sumber: berdikarionline.com |
Sebenarnya di zaman sekarang, Islam
dan Sosialisme itu tidak ketinggalan zaman. Malah karena perkembangan
Imperialisme yg semakin maju mendorong Sosialisme dan Islam untuk terus
melampauinya - Termasuk dalam ide-ide seni musik. Musik-musik Sosialisme dan
Islam tidak selalu bernafaskan qasidah ataupun musik mars, bahkan di zaman
sekarang, musik-musik revolusioner sangat pop culture.
Rage Against The Machine bisa
menjadi contoh band yg mempopulerkan Sosialisme lewat musik. Gaya musik funk yg
dibalut alunan heavy metal mengiringi lirik yg penuh kritik terhadap
Kapitalisme. Sebelumnya ada grup musik The Clash yg berasal dari scene punk
kota London yg mempopulerkan Komunisme lewat musik. The Clash bahkan sangat
keras menentang Rasisme yg pada saat itu sedang menjangkiti scene punk serta
skinhead di kota London.
Dalam pergerakan revolusioner Islam
memang jarang dikenal musik-musik yg sarat pop culture. Namun kita bisa
mengambil contoh dari musisi-musisi Indonesia seperti Tengkorak dan Purgatory.
Tengkorak adalah band Grindcore yg aktif menyuarakan progresivitas Islam.
Begitupun juga dengan Purgatory yg hidup dalam scene Nu Metal yg menyuarakan
Islam jua. Sedangkan di kalangan scene punk, terdapat satu subscene yg cukup
unik, yaitu Taqwacore.
Selain daripada itu semua, kita
juga tidak boleh melupakan Bob Marley yg juga menyuarakan anti perbudakan. Juga
muncul band dari scene Grunge yg menyuarakan antikapitalisme, yaitu Pearl Jam.
Tidak hanya itu, banyak lagi yg band-band populer yg menyuarakan hal yg sama
seperti Megadeth dari scene Thrash Metal, Living Colour dari scene Funk Metal,
Sex Pistols dari scene Punk Rock, The Casualties, Seringai dari Indonesia, Red
Flag, hingga musisi sekelas Iwan Fals dan Slank di era sebelum ia mendukung
Jokowi menjadi presiden.
Bukti-bukti tersebut menunjukkan
bahwa Sosialisme dan Islam tidaklah ketinggalan zaman. Hal itu juga menunjukkan
bahwa Sosialisme dan Islam tidak menghindari kemajuan zaman, melainkan
melampaui zamannya. Maka dari itu, kita patut menunjukkan bahwa musik-musik
Sosialisme tidaklah melulu musik dari Red Army ataupun realisme sosialis yg
bernada mars. Musik Islam juga tidak melulu musik qasidahan atau rebana ibu-ibu
pengajian. Musik revolusioner pun pada akhirnya mesti menyentuh kaum pemuda yg
terhegemoni pop culture.
Khusus musik Islam, perlu perkembangan
kreatif lebih lanjut karena kurangnya musik Islam yg populer. Terlebih lagi ada
sebagian kalangan ekstrimis dan dogmatisme Islam yg mengharamkan musik dengan
alasan yg tidak masuk akal seperti: musik bisa menggiring kita pada dosa, musik
sebetulnya hegemoni yg diciptakan setan untuk menina bobokan manusia, dan yg
lainnya. Padahal Nabi Muhammad SAW tersenyum saat disambut di Quba dengan
diiringi Thola'al Badru. Menurut ku, selama musik itu bisa membangkitkan
semangat tauhidi, musik tidaklah haram!
Oleh karena itu, revolusionerkanlah
musik dengan melampaui musik-musik mars dan qasidahan kuno dengan kreativitas
yg melampaui musik-musik nina bobo cinta-cintaan. Musik tidak melulu soal cinta
pada kekasih, juga mesti bertemakan cinta pada perjuangan membela kaum yg
tertindas. Pada kenyataannya, musik memang bukan buat cinta-cintaan. Musik
digunakan untuk sarana magis, ritual, pengiring perang, serta pelipur lara.
Tema pelipur lara pun bukan hanya sekedar cinta, namun renungan akan realitas
juga perlu digelorakan dalam musik. Maka dari itu, kembalikan musik pada
hakikat yg sebenarnya.
0 comments:
Post a Comment