pemuda yang tak mau tahu perjuangan pahlawannya |
Beberapa
saat yang lalu saat saya mengutarakan niat berlibur kejakarta untuk mendatangi monument
nasional(monas), karena saya ingin
melihat teks proklamasi yang telah mempersatukan bangsa Indonesia. Tapi, mereka
mengejek dan menertawakan saya, mungkin
karena saya orang desa(kampung) yang
tidak biasa menjelajah ibukota seperti mereka(karena mereka tinggal di jakarta). Saat, mereka menertawakan saya
sebagai orang kampung yang ingin melihat monas saya bisa terima itu karena
kenyataannya memang benar adanya bahwa saya tinggal di desa(kampung).
Saya
tak pernah merasakan hidup dikota dengan segala kemodernannya seperti mereka, yaa
memang benar saya orang desa yang lugu, kampungan, dan masih membawa adat untuk
berbaur bersama mereka, tapi saya bangga akan adanya. Tapi, yang saya tidak terima
adalah saat mereka menertawakan dan menghina niat saya untuk melihat sejarah,
menghina sejarah Negeri ini.
Apa salahnya menjadi orang desa yang Bangga dan Mencintai Negerinya, dari pada menjadi orang kota yang tak menghargai Sejarah bangsanya(orang yang tak tau diri).
Saya
saat itu benar-benar marah, kebencian terhadap sikap teman-teman saya yang
menertawakan sejarah dan membuat lelucon darinya. saya tidak benci terhadap
mereka saya hanya benci sikap mereka yang menertawakan sejarah, yaa saya
maklumi mungkin mereka tak menggargai sejarah karena sifat apatis mereka, ketidak
tauan mereka terhadap sejarah, sifat tak perdulian mereka terhadap orang lain(rakyat dan bangsa) karena mereka
terobsesi untuk pindah kewarganegaraan.
Waktu
itu saya ingin sekali berdebat dengan mereka tentang masalah ini, tapi, percuma
saja pasti ujungnya hanya debat kusir karena mereka tak menyadari tanah yang
sekarang diaspal mulus tempat dimana meraka mengendari motor untuk pergi
bersenang-senang dan tertawa ria, dulu 70 tahun yang lalu bercecer darah serta
tubuh para pahlawan yang gugur untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang
sekarang menjadi tempat bersenang-senang (pesta)
mereka.
Daerah
yang sekarang mereka tinggali, yang mereka tiduri dengan nyaman dan lelap, mereka
tidak mengetahui bahwa 70 tahun yang lalu ditanah ini menjadi saksi peristiwa Bandung Lautan Api. Apakah mereka masih
bisa tersenyum dan bengga akan pikirannya pindah kewarganegaraan ketika mereka
hidup di 70 tahun yang lalu? Apakah mereka tidak pernah berfikiran tentang hal
itu?
Mungkin
mereka berfikir bahwa saya terlalu berlebihan mencintai Indonesia, karena
setiap saya mengikuti pengibaran bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,
hati saya selalu bergetar mata pun menitihkan air mata. Saat saya membaca
sejarah, menonton sejarah, dan mendengar pidato bung karno hati saya terenyuh
sekaligus bergelora mencintai negeri ini. ya, mereka menganggap itu berlebihan,
tapi saya tidak perduli saya merasa bangga dan bersyukur karena dilahirkan
menjadi warga Negara Indonesia. Saya bersyukur memiliki Indonesia memiliki sejarahnya
yang besar.
Saya akan selalu menjaganya seperti sumpahku(Try Satya) pada Indonesia.
0 comments:
Post a Comment