Friday, April 8, 2016

​Musik Sosialisme dan Revolusioner Islam Kontemporer

sumber: berdikarionline.com

Sebenarnya di zaman sekarang, Islam dan Sosialisme itu tidak ketinggalan zaman. Malah karena perkembangan Imperialisme yg semakin maju mendorong Sosialisme dan Islam untuk terus melampauinya - Termasuk dalam ide-ide seni musik. Musik-musik Sosialisme dan Islam tidak selalu bernafaskan qasidah ataupun musik mars, bahkan di zaman sekarang, musik-musik revolusioner sangat pop culture.
Rage Against The Machine bisa menjadi contoh band yg mempopulerkan Sosialisme lewat musik. Gaya musik funk yg dibalut alunan heavy metal mengiringi lirik yg penuh kritik terhadap Kapitalisme. Sebelumnya ada grup musik The Clash yg berasal dari scene punk kota London yg mempopulerkan Komunisme lewat musik. The Clash bahkan sangat keras menentang Rasisme yg pada saat itu sedang menjangkiti scene punk serta skinhead di kota London.
Dalam pergerakan revolusioner Islam memang jarang dikenal musik-musik yg sarat pop culture. Namun kita bisa mengambil contoh dari musisi-musisi Indonesia seperti Tengkorak dan Purgatory. Tengkorak adalah band Grindcore yg aktif menyuarakan progresivitas Islam. Begitupun juga dengan Purgatory yg hidup dalam scene Nu Metal yg menyuarakan Islam jua. Sedangkan di kalangan scene punk, terdapat satu subscene yg cukup unik, yaitu Taqwacore.
Selain daripada itu semua, kita juga tidak boleh melupakan Bob Marley yg juga menyuarakan anti perbudakan. Juga muncul band dari scene Grunge yg menyuarakan antikapitalisme, yaitu Pearl Jam. Tidak hanya itu, banyak lagi yg band-band populer yg menyuarakan hal yg sama seperti Megadeth dari scene Thrash Metal, Living Colour dari scene Funk Metal, Sex Pistols dari scene Punk Rock, The Casualties, Seringai dari Indonesia, Red Flag, hingga musisi sekelas Iwan Fals dan Slank di era sebelum ia mendukung Jokowi menjadi presiden.
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa Sosialisme dan Islam tidaklah ketinggalan zaman. Hal itu juga menunjukkan bahwa Sosialisme dan Islam tidak menghindari kemajuan zaman, melainkan melampaui zamannya. Maka dari itu, kita patut menunjukkan bahwa musik-musik Sosialisme tidaklah melulu musik dari Red Army ataupun realisme sosialis yg bernada mars. Musik Islam juga tidak melulu musik qasidahan atau rebana ibu-ibu pengajian. Musik revolusioner pun pada akhirnya mesti menyentuh kaum pemuda yg terhegemoni pop culture.
Khusus musik Islam, perlu perkembangan kreatif lebih lanjut karena kurangnya musik Islam yg populer. Terlebih lagi ada sebagian kalangan ekstrimis dan dogmatisme Islam yg mengharamkan musik dengan alasan yg tidak masuk akal seperti: musik bisa menggiring kita pada dosa, musik sebetulnya hegemoni yg diciptakan setan untuk menina bobokan manusia, dan yg lainnya. Padahal Nabi Muhammad SAW tersenyum saat disambut di Quba dengan diiringi Thola'al Badru. Menurut ku, selama musik itu bisa membangkitkan semangat tauhidi, musik tidaklah haram!
Oleh karena itu, revolusionerkanlah musik dengan melampaui musik-musik mars dan qasidahan kuno dengan kreativitas yg melampaui musik-musik nina bobo cinta-cintaan. Musik tidak melulu soal cinta pada kekasih, juga mesti bertemakan cinta pada perjuangan membela kaum yg tertindas. Pada kenyataannya, musik memang bukan buat cinta-cintaan. Musik digunakan untuk sarana magis, ritual, pengiring perang, serta pelipur lara. Tema pelipur lara pun bukan hanya sekedar cinta, namun renungan akan realitas juga perlu digelorakan dalam musik. Maka dari itu, kembalikan musik pada hakikat yg sebenarnya.

0 comments:

Post a Comment

 
;