Sekitar 200 juta buruh India melakukan mogok
nasional selama dua hari pada 8-9 Januari guna menentang kebijakan anti buruh
dan anti serikat dari Perdana Menteri Narendra Modi. Buruh dari hampir semua
sektor berpartisipasi penuh pada pemogokan ini. Pemogokan ini diklaim sebagai
pemogokan yang terbesar sepanjang sejarah tidak hanya karena jumlah partisipasi
yang besar tetapi juga karena dukungan dan partisipasi luas dari para petani,
para mahasiswa, pelajar dan kaum muda di seluruh negeri.
Sebelumnya kaum tani telah melakukan protes selama
berbulan-bulan dalam jumlah besar di berbagai negara bagian India. Mereka gerah
dengan sikap kejam Pemerintah. Mereka protes terhadap standar hidup yang
semakin turun, yang mendorong mereka ke dalam kemiskinan yang ekstrem. Mogok
nasional ini memberi kaum tani kesempatan untuk bersatu dengan buruh untuk
mendorong tuntutan mereka.
Mahasiswa dari berbagai universitas juga turut
dalam mogok nasional ini, termasuk dari Universitas Jawaharlal Nehru yang dua
tahun lalu melakukan protes besar atas ditangkapnya salah satu mahasiswa mereka
oleh otoritas keamanan. Kini mereka bergandengan tangan dengan buruh untuk
meluaskan tuntutan mereka.
Mogok nasional ini telah diserukan jauh-jauh hari
oleh Konvensi Buruh Nasional pada September tahun lalu. Mereka yang hadir
terdiri dari 10 Federasi Serikat Buruh yang berasosiasi dengan Federasi
Nasional buruh dan karyawan baik dari sektor industri dan sektor publik.
Satu-satunya serikat yang mencoba memboikot mogok ini adalah BMS – Bharatiya
Mazdoor Sangh – yakni serikat buruh yang berafiliasi dengan kelas penguasa.
Konvensi Buruh Nasional mengungkapkan keprihatinan
yang serius atas taraf hidup rakyat pekerja yang memburuk karena kebijakan pro
korporat dan anti buruh yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan beberapa
negara bagian yang diperintah oleh partai nasionalis kanan – Partai Bharathiya
Janata. Konvensi tersebut mencatat, dengan sangat kecewa, bahwa Pemerintah
secara arogan mengabaikan 12 butir dari Piagam Tuntutan mereka yang mencakup
masalah upah minimum, jaminan sosial nasional, pengangguran, tenaga kerja
kontrak, dan privatisasi sektor publik. Untuk itu, sebuah mogok nasional diserukan
untuk memberi serangan balik terhadap kelas penguasa.
Mogok di Seluruh Penjuru
Negeri
Buruh India tidak hanya mogok tetapi juga turun ke
jalan melakukan protes massa. Di banyak kota ini menyebabkan penutupan total
akses jalan. Pawai dan blokade jalan dipenuhi oleh massa kelas pekerja. Jalur
kereta api pun ditutup karena mogok ini. Sektor-sektor milik pemerintah pusat
seperti bank, asuransi, kantor pajak, kantor bea cukai dan layanan pos juga
ditutup karena terkena dampak serius. Di sejumlah tempat terjadi bentrokan
keras antara buruh dan polisi yang berusaha menghalangi massa untuk merangsek
lebih jauh ke jalur utama kota.
Di Benggala Barat, pemerintah negara bagian
tersebut bahkan harus memperingatkan para PNS bahwa mereka akan menghadapi
hukuman disipliner yang keras jika bergabung dengan pemogokan umum. Pemerintah
Goa yang dipimpin oleh BPJ menerapkan Undang-Undang Layanan Esensial untuk
melarang mogok di semua layanan transportasi. Sama seperti di Maharastra dan
Goa, Pemerintah Karnataka menutup semua sekolah dan perguruan tinggi guna
mengantisipasi kekacauan karena mogok nasional. Aksi mogok ini sungguh
menunjukkan siapa yang sesungguhnya punya kuasa atas berfungsinya masyarakat,
yakni buruh.
Beban Hidup yang Mencekik
Mogok kali ini adalah yang ketiga kalinya sejak
Modi berkuasa setelah menang pilpres pada 2014 lalu. Dengan slogannya yakni
“progres”, saat itu Modi menjanjikan sebuah kemajuan bagi rakyat India.
Konkretnya ia menjanjikan penciptaan 10 juta lapangan kerja baru setiap
tahunnya. Dengan janji ini, ia menarik banyak suara massa. Namun, selama masa
pemerintahannya, alih-alih memenuhi janji itu, Modi justru memberikan manfaat
besar bagi orang-orang kaya lewat kebijakan-kebijakan politiknya.
Pada Desember 2018 jumlah pengangguran di sana
secara resmi naik menjadi 7,4% yang merupakan jumlah tertinggi dalam 27 bulan
terakhir. Menurut laporan dari Pusat Pengawas Ekonomi India, India kehilangan
11 juta pekerjaan hanya pada periode 2018. Sebagian besar pekerjaan yang hilang
tersebut terjadi di daerah pedesaan. Di sisi lain, sektor IT juga menghadapi
kehilangan pekerjaan dalam beberapa tahun terakhir.
Selain lapangan kerja yang berkurang, lonjakan
harga barang baru-baru ini juga membebani rakyat pekerja India. Mereka bahkan
harus kehilangan simpanan mereka yang relatif kecil. Upah tidak mengalami
peningkatan yang proporsional dengan inflasi. Sebagai akibatnya kehidupan para
buruh tak tertahankan.
Dalam sebuah wawancara, banyak buruh terutama di
Delhi yang berbicara tentang penderitaan mereka. Penghasilan mereka berkisar
antara 7000 hingga 12.000 rupe per bulan setelah kerja 12 jam dalam sehari.
Upah ini sungguh tidak cukup. Mereka menuntut kenaikan 18.000 rupe untuk bisa
memenuhi kebutuhan.
Para buruh industri juga harus bekerja dalam
kondisi berbahaya. Kebanyakan bahkan harus bekerja tanpa sistem K3
(keselamatan). Di sektor industri khususnya, yang telah berkembang pesat dalam
beberapa tahun terakhir, kematian di lokasi kerja sudah menjadi pemandangan
umum. Tapi tetap saja para buruh terpaksa bekerja dengan kondisi tersebut
karena tidak punya pilihan lain.
Pemerintahan Narendra Modi juga memperkenalkan
sistem kerja kontrak untuk membuat para kapitalis lebih mudah melakukan bisnis.
Ini berarti bahwa seorang majikan dapat mempekerjakan seorang pekerja hanya untuk
proyek tertentu atau waktu tertentu tanpa persyaratan lebih lanjut. Ini
menyebabkan eksploitasi buruh yang jauh lebih dalam, yang menghadapi kondisi
berbahaya dan upah yang sangat rendah. Serikat buruh telah menuntut diakhirinya
undang-undang ini, bersama dengan amandemen anti-buruh lainnya terhadap
undang-undang perburuhan yang ada.
Kebijakan pemerintahan Modi jelas memberi sinyal
bagi kelas buruh bahwa Modi tidak ubahnya dengan Kongres, yakni pemerintahan
sebelumnya, yang lewat kekuasaannya yang panjang itu sama sekali tidak
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh rakyat pekerja. Modi melanjutkan
kebijakan Kongres justru dengan lebih agresif dan telah menyebabkan lebih
banyak kemiskinan dan kemelaratan di antara massa rakyat.
Pelajaran untuk kita semua
Mogok adalah senjata utama buruh. Dengan mogok
buruh menunjukkan siapa yang sesungguhnya menjalankan ekonomi. Inilah yang
sekali lagi ditunjukkan oleh pemogokan nasional di India, yang menghentikan
roda gir ekonomi dan masyarakat. Cerobong asap pabrik berhenti mengepul. Bis
berhenti. Pesawat tidak terbang. Komunikasi terhenti. Inilah kekuatan buruh
yang selalu ditakuti oleh kelas penguasa. Tidak heran rejim Modi gemetar
ketakutan dan mencoba merepresinya dengan berbagai cara, termasuk menangkapi
sejumlah pemimpin buruh.
Tidak hanya itu, pemogokan buruh India juga
mendorong lapisan tertindas lainnya untuk melawan. Melihat adanya kepemimpinan
buruh dalam melawan rejim Modi, kaum tani dan mahasiswa ikut berpartisipasi.
Kegelisahan mereka mendapatkan salurannya lewat gerakan buruh. Ini menunjukkan
peran sentral kelas buruh sebagai pemimpin bangsa, yang dapat memberikan
ekspresi terorganisir bagi lapisan-lapisan tertindas lainnya. Gerakan buruh
harus secara sadar mengadopsi program tuntutan yang merangkul lapisan tertindas
lainnya: tanah untuk kaum tani; pendidikan gratis untuk kaum muda; pekerjaan
untuk mahasiswa yang baru lulus; dsb.
Pemogokan ini menunjukkan awal krisis dalam rejim
Modi. Fundamentalisme religius yang digunakan oleh rejim untuk memecah belah rakyat
pekerja sudah mulai tidak efektif di hadapan kesulitan ekonomi yang dihadapi
oleh buruh, tani, kaum miskin kota dan kaum muda. Tidak untuk selamanya agama
bisa digunakan untuk mengecoh rakyat pekerja. Pemogokan ini menyatukan buruh
dari berbagai latar belakang. Solidaritas kelas sungguh adalah senjata yang
ampuh dalam melawan fundamentalisme religius yang kerap digunakan kelas
penguasa.
Pada akhirnya, pemogokan umum selalu mengedepankan
masalah kekuasaan, dan untuk menyelesaikan ini kaum buruh membutuhkan
organisasi politik yang siap dengan program perebutan kekuasaan secara
revolusioner. Harus ada kepemimpinan yang berani melangkah lebih jauh setelah
pemogokan nasional, agar pemogokan ini tidak menyia-nyiakan keberanian dan
semangat perjuangan buruh India. Energi perjuangan buruh harus diarahkan untuk
menumbangkan rejim kapitalis yang ada dan memulai transformasi sosialis.
0 comments:
Post a Comment