Sampai suatu titik, aku sadar jalan yang kulalui ternyata tak
berujung. Kupikir, ketika dulu memutuskan untuk berhenti dan menemukan jalan
baru, adalah cara untuk melepaskan semua beban di kepala dan dada. Di jalan itu
aku menemukanmu.
“Kamu yang kucari selama ini” adalah panggilanku untukmu:
orang-orang yang barangkali adalah penampung tulang rusukku yang hilang. Tepat
satu setengah tahun lalu, aku memutuskan untuk memulai perjalanan pencarian
pertama kali dan tak terasa sampailah aku di sini.
Di titik ini, aku beristirahat sejenak. Rerumputan hijau terhampar
luas di sekelilingku. Angin menampar lembut wajahku. Udara segar mulai memeluk
tubuhku. Rasa lelah terusir tanpa permisi. Pertanyaan mulai hadir di benakku:
Benarkah jalan ini yang harus
kulalui? Benarkah di suatu titik di depan sana, aku akan menemukanmu?
Aku lelah melahirkan kata-kata yang takpernah sampai kepadamu. Aku
lelah saat orang-orang menilaiku beragam cara hanya karena aku terus berusaha
mencarimu. Kupikir, kamu adalah bagian dari masa lalu. Tujuh tahun aku menunggu
untuk seseorang di seberang pulau, dua tahun aku menunggu seseorang lain di
kelas yang sama denganku. Tapi ternyata, mereka bukan kamu.
Sampai detik ini, aku terus percaya bahwa jalan ini tidak salah.
Percaya bahwa aku bisa bertahan. Dan benar, aku terus mencoba dengan segenap
sesak yang deras di dalam dada. Dengan air mata yang tenang di dalam segara
rasa. Demi menemukanmu, aku rela dipandang sebelah mata. Ditertawai dari
belakang, dan dihujani oleh hal-hal yang diharapkan bisa membunuh semangatku
untuk menemukanmu.
Sampai suatu titik, aku kembali bangkit dari rehat sejenak dan
memutuskan untuk memulai kembali perjalanan. Sampai suatu titik aku dipaksa
berhenti dan memilih tak peduli.
Sampai suatu tiitk nanti, aku akan menemukanmu.
0 comments:
Post a Comment