Sunday, February 28, 2016 0 comments

Upgrade Your Self



Saya memulai tulisan ini dengan mengutip sebuah hadits, “Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin maka ia telah lalai(merugi), Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka ia terlaknat(binasa).” Kurang lebih begitulah pesan Nabi dalam hadits beliau tentang pentingnya peningkatan perbuatan baik yang kita lakukan. Pesan tersebut secara tidak langsung menyeru kepada kita untuk berpikir futuristik serta konsisten dalam menjalankan kehidupan.
Kita sekarang masih berada dalam meriahnya suasana tahun baru. Masih terngiang sisa-sisa suara petasan dan kembang api yang begitu meriah tadi malam. Mungkin masih tersisa pula rasa kantuk begadang semalam suntuk. Namun, pertanyaannya adalah, apa setelah itu? Apakah semua kemeriahan itu hanya bersisa dan bermakna seremoni yang tak berisi? Tanpa ada resolusi dan bayangan mau apa setelah ini. Saya harap tidak demikian, dan saya rasa kawan-kawan pasti jauh memiliki bayangan ke depan.
Kita mulai ini semua dengan belajar, belajar, dan belajar! Dalam konteks ini belajar bukan hanya disandarkan pada kegiatan akademik di bangku-bangku kuliah maupun sekolah. Belajar di sini memiliki arti yang jauh lebih luas dari sekedar itu. Kita perlu belajar, memulai belajar itu dengan mengenal diri kita sendiri. Lalu kita merumuskan apa yang hendak menjadi tujuan dan apa yang mau kita lakukan. Meskipun terkadang dihantui rasa takut untuk bermimpi dan kegagalan menjalankannya, namun setidaknya kita pernah membayangkannya bukan? Setelah mencoba mengenal diri kita sendiri lalu kita mengenal lingkungan sekitar kita. Mendefiniskan siapa kita di mata mereka dan apa yang bisa kita lakukan bagi mereka. Kemudian, mulailah! Lakukan apa yang bisa kita lakukan sesuai dengan apa yang kita rumuskan. Jalankan sesuai tujuan, meskipun di tengah jalan terkadang kita membutuhkan perhentian atau justru berkelok mengikuti konstruksi jalan.
Hal-hal tertulis di atas memang masih terkesan sangat normatif. Namun, di sinilah titik awalnya. Membangun kesadaran akan perlunya perubahan. Dari diri sendiri, mengalahkan rasa takut yang terus bersemayam di dalam diri. Merobek jaring pembatas yang selalu menghalangi mimpi-mimpi kita beranjak pergi. Mari memulainya, sekecil apapun itu, seremeh apapun itu, yang jelas ada perpindahan yang kita lakukan dari satu titik ke titik yang lain.
Upgrade Yourself! Tingkatkan dirimu hingga batas tertinggi, melajulah hingga jarak terjauh. Walaupun nada-nada sarkas dan cibiran “normatif” bisa saja datang dari siapa saja, namun tetaplah melangkah. Jika memang perubahan yang kita lakukan itu diibaratkan sebuah perjalanan, anggap saja nada-nada sarkas dan cibiran tersebut sebagai klakson yang mengingatkan kita untuk tetap waspada di sepanjang perjalanan agar kita tetap awas dan terhindar dari kecelakaan supaya kita tetap selamat sampai tujuan.
Salam sukses,
Thursday, February 11, 2016 0 comments

Apatism




Entah beberapa waktu belakangan ini saya merasa muak dengan banyak hal. Dan inilah yang membuat saya kembali berceloteh. Rasanya muak melihat dunia sekitar yang seakan-akan penuh kepalsuan. Melihat tingkah polah manusia yang membuat saya lelah. Bahkan mungkin termasuk diri saya sendiri. Rasanya hari-hari menjadi begitu banal. Tak ada kemesraan dalam romantika.
Dimulai dari pergulatan pikiran saya tentang paham-paham, ideologi, atau yang kita biasa berakhir dengan imbuhan isme. Rasa-rasanya saya mulai lelah mendengar semua itu. Manusia satu sama lain bertengkar, merasa isme yang dipahaminya adalah yang paling benar. Mirisnya lagi ada orang yang menjadi pem-beo. Ia mem-beo perkataan tokoh-tokoh tertentu lalu seakan-akan menjadikannya postulat yang dianggap pasti benar. Padahal ia melakukannya tanpa dialektika. Sungguh saya bingung. Padahal, bukankah dialektika menjadi sebuah metode berpikir yang paling tepat untuk menghasilkan suatu keputusan terbaik?  Kalau mengkritik anti-taklid ya konsekuensinya juga harus tidak taklid.
Mirisnya, terkadang satu-dua di antara mereka berbicara seenaknya tentang semua itu. Merasa telah membaca berpuluh-puluh sampai ratusan judul buku berdiksi berat, merasa tinggi pula ilmunya melangit. Padahal bicara hakikat selalu ada langit di atas langit. Tak berbatas di luar alam nalari. Dengan mudah ia mengatakan segala hal yang ia pahami dalam teori di buku-buku beratnya itu sebagai sebuah postulat yang harus dijalani. Padahal sepatutnya terlebih dahulu kita berdialektika, mencari jawaban atas setiap pertanyaan, lalu merenung dan mengkontemplasikan. Bukan sekedar menjadi peniru barat, meskipun kita bukan pembenci barat. Boleh kita mengambil saripati budaya barat, asal pada takarannya. Tetapi yang lebih penting jangan sampai kita lupa kalau kita adalah orang timur yang dibesarkan dalam budaya timur yang rendah hati.
Saya hanya berceloteh. Bingung sebab rasanya sedang merasa miskin imajinasi. Rasanya saya bingung mau berkata-kata apa. Mau buat tulisan berkualitas pun rasanya tidak percaya diri. Mau bahas yang berat-berat takut saya lupa diri. Ah, beginilah yang namanya nasib lakon dalam hidup. Terkadang ada kalanya kita merasa jenuh melakoni peran yang harus kita jalani.
Wednesday, February 3, 2016 0 comments

Aku bukan Aku, Aku adalah Kamu



Aku hidup di zaman kata orang...
Apapun yang aku pahami harus sama dengan pemahaman orang...
Segala yang aku perbuat harus sama dengan perbuatan orang...
Semua yang aku pikirkan harus serasi dengan pikiran orang...

Aku ingin bekerja, pekerjaan baik hanya yang bersepatu dan berdasi, kata orang...
Aku ingin belajar, belajar yang benar harus pakai seragam di dalam ruangan, kata orang...
Aku ingin bicara, bicaralah bila aku sudah punya uang, kata orang...
Aku ingin didengar, bersuaralah bila aku sudah terkenal, kata orang...
Aku ingin bahagia, kebahagiaan itu bila aku sudah kaya, kata orang...

Aku hidup di zaman prasangka orang...
Aku dermawan, kata orang aku hanya megharap imbalan...
Aku bekerja, kata orang aku haus urusan duniawi saja...
Aku coba bicara, kata orang aku hanya bersandiwara...
Aku hanya berfilsafat, kata orang aku ini sudah sesat...
Aku hanya berfikir, kata orang aku ini sudah kafir...
Aku pilih diam, kata orang aku dungu apa-apa tak paham...
Aku pakai sorban, kata orang aku radikal...
Aku pakai kopiah, kata orang aku ahli bid'ah...

Aku hidup di zaman menurut orang...
Aku harus percaya pada kebenaran, kebenaran yang di sepakati orang...
Aku harus percaya pada berita, berita yang di atur-atur orang...
Aku harus percaya pada pengetahuan, pengetahuan yang di rancang orang...
Aku harus percaya pada sejarah, sejarah yang di jungkir-balikkan orang...
Aku harus makan, makanan yang menurut orang lezat...
Aku harus minum, minuman yang menurut orang sehat...
Aku harus pakai, pakaian yang menurut orang terhormat...

Aku bukan aku, kehendakku bukan kehendakku, Aku adalah jiwa yang terkungkung dalam hasrat orang lain...
Aku bukan aku, pikiranku bukan pikiranku, aku adalah akal yang terpenjara di dalam kemauan orang lain...
Aku bukan aku, aku adalah kamu...
Kamu bukan kamu, kamu adalah mereka...
Mereka bukan mereka, mereka adalah orang lain...
 
;