daya guna di bidang pertanian, industri, dan perdagangan yang lebih besar, mempelajari persbalan-persoalan perdagangan internasional bahan-bahan mentah, perbaikan pengangkutan dan komunikasi, serta mempertinggi taraf hidup rakyat.
f) Memajukan studi tentang Asia Tenggara.
g) Memelihara kerja sama yang erat dan bermanfaat dengan organisasi-organisasi internasional dan regional lain yang bertujuan seperti tujuan ASEAN.
3) Struktur organisasi ASEAN
Untuk memperlancar kerja sama di kawasan Asia Tenggara, maka disusunlah struktur organisasi ASEAN sebagai berikut.
a) Sidang tahunan para menteri luar negeri (ASEAN Ministerial Meeting) yang diadakan di negara anggota secara bergilir. Sidang tahunan ini memegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi ini.
b) Standing Commitee yang diketuai oleh menteri luar negeri tuan rumah. Tugasnya ialah melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan dalam sidang tahunan menteri luar negeri.
c) Permanent Commitee dan Panitia Ad Hoc yang beranggotakan para tenaga ahli serta pejabat pemerintah ASEAN.
d) Sekretariat Nasional ASEAN yang berada pads tiap-tiap negara anggota. Tugasnya ialah menyelenggarakan pekerjaan ASEAN atas nama negara-negara yang bersangkutan.
L.Perwakilan negara di negara lain dalam arti non politis
Dalam arti non politis hubungan suatu negara dengan negara lain diwakili oleh korps konsuler yang terbagi dalam kepangkatan sebagai berikut :
Konsul Jenderal : konsul jenderal membawahi beberapa konsul yang ditempatkan di ibu kota negara tempat ia bertugas.
Konsul dan Wakil Konsul : konsul mengepalai suatu kekonsulan yang kadang-kadang diperbantukan kepada konsul jenderal. Wakil konsul diperbantukan kepada konsul atau konsul jenderal yang kadang-kadang diserahi pimpinan kantor konsuler.
Agen Konsul : agen konsul diangkat oleh konsul jenderal dengan tugas untuk mengurus hal-hal yang bersifat terbatas dan berhubungan dengan konsultan. Agen konsul ditugaskan di kota-kota yang termasuk konsultanan.
a. Fungsi perwakilan konsuler :
1) Sebagai pelaksana usaha pengangkatan hubungan dengan negara penerima di bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
2) Melindungi kepentingan nasional negara dan warga negara yang berbeda dalam wilayah kerjanya.
3) Melaksanakan pengamatan, penilaian dan pelaporan.
4) Menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan terhadap warga negara di wilayah kerjanya.
5) Menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler, protocol, komunikasi dan persandian.
6) Melaksanakan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan urusan rumah tangga perwakilan konsuler.
b. Tugas-tugas yang berhubungan dengan konsultan :
1) Ekonomi : menciptakan tata ekonomi dunia baru dengan menggalakkan ekspor komoditas non migas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan pelaksanaan perjanjian perdagangan, dan lain-lain.
2) Kebudayaan dan ilmu pengetahuan : seperti tukar menukar pelajar, mahasiswa, dan lain-lain.
3) Bidang-bidang lain seperti :
§ Memberikan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa.
§ Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi administratif lainnya.
§ Bertindak sebagai subjek hukum dalam praktik dan prosedur pengadilan/badan lain di negara penerima.
c. Persamaan diplomatik dan konsuler serta perbedaannya secara umum
Persamaan : kedua-duanya merupakan utusan dari suatu negara tertentu.
Perbedaan :
Korps Diplomatik | Korps Konsuler |
§ Memelihara kepentingan negaranya dengan melakukan hubungan dengan pejabat-pejabat tingkat pusat. § Berhak mengadakan hubungan yang bersifat politik. § Satu negara hanya mempunyai satu perwakilan diplomatik saja dalam satu negara penerima. § Mempunyai hak ekstrateritorial (tidak tunduk pada pelaksanaan kekuasaan peradilan). | § Memelihara kepentingan negaranya dengan melaksanakan hubungan dengan pejabat-pejabat tingkat derah. § Berhak mengadakan hubungan yang bersifat non politik. § Satu negara dapat mempunyai lebih dari satu perwakilan konsuler. § Tidak mempunyai hak ekstrateritorial (tunduk pada pelaksanaan kekuasaan peradilan) |
d. Mulai, berakhirnya fungsi misi perwakilan diplomatik - konsuler
Hal | Diplomatik | Konsuler |
§ Mulai berlakunya fungsi
§ Berakhirnya fungsi | § Yaitu saat menyerahkan surat kepercayaan (lettree de creance) menurut pasal 13 Konvensi Wina 1961.
1. Sudah habis masa jabatan 2. Ia ditarik (recalled) oleh pemerintah negaranya. 3. Karena tidak disenangi (dipersonanongrata) 4. Kalau negara penerima perang dengan negara pengirim (pasal 43 Konvensi Wina 1961) | § Pasal dan Konvensi Wina 1963 memberitahukan dengan layak kepada negara penerima. Pasal 23, 24, dan 25 Konvensi Wina 1963. 1. Fungsi seorang pejabat konsuler telah berakhir. 2. Penarikan dari negara pengirim. 3. Pemberitahuan lagi bahwa ia bukan lagi sebagai anggota staf konsuler. |
PENUTUP
Puji syukur peyusun panjatan kehadirat allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, kerena atas rahmatnya dan karunia-nya,penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
A. Kesimpulan
Setalah mencari bahan tulisan serta menjabarkan dalam bentuk makalah ini.penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Adapun subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
2. Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut.