Setelah runtuhnya Tembok Berlin borjuasi merayakan apa yang disebut
sebagai “Akhir dari Sejarah”. Mereka mencoba meyakinkan semua orang bahwa
kontes ideologi telah dimenangkan kapitalisme. 30 tahun setelah runtuhnya
Tembok Berlin semua dengan cepat berubah. Euforia segera menjadi suasana
pesimisme. Peringatan akan bahaya-bahaya krisis yang lebih besar di hari
mendatang mulai bersahutan, bukan dari seorang Marxis, tapi dari para pakar
ekonomi borjuis dan para ideolog pembelanya. Di mana-mana kita menyaksikan
bahwa tahun mendatang akan jauh lebih buruk dari tahun kemarin. "Aku
berkata kepadamu, jangan tertipu oleh setiap berita baik dan jangan euphoria”.
Begitu kata mereka.
Krisis 2008 belum terselesaikan sampai hari ini menimbulkan konsekuensi
yang menyakitkan. Kapitalisme hanya hidup melalui suntikan uang seperti seorang
yang ada di ruang pesakitan yang tergantung pada peralatan medis. Pertumbuhan
dan minat ekspor yang rendah berkepanjangan adalah indikator bahwa sistem ini
telah kehilangan semua kekuataannya untuk hidup. Di puing-puing reruntuhan
Tembok Berlin sekarang berdiri ancaman reruntuhan yang baru. Di Jerman sendiri
meskipun bisa menghindari krisis Euro masih menyimpan potensi krisis yang
dalam. Keterikatan antara bank-bank dan industri Jerman terhadap negara-negara
yang sedang krisis sangat tinggi, sehingga membuat tidak mungkin bagi Jerman
untuk lepas dari krisis ini.
Sebelumnya negeri-negeri di Eropa dipaksa bersaing dengan Jerman yang jauh
lebih kuat. Barang-barang dari Jerman membanjiri negeri-negeri ini dan membuat
industri-industri nasional mereka hancur. Sebelum krisis zona Euro terjadi,
bank-bank Jerman menjerat negeri-negeri di bawahnya dengan kredit. Kredit
ini memungkinkan negeri-negeri di bawahnya mampu mengimpor barang-barang
Jerman. Ini memberikan dorongan atas pertumbuhan Jerman, tapi juga sebaliknya
meningkatkan defisit bagi negeri-negeri di bawahnya. Utang publik menjerat
negeri-negeri di bawahnya yang jumlahnya sangat mengancam. Di Yunani utang
publik ini mencapai 181 persen dari PDB, Italia 132 persen dan Portugal 121,5
persen. Ekspor Jerman terus turun. Sekarang Jerman telah kehilangan
segalanya dan terkutuk atas dosa-dosanya.
Para pakar ekonomi kapitalis mengatakan bahwa dunia hari ini hampir sama
dengan kondisi yang melatar-belakangi Revolusi Oktober 1917. Tapi apa artinya?
Sebelum Perang Dunia I kita menyaksikan periode boom kapitalisme. Di mana
banyak kemajuan cepat di bidang teknologi, perkapalan dan komunikasi membuat
pasar bersatu dengan yang lain. Dengan cepat siklus ini berubah menjadi
kebalikannya. Pasar terlalu penuh. Kelas kapitalis harus mencari pasar-pasar
baru untuk menghindari krisis over produksi. Kondisi ini menghasilkan Perang
Dunia I yang merupakan perang perampokan imperialis untuk memperebutkan pasar.
Sekarang arus modal dan perdagangan telah melebihi apa yang ada sebelum
Perang Dunia I, tapi kondisi perdagangan mengalami penurunan drastis sama
seperti sebelum perang. Mereka dipaksa mencari pasar, tapi pasar yang mana?
Sedangkan pasar telah dibagi-bagi di antara mereka sendiri. Akhirnya perang
dagang menjadi upaya untuk menyelamatkan pasar mereka sendiri. Kondisi ini
hanya membuat perdagangan terus turun.
Banyak perusahaan-perusahaan mulai mengurangi para pekerjanya dan membuat
mustahil menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru. Pengangguran menjadi momok di
mana-mana. Di AS 10 juta kaum muda menganggur. Pengangguran bahkan lebih tinggi
di beberapa negera bagian Eropa, dimana lebih dari 50 persen kaum muda Yunani
dan Spanyol kehilangan pekerjaan, sedangkan di Inggris lebih dari 15 persen
tidak menemukan pekerjaan. Di Timur Tengah dan Afrika Utara 1 dari empat kaum
muda menganggur. Bila kita gabungkan semua kondisi ini, maka “Jumlah bahan yang
mudah terbakar di semua negara maju di dunia meningkat dengan sangat cepat,”
kata Lenin .
Di mana-mana ketidakstabilan ini terefleksikan ke dalam gelombang protes
yang dipelopori kaum muda. Kaum muda mulai membenci status quo. Di jantung
kapitalisme dunia, Amerika Serikat, dalam jajak pendapat terbaru mengatakan
hampir 20 persen kaum muda millenial berpikir bahwa Manifesto Komunis "lebih
menjamin kebebasan dan kesetaraan bagi semua" daripada Deklarasi
Kemerdekaan. 1 dari 5 Millenial percaya "masyarakat akan lebih baik jika
semua properti pribadi dihapuskan." Lebih dari sepertiga kaum muda
milenial AS menyetujui komunisme, menurut jejak pendapat ini. Persetujuan
terhadap ideologi ini naik 36 persen dari sebelumnya 28 persen pada 2018.
Sebelumnya juga jejak pendapat lain mengatakan bahwa 51 persen orang Amerika
yang berusia 18-29 tahun memilliki pandangan positif mengenai sosialisme.
Tapi apa yang bisa menjelaskan fenomena ini? Kapitalisme telah diguncang
oleh krisis yang berkepanjangan. Ini juga mengguncang kesadaran masyarakat dan
terutama kaum mudanya. Kaum muda millenial AS menempati bagian terbesar dari
populasi. Semenjak Krisis 2008 banyak orang kehilangan rumah, pekerjaan,
tabungan, rasa aman, dan stabilitas keuangan mereka. Kesulitan ini bertambah
dengan biaya kesehatan dan pendidikan yang terus naik. Pekerjaan mereka dengan
mudah digeser menjadi pekerja kontrak yang setiap saat rentan ter PHK. Mereka
melihat bahwa kehidupan mereka tidak lebih baik dibanding orang tua mereka.
Harapan kemakmuran mayoritas orang dihancurkan, sementara kekayaan 1% orang
teratas terus meningkat. Tidak mengherankan bila kaum muda Amerika mengutuk
kapitalisme dan beralih ke ide-ide sosialisme.
Pers-pers borjuasi mengatakan bahwa kaum muda Amerika mengalami amnesia
sejarah dan perlu dididik ulang mengenai “kekejaman komunisme”. "Amnesia
historis tentang bahaya komunisme dan sosialisme ditampilkan pada laporan tahun
ini," kata Marion Smith. “Ketika kita tidak mendidik generasi muda kita
tentang kebenaran historis 100 juta korban yang terbunuh di tangan rezim
komunis selama abad yang lalu, kita seharusnya tidak terkejut dengan kesediaan
mereka untuk merangkul ide-ide Marxis. Kita perlu melipatgandakan upaya kita
untuk mendidik anak muda Amerika tentang sejarah rezim komunis dan bahaya
sosialisme saat ini."
Orang-orang beralih ke gagasan revolusioner hanya ketika setiap mimpi
lainnya telah memudar menjadi kesedihan karena kesengsaraan. Kesengsaraan kaum
muda Amerika di bawah kapitalisme jauh lebih kuat dibandingkan propaganda
pers-pers borjuis mengenai kekejaman komunisme. Namun upaya mereka untuk
mendiskreditkan gagasan Marxisme dengan kejahatan Stalinisme tidak pernah
menipu siapapun. Stalinisme berdiri di atas basis kemunduran revolusi yang
diakibatkan keterisolasian dan keterbelakangan ekonomi Rusia. Kondisi ini
mengakibatkan bangkitnya birokratisme yang dipersonifikasi oleh rezim Stalin.
Tidak adanya demokrasi pekerja membuat kasta parasit ini mengambil
keuntungan atas capaian revolusi. Birokrasi mencekik kehidupan pekerja sehingga
pekerja tidak mampu menjalankan kontrol atas masyarakat. Oleh karenanya
Stalinisme dan negeri-negeri satelit mereka di Eropa Timur lebih dekat pada
rezim totaliter dibanding sosialisme. Kenyataannya ini bukan Marxisme melainkan
karikaturnya yakni Stalinisme.
Kaum muda masih belum memahami sepenuhnya mengenai sosialisme, dan kata
“sosialisme” masih menjadi pertanyaan terbuka. Kebanyakan yang mereka pahami
mengenai sosialisme adalah semacam “kapitalisme manusiawi”, yakni
kapitalisme yang fitur jeleknya telah dihilangkan. Sebuah sistem kontrol sosial
terhadap perawatan kesehatan dan pensiun yang menghendaki pajak terhadap
orang-orang kaya. Pengertian terhadap sosialisme seperti ini adalah radikal
dalam benak kaum muda Amerika yang baru terbangunkan oleh krisis. Ini adalah
revolusi yang sedang menyelinap dalam kesadaran kaum muda yang tampil dalam
bentuk kasarnya.
Seiring dengan menajamnya krisis, pertanyaan ini akan segera berubah
menjadi masalah kelas: reformasi atau revolusi; Bernstein atau Lenin. Mereka
akan segera memahami bahwa sebuah pemerintahan sosialis bukan memindahkan
batu-batu ke perbatasan, tetapi melemparkannya jauh ke laut. Kondisi dunia hari
ini ditandai oleh gejolak politik, krisis ekonomi, dan ketegangan geopolitik
yang mengarahkan kita meninjau kembali Lenin. Guratan-guratan sejarah telah
menunjukkan alur yang jelas. Kami telah melihat alur Lenin telah ditabur dengan
benih kehidupan baru umat manusia yang tidak dapat dihancurkan. Cepat atau
lambat kaum muda akan memahaminya.
Selamat
datang kembali, Lenin!
0 comments:
Post a Comment