Aku tak mengerti kenapa kemalasan
ku selama dirumah ini tidak bisa aku reda, tidak bisa aku kalahkan seperti saat
aku dibandung. Entah kenapa rasanya semua kepatuhan tubuhku hangus dibakar oleh
rasa cemburu yang sangat besar. Cemburu saat aku melihat ibunda berjuang
menghadapi umurnya, berjuang menggilas waktu, tak perduli akan sakitnya kaki
yang belum terlalu sembuh dari luka yang ia terima setahun silam, yaitu luka
saat kecelakaan sepeda motor saat aku menolak mengantarkannya kerja kekios.
Aku cemburu saat ibunda berjuang
melawan rasa sakitnya, melawan kelelahannya, merelakan semua waktu
bersenang-senangnya untuk sekedar ngerumpi bersama temen-teman sekitar rumah
seperti yang dilakukan wanita-wanita kebanyakan didesaku. Aku cemburu karena
ibunda selalu bisa mengendalikan tubuhnya untuk berjuang membantu bapak yang
kerja jauh dikalimantan. Aku cemburu dengan seorang wanita paruh baya ini,
karena mampu mendidik anak-anaknya dengan baik dan bijak.
Dia bangun setiap harinya pada
pukul 3 malam, setelah membuka matanya hal yang ija lakukan adalah menuju
tempat wudhu, dia mengerjakan sholat malam dan berdoa. Mendoakan suami yang
jauh meninggalkan rumah untuk menghidupi ank-anak dan keluarganya, membiayai
pendidikan anaknya, dan memberi nafkah pada keluarga sederhana kami.
Setelah berdoa memohon kepada
yang maha kuasa, ibunda langsung membuka kantok plastic besar yang ada diruang
keluarga, kantong plastic yang selalu pulang dari kios kecil tempat kerjanya.
Gunting, kain bahan pakaian, dan beberapa alat lain yang sealalu ibunda gunakan
untuk bekerja sebagai penjahit. Ibundaku hanyalah seorang penjahit biasa,
dengan semangat hidup, daya juang yang luar biasa, aku selalu bangga dengan apa
yang ibunda lakukan untuk anak-anaknya selama ini.
Prinsip kerja ibunda adalah
bekerja secara disiplin, tepat waktu, dan tidak mengecewakan pelanggan. Ibunda
selalu membuat baju dengan baik, karena itulah ibu banyak memiliki pesanan.
Kerjaan ibu sangat banyak, dia mengerjakannya disaat orang-orang sedang tidur,
dia bangun lebih awal dari orang lain, dan tidur paling akhir dari orang lain.
Ibunda berangkat ketempat kerja
disaat orang-orang baru bangun dari tidurnya, ibu selalu berangakat bekerja
pada pukul 05.30 pagi, dia selalu berangkat lebih awal dari pada karyawan
terajinnya. Dari kecil ibunda dikenal bekerja keras oleh orang-oreng didesa
kami, dibesarkan dari keluarga yang tidak mampu dia berjuang untuk bertahan
hidup, hingga sekarang ibunda banya dihormati oleh orang-orang didesaku.
Ibunda bekerja sepanjang hari,
pukul 16.00 dimana waktu orang-orag didesaku pulang kerumah, termasuk karyawan
yang bekerja membantu ibundaku bekerja dikios kecilnya. Tapi, jam segitu belum
jam pulang kerja bagi ibunda, ibunda pulang menjelang magrib. Ibunda tidak
pernah mengeluh sedikitpun tentang pekerjaannya, ibunda pulang selalu dengan
wajah senyumnya. Ibunda terlihat sangat cantik ketika sedang tersenyum.
Walaupun ibunda menyembunyikan
kelelahannya bekerja seharian, aku tetap mengetahuinya, walau bagai manapun
ibunda menyembunyikan kelelahannya aku tetap bisa merasakannya. Setelah selepas
isak ibunda tetap menyempatkan waktunya untuk mengaji, memenuhi kebutuhan
rohaninya. Setelah itu ibunda bekerja menyiapkan apa saja yang dia butuhkan
untuk bekerja ke’esokan harinya.
Perjuangan ibulah yang membuat ku
cemburu kepadanya, cemburu karena aku belum berjuang sepertinya. Selalu ada
rasa didalam hati ku, untuk berjuang sepertinya. Tapi selama ini aku belum bisa
menandingi perjuangannya…. kepada apa yang telah ibunda
kerjakan . . . ?
0 comments:
Post a Comment