Friday, July 29, 2016 0 comments

​MAWAR PUTIH KU

Bagaimana aku bisa memahami kesucian
Diantara kotornya rerumputan
Tanganku bau, tak pantas menyentuhnya
Nanti ia bisa layu
Tetapi aku mencintainya
Suatu hal yg tak terjelaskan pola pikir
Aku mencintainya
Seperti aku mencintai kalam
Yg habis di cerna oleh perasaan pujangga
Lalu aku harus apa
Cinta hadir begitu lembut membelariku
Ranah logika habis terbabat cinta
Sebegitu lembutnya
Hingga tangan kasarku hanya bisa berisyarat
Tak mampu kah ku jangkau putihnya
Nanti ia berubah menjadi rerumputan
Aku tidak mau
Tenggelam lah dialektika dalam samudra perasaan
Thursday, July 21, 2016 0 comments

​ WARNA

Warna itu banyak
Tapi engkau hanya mau menyukai salah satunya
Engkau tak peduli hias lainnya
Statis
Warna itu bergerak
Gelombang Quanta
Tapi engkau berhenti pada satu kenikmatan
Tak lagi cipta karsamu menjelajah
Warna itu dinamis
Komplementer
Jangan lah engkau merasa sendiri
Manusia picis berhenti
Di spektrum hitam putih
Lihat kanan kiri
Belakang
Maka arahmu lurus
Warna itu sangat cantik
Seandainya engkau mau mengerti


Wednesday, July 13, 2016 0 comments

​Tuhan Berkata, "Telanjanglah kalian!"


ku tinggalkan polemik
ku tanggalkan raga
ku tanggulkan hasrat
ku sepi dalam telanjang
aku kotor, malu
saat mataMu melihatku
dan bulan di malam ini
siratkan kecerobohan
Diam!
hey, diam saja kita dahulu!
dalam batas waktu yg terus berputar
jangan pakai baju!
kita mandi dalam tirta banyubiru
jangan membantah! cukup senyum!
pola itu rumit, rumitkan selebrum
tutup dulu mata itu, coba lihat!
tutup dulu telinga itu, coba dengar!
khas dalam satu warna, bau, dan rasa
hanya saja jangan terjebak keadaan
coba dengar penjelasan dalam syair qiyas
senandung-senandung tak terurai
ikuti dulu, baru kita paham!
telanjang! jangan tidak!
sebab Dia mengacuhkan kita
:(


Friday, July 8, 2016 0 comments

​Kepada...


kepada siapa aku berkata
kepada siapa terima cerita
kepada sawah yg dirundung kesepian
kepada sungai kecil berombak air mata
di kala mega telah reda menunjukkan senja
maka mengalirlah angin merenda-renda
terlihat sangka menyangka sangkakala
meniup tanda hari telah menguap ke semesta
sedangkan aku masih disini menunggu peraba
yg simak sketsa tanpa keras kepala
tak mengangguk tanda formalitas belaka
kepada mereka yg mengaku jernih hidupnya
dan saksi-saksi yg mencintai sakitnya siksa
aku menunggu untuk menuturkan kisah
namun malam membisu tak tertarik bahasa
aku masih diam mendengarkan suara serangga
bernyanyi tanda selesai hujan menyiram kita
tanda alam masih sayang kepada manusia
namun tidak untukku yg dihakimi oleh mereka
alam masih derita hilang kesuciannya
bersamanya, aku menangis ditengah merebaknya jelaga
sedang cerita tak lagi ada makna
sekitarku tertawa, menuntutku ceria
kepada siapa lagi aku mengungkap kata
mengapa?
merasa bingungkah engkau dengan semua
mengapa? aku bahkan belum bersenandung
layaknya katak memanggil hujan
layak kah aku memanggil kebahagiaan?
cerita telah habis maknanya
dan mereka pun bahagia di alam persaksian
aku bahkan harus menyaksikan alam mereka
dengan diam dan ratapan
apa ada yg salah?
atau memang terciptanya diri harus merasa
diam dan terus mengutuk diri bersalah


 
;