Tuesday, January 22, 2019

Pelajaran dari Pemogokan Nasional India


Sekitar 200 juta buruh India melakukan mogok nasional selama dua hari pada 8-9 Januari guna menentang kebijakan anti buruh dan anti serikat dari Perdana Menteri Narendra Modi. Buruh dari hampir semua sektor berpartisipasi penuh pada pemogokan ini. Pemogokan ini diklaim sebagai pemogokan yang terbesar sepanjang sejarah tidak hanya karena jumlah partisipasi yang besar tetapi juga karena dukungan dan partisipasi luas dari para petani, para mahasiswa, pelajar dan kaum muda di seluruh negeri.
Sebelumnya kaum tani telah melakukan protes selama berbulan-bulan dalam jumlah besar di berbagai negara bagian India. Mereka gerah dengan sikap kejam Pemerintah. Mereka protes terhadap standar hidup yang semakin turun, yang mendorong mereka ke dalam kemiskinan yang ekstrem. Mogok nasional ini memberi kaum tani kesempatan untuk bersatu dengan buruh untuk mendorong tuntutan mereka.
Mahasiswa dari berbagai universitas juga turut dalam mogok nasional ini, termasuk dari Universitas Jawaharlal Nehru yang dua tahun lalu melakukan protes besar atas ditangkapnya salah satu mahasiswa mereka oleh otoritas keamanan. Kini mereka bergandengan tangan dengan buruh untuk meluaskan tuntutan mereka.

Mogok nasional ini telah diserukan jauh-jauh hari oleh Konvensi Buruh Nasional pada September tahun lalu. Mereka yang hadir terdiri dari 10 Federasi Serikat Buruh yang berasosiasi dengan Federasi Nasional buruh dan karyawan baik dari sektor industri dan sektor publik. Satu-satunya serikat yang mencoba memboikot mogok ini adalah BMS – Bharatiya Mazdoor Sangh – yakni serikat buruh yang berafiliasi dengan kelas penguasa.
Konvensi Buruh Nasional mengungkapkan keprihatinan yang serius atas taraf hidup rakyat pekerja yang memburuk karena kebijakan pro korporat dan anti buruh yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan beberapa negara bagian yang diperintah oleh partai nasionalis kanan – Partai Bharathiya Janata. Konvensi tersebut mencatat, dengan sangat kecewa, bahwa Pemerintah secara arogan mengabaikan 12 butir dari Piagam Tuntutan mereka yang mencakup masalah upah minimum, jaminan sosial nasional, pengangguran, tenaga kerja kontrak, dan privatisasi sektor publik. Untuk itu, sebuah mogok nasional diserukan untuk memberi serangan balik terhadap kelas penguasa.
Mogok di Seluruh Penjuru Negeri
Buruh India tidak hanya mogok tetapi juga turun ke jalan melakukan protes massa. Di banyak kota ini menyebabkan penutupan total akses jalan. Pawai dan blokade jalan dipenuhi oleh massa kelas pekerja. Jalur kereta api pun ditutup karena mogok ini. Sektor-sektor milik pemerintah pusat seperti bank, asuransi, kantor pajak, kantor bea cukai dan layanan pos juga ditutup karena terkena dampak serius. Di sejumlah tempat terjadi bentrokan keras antara buruh dan polisi yang berusaha menghalangi massa untuk merangsek lebih jauh ke jalur utama kota.
Di Benggala Barat, pemerintah negara bagian tersebut bahkan harus memperingatkan para PNS bahwa mereka akan menghadapi hukuman disipliner yang keras jika bergabung dengan pemogokan umum. Pemerintah Goa yang dipimpin oleh BPJ menerapkan Undang-Undang Layanan Esensial untuk melarang mogok di semua layanan transportasi. Sama seperti di Maharastra dan Goa, Pemerintah Karnataka menutup semua sekolah dan perguruan tinggi guna mengantisipasi kekacauan karena mogok nasional. Aksi mogok ini sungguh menunjukkan siapa yang sesungguhnya punya kuasa atas berfungsinya masyarakat, yakni buruh.
Beban Hidup yang Mencekik
Mogok kali ini adalah yang ketiga kalinya sejak Modi berkuasa setelah menang pilpres pada 2014 lalu. Dengan slogannya yakni “progres”, saat itu Modi menjanjikan sebuah kemajuan bagi rakyat India. Konkretnya ia menjanjikan penciptaan 10 juta lapangan kerja baru setiap tahunnya. Dengan janji ini, ia menarik banyak suara massa. Namun, selama masa pemerintahannya, alih-alih memenuhi janji itu, Modi justru memberikan manfaat besar bagi orang-orang kaya lewat kebijakan-kebijakan politiknya.
Pada Desember 2018 jumlah pengangguran di sana secara resmi naik menjadi 7,4% yang merupakan jumlah tertinggi dalam 27 bulan terakhir. Menurut laporan dari Pusat Pengawas Ekonomi India, India kehilangan 11 juta pekerjaan hanya pada periode 2018. Sebagian besar pekerjaan yang hilang tersebut terjadi di daerah pedesaan. Di sisi lain, sektor IT juga menghadapi kehilangan pekerjaan dalam beberapa tahun terakhir.
Selain lapangan kerja yang berkurang, lonjakan harga barang baru-baru ini juga membebani rakyat pekerja India. Mereka bahkan harus kehilangan simpanan mereka yang relatif kecil. Upah tidak mengalami peningkatan yang proporsional dengan inflasi. Sebagai akibatnya kehidupan para buruh tak tertahankan.
Dalam sebuah wawancara, banyak buruh terutama di Delhi yang berbicara tentang penderitaan mereka. Penghasilan mereka berkisar antara 7000 hingga 12.000 rupe per bulan setelah kerja 12 jam dalam sehari. Upah ini sungguh tidak cukup. Mereka menuntut kenaikan 18.000 rupe untuk bisa memenuhi kebutuhan.
Para buruh industri juga harus bekerja dalam kondisi berbahaya. Kebanyakan bahkan harus bekerja tanpa sistem K3 (keselamatan). Di sektor industri khususnya, yang telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, kematian di lokasi kerja sudah menjadi pemandangan umum. Tapi tetap saja para buruh terpaksa bekerja dengan kondisi tersebut karena tidak punya pilihan lain.
Pemerintahan Narendra Modi juga memperkenalkan sistem kerja kontrak untuk membuat para kapitalis lebih mudah melakukan bisnis. Ini berarti bahwa seorang majikan dapat mempekerjakan seorang pekerja hanya untuk proyek tertentu atau waktu tertentu tanpa persyaratan lebih lanjut. Ini menyebabkan eksploitasi buruh yang jauh lebih dalam, yang menghadapi kondisi berbahaya dan upah yang sangat rendah. Serikat buruh telah menuntut diakhirinya undang-undang ini, bersama dengan amandemen anti-buruh lainnya terhadap undang-undang perburuhan yang ada.
Kebijakan pemerintahan Modi jelas memberi sinyal bagi kelas buruh bahwa Modi tidak ubahnya dengan Kongres, yakni pemerintahan sebelumnya, yang lewat kekuasaannya yang panjang itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh rakyat pekerja. Modi melanjutkan kebijakan Kongres justru dengan lebih agresif dan telah menyebabkan lebih banyak kemiskinan dan kemelaratan di antara massa rakyat.
Pelajaran untuk kita semua
Mogok adalah senjata utama buruh. Dengan mogok buruh menunjukkan siapa yang sesungguhnya menjalankan ekonomi. Inilah yang sekali lagi ditunjukkan oleh pemogokan nasional di India, yang menghentikan roda gir ekonomi dan masyarakat. Cerobong asap pabrik berhenti mengepul. Bis berhenti. Pesawat tidak terbang. Komunikasi terhenti. Inilah kekuatan buruh yang selalu ditakuti oleh kelas penguasa. Tidak heran rejim Modi gemetar ketakutan dan mencoba merepresinya dengan berbagai cara, termasuk menangkapi sejumlah pemimpin buruh. 
Tidak hanya itu, pemogokan buruh India juga mendorong lapisan tertindas lainnya untuk melawan. Melihat adanya kepemimpinan buruh dalam melawan rejim Modi, kaum tani dan mahasiswa ikut berpartisipasi. Kegelisahan mereka mendapatkan salurannya lewat gerakan buruh. Ini menunjukkan peran sentral kelas buruh sebagai pemimpin bangsa, yang dapat memberikan ekspresi terorganisir bagi lapisan-lapisan tertindas lainnya. Gerakan buruh harus secara sadar mengadopsi program tuntutan yang merangkul lapisan tertindas lainnya: tanah untuk kaum tani; pendidikan gratis untuk kaum muda; pekerjaan untuk mahasiswa yang baru lulus; dsb.
Pemogokan ini menunjukkan awal krisis dalam rejim Modi. Fundamentalisme religius yang digunakan oleh rejim untuk memecah belah rakyat pekerja sudah mulai tidak efektif di hadapan kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh buruh, tani, kaum miskin kota dan kaum muda. Tidak untuk selamanya agama bisa digunakan untuk mengecoh rakyat pekerja. Pemogokan ini menyatukan buruh dari berbagai latar belakang. Solidaritas kelas sungguh adalah senjata yang ampuh dalam melawan fundamentalisme religius yang kerap digunakan kelas penguasa.  
Pada akhirnya, pemogokan umum selalu mengedepankan masalah kekuasaan, dan untuk menyelesaikan ini kaum buruh membutuhkan organisasi politik yang siap dengan program perebutan kekuasaan secara revolusioner. Harus ada kepemimpinan yang berani melangkah lebih jauh setelah pemogokan nasional, agar pemogokan ini tidak menyia-nyiakan keberanian dan semangat perjuangan buruh India. Energi perjuangan buruh harus diarahkan untuk menumbangkan rejim kapitalis yang ada dan memulai transformasi sosialis.

0 comments:

Post a Comment

 
;