Wahh, sudah 4 minggu nggak lihat Stand Up comedy season 4. Eettsss
tunggu jangan kalian piker disragen nggak ada listrik atau nggak ada sinyal
Televisi ya.. hmmm emang sih sinyalnya jelek, bukan berarti disragen daerah
tertinggal, bukann salah besar kalo kalian berfikir seperti itu, disini Cuma daerahnya
yang berbukit-bukit jadi nggak dapet sinyal bagus. Sudahbasa-basinya.
Karna saat ini saya sibuk magang di kakandatel Sragen(Telkom
Cabang Sragen), dan baru bisa buka youtube tadi malam, eh ternyata SUCI 4 sudah
kelar dan tidak disangka2 bang David dari betawi yang juara, selamet bang david
tu motor bisa buat ngojek, hehehe. Dan bang Abdur Arsyad sebagai runner up SUCI
4, ada yang menarik nihh saya mau bagi buat kalian ternyata penampilan terakhir
dipanggung SUCI 4 kemaren bang Abdur keren parah, dia membawakan sajak terbaik
dan kisah terbaik dari seorang Abdur Arsyad. Niihh cuplikanya.. Lihat SIni
Indonesia Ibarat Kapal Tua
Jaya Indonesia..
Sebagai anak Nelayan dari Lamakera, saya melihat Indonesia itu
seperti Kapal Tua, yang berlayar tak tahu arah.
Arahnya ada, hanya Nahkoda kita yang tidak bisa membaca.
Mungkin dia bisa membaca tapi tertutup hasrat membabi buta,
hasrat hidupi keluarga, saudara, kolega, dan mungkin istri muda.
Indonesia itu memang seperti Kapal Tua dengan penumpang
berbagai rupa,
Ada dari Sumatera, Jawa, Madura, Sumbawa hingga Papua. Bersatu
dalam Nusantara.
Enam kali sudah kita ganti Nahkoda tapi masih jauh dari kata
“sejahtera”.
Dari dulu, dari teriakkan kata “merdeka” sampai sekarang
“folbek dong kakaaaaa”
Nahkoda pertama, Sang Proklamator bersama Hatta,
Membangun dengan semangat Pancasila dan terkenal di kalangan
wanita,
Ia pernah berkata mampu guncangkan dunia dengan sepuluh
pemuda,
Tapi itukan kurang satu untuk tim sepak bola? Kalo begini
kapan baru kita ikut Piala Dunia?
Nahkoda kedua, Sang Jenderal Cendana 32 tahun berkuasa,
Datang dengan program bernama PELITA.
Bapak Pembangunan bagi mereka, bagi saya, tidak ada bedanya.
Tidak ada.
Penumpang bersuara berakhir di penjara atau hilang di lautan
tanpa berita.
Beda dengan Dodit Mulyanto, hanya modal Biola saja, terkenal
di Indonesia.
Nahkoda ketiga, sang wakil yang naik tahta, mewarisi pecah
belahnya masa Orba.
Belum sempat menjelajah Samudera, ia terhenti di tahun
pertama.
Dibanggakan di Eropa, dipermainkan di Indonesia.
Jerman dapat ilmunya. Kita dapat apa? Antrian panjang nonton
filmnya.
Nahkoda selanjutnya, Sang Kyai dengan hati terbuka.
Mendapat gelar Bapak Tionghoa. Mungkin inilah bapaknya Ahok
dan Ernest Prakasa.
Ia terhenti dalam sidang Istimewa ketika tokoh-tokoh reformasi
berebut Istana.
“Potong Bebek saja! Gitu aja kok repot!” kata Gusdur featuring
Ursula.
Nahkoda kelima, Nahkoda pertama seorang wanita.
Dari tangan ibunya, Bendera Pusaka tercipta. Bukan bendera
Slank yang berkibar di tiap acara.
Kata bapaknya, “Berikan aku sepuluh pemuda” tapi apa daya,
Itu di luar kemampuan ibu beranak tiga.
Kalau mau sepuluh pemuda, ambil saja dari followers Raditya
Dika.
Cemunguuudhh eaa kakaaaaa..
Nahkoda keenam bagian A. Kenapa bagian A? Sengaja, biar tetap
pada rima “A”.
Dua Pemilu mengungguli perolehan suara. Dua kali disumpah atas
nama Garuda.
Tapi itu hanya awal cerita. Cerita panjangnya terpampang di
banyak media.
Lapindo, Munir, Century, Hambalang, kami menolak lupa!
Kini ia telah hadir di sosial media, mungkin bermaksud
mengalahkan Raditya Dika.
Setelah empat album yang entah seperti apa, mungkin dia akan
membuat film,
Malam Minggu Istana, atau Cinta dalam Kasus Sutan Batugana.
2014 kini telah tiba. Saatnya kita kembali memilih Nahkoda.
Pastikan dia yang mengerti Bhinneka Tunggal Ika, bukan Boneka
Milik Amerika.
Dia yang mengerti suara kita, suara kalau Indonesia Bisa!
Bukan suara “aitakata”, “ea ea”, atau “folbek dong kakaaa”
Inilah cerita Kapal Tua kita. Ada yang tidak percaya?
Sudah kalian percaya saja! (alk)
2 comments:
gerr berantakan
kereeeeen........
Post a Comment