Showing posts with label Socialism. Show all posts
Showing posts with label Socialism. Show all posts
Saturday, April 24, 2021 0 comments

Emansipasi Kesadaran dari Kapitalisme Pengawasan

 


Pada awal tahun, objek kesadaran kita juga disuguhkan dengan berita banjir di Jakarta yang merugikan kelas atas sampai kelas bawah. Tentu yang paling dirugikan adalah kaum miskin kota. Selain berita soal banjir, kesadaran publik juga dibanjiri berita-berita dengan bingkai optimisme nasional. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, pemindahan ibu kota ke Kalimantan, turisme VIP untuk Labuan Bajo, dan rencana penyelenggaran PON oleh Gurbernur Papua Lukas Enembe yang digadang akan menghabiskan dana sebesar 10-15 triliun.

Wednesday, January 27, 2021 0 comments

Konsep Sosialisme Marx (Bagian II)

Kritik terhadap Marxis Jerman

Pembahasan lebih lengkap tentang masyarakat pasca-kapitalis dari Marx, yang mengembangkan komentarnya tentang masyarakat baru di Capital, terletak dalam karyanya Critique of the Gotha Program tahun 1875. Karya ini memuat kritik tajam terhadap “Marxis” Jerman di masa itu yang menyepakati penyatuan organisasional dengan partai sosialis yang didirikan Ferdinand Lassalle. Lasalle sebelumnya dikecam Marx sebagai “diktator masa depan kelas pekerja.” Marx menyadari bahwa pengikutnya sendiri menderita kecacatan konsepsi yang akut mengenai alternatif terhadap kapitalisme.

Marx secara langsung menentang kegagalan Program Gotha “untuk membahas keadaan masa depan dari masyarakat komunis” (MECW 24:95). Dengan melakukan itu, ia membedakan fase komunisme yang lebih tinggi dan fase komunisme lebih rendah. Kata “sosialisme” tidak pernah muncul di dalam Critique, karena bagi Marx sosialisme

Thursday, January 21, 2021 0 comments

Konsep Sosialisme Marx (Bagian I)

 

Meskipun karya Marx terus memberi pengaruh sangat besar terhadap perdebatan mengenai watak kapitalisme, ada satu dimensi kerangka berpikirnya yang paling jarang diteorikan yaitu perihal konsepsinya tentang bentuk masyarakat yang akan menggantikan kapitalisme. Meskipun Marx tidak pernah memfokuskan diri membuat karya khusus yang membahas kehidupan setelah kapitalisme, sebagian besar karena keengganannya terlibat dalam refleksi utopis dan spekulatif soal masa depan, kritiknya secara khusus perihal pusat realitas kapitalisme—seperti karakter ganda dari kerja, waktu kerja yang diperlukan secara sosial, serta hukum soal nilai dan nilai lebih—mengisyaratkan suatu bentuk relasi sosial di masa depan yang jauh lebih membebaskan daripada yang disadari secara umum.

Berbagai perdebatan dan diskusi sejak 2018 lalu yang mengiringi perayaan 200 tahun kelahiran Karl Marx telah menyediakan kesempatan berharga bagi pengujian kembali terhadap berbagai aspek politik dan filosofis dari peninggalan Marx yang sebelumnya terbengkalai. Yang paling utama di antaranya ialah sejauh mana kerangka berpikir Marx memberikan sumber daya konseptual untuk mengembangkan energi emansipatoris yang layak menghadapi kapitalisme di abad 21.

Friday, January 15, 2021 0 comments

Kapitalisme Merusak Sains

 

Marketisasi merangkak telah menciptakan insentif yang merugikan bagi para peneliti – korupsi besar-besaran yang terus mengancam sains itu sendiri.

 Universitas sudah eksis sebelum kapitalisme. Dalam kehadirannya, ia terkadang menolak untuk patuh kepada dikte pasar kapitalis, memilih untuk mengejar kebenaran dan pengetahuan ketimbang profit. Akan tetapi, kapitalisme melahap apapun yang bisa ia lahap. Sementara kapitalisme terus melebarkan dominasinya, menjadi sedikit mengejutkan bahwa universitas modern semakin patuh kepada apa yang disebut Ellen Meiksins Wood “dikte pasar kapitalis – imperatif kompetisi, akumulasi, maksimalisasi laba, dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.”

Di dunia akademis, imperatif pasar kapitalis memanifestasikan dirinya dalam cara yang terlihat: publish atau binasa, funding atau paceklik.

Tanpa investasi publik, universitas-universitas dipaksa untuk sesuai dengan aturan sektor swasta, yaitu, beroperasi layaknya bisnis. Dalam bisnis, tentu saja, segalanya adalah tentang hasil akhir keuangan (bottom line) –

Wednesday, December 9, 2020 0 comments

Membayangkan Ekonomi Dunia Setelah Korona


 “Modal bukanlah benda, melainkan proses yang hanya ada dalam gerak. Ketika sirkulasi berhenti, nilai lenyap dan keseluruhan sistem menjadi runtuh. …

Tidak ada kapitalisme tanpa gerak.”

—David Harvey, A Companion to Marx’s Capital, 2010, 12

PERUBAHAN besar sedang terjadi di seluruh dunia. Kekayaan dari sebuah dunia di mana moda produksi kapital-finansial mendominasi tampil dalam wujud unggunan surat-surat: kontrak dagang, kontrak kerja, kontrak kerjasama finansial. Seluruh surat-surat itu ditutup dengan sebuah pasal tentang keadaan kahar (force majeure): “apabila terjadi hal-hal yang berada di luar kendali para pihak, maka perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku selama hal-hal itu terjadi.” Seorang pekerja tidak bisa dituntut untuk terus bekerja seturut kontrak apabila, misalnya, gempa bumi menelan habis pabriknya. Perekonomian dunia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan kahar itu: COVID-19. Berbeda dengan keadaan kahar biasanya, kali ini kita menghadapi sebuah keadaan kahar universal, suatu universal state of exception.

Wednesday, November 18, 2020 0 comments

Korona dan Kerala: Belajar dari Negara Bagian Merah di India


SEPERTI Amerika Serikat (AS), India menggunakan federalisme sebagai fondasi sistem pemerintahannya. Namun berbeda dari Amerika Serikat, warna merah di India tidak digunakan untuk menggambarkan negara bagian yang dikuasai oleh Partai Republik yang berhaluan konservatif, melainkan mengacu pada Communist Party of India (CPI)dan Communist Party of India (Marxist) (CPI(M)), dua partai kiri yang selama dua dekade terpilih untuk memimpin negara bagian Kerala. Berbeda juga dengan rezim Partai Republik AS di tingkat lokal dan nasional yang terkenal suka memangkas anggaran sosial, pemerintahan kiri di Kerala justru berhasil meningkatkan tingkat partisipasi warga dan menjamin berbagai layanan sosial bagi warganya. Kali ini, saya bermaksud untuk membahas kiprah pemerintahan kiri di Kerala, terutama dalam masa pandemic COVID-19, tepatnya di tengah lockdown atau kuncian sementara yang sangat ketat dilancarkan oleh pemerintah pusat India pada 25 Maret 2020 hingga 30 Juni nanti.

Semenjak penerapan kebijakan lockdown, India mengalami guncangan domestik yang cukup serius. Berbagai permasalahan bermunculan ke permukaan, seperti isu kesenjangan sosio-ekonomi serta konflik dan kekerasan komunal terkait kasta dan agama. Wabah virus Korona semakin memperparah persoalan-persoalan ini. Kemudian, kebijakan lockdown yang ketat yang telah diterapkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi yang berkuasa sekarang, dilakukan secara sembrono. Kebijakan ini menimbulkan dampak yang berbahaya bagi berbagai lapisan masyarakat, khususnya kelompok-kelompok rentan dan buruh migran yang menjadi ‘tumbal’ dari percobaan skala besar dengan harga nyawa manusia, seperti yang diilustrasikan oleh penulis Arundathi Roy (2020).

Wednesday, November 11, 2020 0 comments

Kapitalisme ‘Mereproduksi’ Pandemi

 

Namun, janganlah kita terlalu bangga atas penaklukan-penaklukan kita terhadap alam. Karena masing-masing penaklukan itu berbalas-dendam terhadap kita. Setiap kejayaan, memang benar, di tempat pertama hasilnya memenuhi ekspektasi kita, tetapi di tempat kedua dan ketiga efeknya sangat berbeda, tak terduga, dan seringkali hanya membatalkan yang pertama. (Friderich Engels, The Part Played by Labour in the Transition from Ape to Man, 1876)

Korban terpapar Coronavirus disease-19 (Covid-19) terus berjatuhan. Hingga 6 April 2020,  1.285.257 manusia terinfeksi dan 70.344 diantaranya meninggal. Para pejabat Indonesia awalnya meremehkan sambil berkelakar.[1] Banyak tokoh nonpejabat juga membuat pernyataan menyesatkan.[2] Saat virus mulai merenggut korban jiwa, semua gelagapan. Petugas medis bekerja kewalahan tanpa perlindungan. Revisi-revisi pernyataan antarpejabat terjadi. Desa-desa dan Daerah-daerah berinisiatif lockdown, Pusat melarangnya demi ekonomi investasi.[3] Hingga kini, 22 dokter meninggal dan lebih dari seratus pekerja medis terinfeksi. Sedikitnya data korban versi Kementerian Kesehatan makin tak masuk akal, sampai-sampai Pemerintah daerah hingga Badan Nasional Penganggulangan Bencana terang-terangan menyangkalnya.

Thursday, November 5, 2020 0 comments

Coronavirus, Krisis dan Akhir Neoliberalisme

Tiba-tiba, kita melihat dunia yang berubah. Jalan-jalan kosong, toko-toko tutup, langit cerah tak seperti biasanya, dan meledaknya jumlah korban jiwa. Ini semua belum pernah terjadi di depan mata kita.

Di mana-mana, berita ekonomi mengkhawatirkan. Pandemi COVID-19 memicu kontraksi ekonomi paling dalam dan tajam sepanjang sejarah kapitalisme.[1] Mengutip Manifesto Komunis, semua yang padat telah mencair ke udara: ‘globalisasi’ menjadi terbalik; rantai pasokan yang panjang, yang sebelumnya merupakan satu-satunya cara ‘rasional’ untuk mengatur produksi, telah runtuh dan perbatasan (antar negara) yang sangat ketat telah mencair; perdagangan telah menurun secara drastis, dan perjalanan internasional menjadi sangat dibatasi. Dalam hitungan hari, puluhan juta pekerja menjadi pengangguran, dan jutaan bisnis kehilangan karyawan, pelanggan, pemasok, dan lini kredit (credit lines) mereka.[2]

Beberapa negara memperkirakan kontraksi PDB akan diukur dalam dua digit, dan sebuah antrian panjang dari sektor-sektor terdampak mendorong pemerintah melakukan bailout. Di Inggris saja, bank, kereta api, maskapai penerbangan, bandara, sektor pariwisata, badan amal, sektor hiburan, dan universitas berada di ambang kebangkrutan. Belum lagi para pekerja yang terlantar serta para wirausaha (secara nominal), yang kehilangan segalanya karena guncangan ekonomi yang bahkan belum terasa sepenuhnya.[3]

Friday, October 16, 2020 0 comments

Prakerja, Cilaka, Minerba: Memanjakan Kapitalis, Menindas Pekerja

 

Virus Covid-19 tak hanya cepat menular dan membunuh manusia. Ia juga dengan gesit menggerogoti jantung perekonomian kapitalisme. Imbasnya, kapitalis tidak mempunyai jalan lain selain memecat sepihak buruhnya demi mengantisipasi kebangkrutan. Mayoritas buruh dipecat tanpa diberi pesangon. Mereka kemudian berduyun-duyun ke jalan, menggalang aksi menuntut pesangon serta nasib mereka kelak.

Dalam situasi kalut itu, pemerintah lalu meluncurkan kartu prakerja, yang sebenarnya merupakan program Jokowi dalam kampanyenya setahun silam. Kartu ini diharapkan menjadi solusi mengentaskan masalah para buruh sekarang.

Pada saat bersamaan, pemerintah juga mengesahkan RUU Minerba yang telah dibahas oleh panja RUU Minerba Komisi VII DPR RI dari Februari-Mei. Selain itu, pemerintah juga membahas RUU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) atau Cika. Kedua RUU tersebut ditargetkan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan guna mengatasi pengangguran.

Wednesday, September 23, 2020 0 comments

Upaya Kuba Bersolidaritas Melawan Corona

 

Beberapa bulan terakhir manusia dihadapkan oleh kenyataan bahwa dirinya tak sekuat yang dibayangkan selama ribuan tahun. Suatu kekuatan tak kasat mata yang enggan diusir lewat mantra dan jampi-jampi kini berdiri di ambang pintu peradabannya. Virus. Ia pernah menghantui bumi beberapa kali dengan berbagai wujudnya, namun tak semengerikan hari ini. Sampai tulisan ini diketik, virus korona yang sempat diremehkan mulai unjuk gigi menampar keangkuhan manusia dengan mencabut puluhan ribu nyawa. Generasi ini menyaksikan langsung kekuatannya yang menyapu berbagai ibukota dunia, yang biasanya bergelimangan cahaya lampu kini bagaikan kota hantu. Sihirnya memblejeti kemahsyuran kapitalisme. Perekonomian dan panggung politik makin terguncang, dan rakyat pekerjalah yang tetap terkena imbasnya.

Ketika segenap penduduk bumi bersiaga, negara-negara mulai kewalahan dengan jumlah korban jiwa, satu negara pulau di sebelah utara Karibia tak gentar dan malah berani ambil sikap. Pertengahan Maret 2020, kapal pesiar MS Braemar dari Britania Raya dengan kurang lebih 700 penumpangnya ditolak merapat di setiap pelabuhan di kepulauan Karibia karena diduga membawa penumpang yang terinfeksi virus korona. Aneh tapi nyata, Kuba malah mempersilahkan kapal tersebut bersandar di Havana. Selain membantu evakuasi mereka pun mengirimkan tenaga medis untuk menanganinya. Setelah itu mereka bahkan menerbangkan tenaga medisnya ke Italia dan Spanyol.

Thursday, September 17, 2020 0 comments

Jejak Ketua Mao dalam Kitab Gerilya TNI 

            SEBUAH tesis setebal 156 halaman diuji pada 1 Juni 2001 dan dinyatakan lulus. Penulisnya, Michael Boden, kembali memperoleh titel master setelah mendapat yang pertama dari Vanderbilt University pada 1997.

Penelitian Boden menguak kiprah Friedrich Engels sebagai pemikir dan praktisi militer. Dalam bab pembuka, ia memaparkan betapa besarnya jarak antara Engels dan kolaboratornya, Karl Marx, ketika membicarakan perang. Engels selalu menapak di bumi. Sementara Marx selalu melontarkan “argumen khas debat kusir yang sama sekali tak menyentuh pertimbangan rasional militer”.

Ketika membahas Pertempuran Września, misalnya, Marx hanya mampu merutuki kelicikan balatentara Prusia: “Serdadu Prusia kabur ke tempat di mana mereka bisa memuntahkan pelor, granat berisi 150 biji gotri, dan peluru meriam, padahal yang mereka hadapi cuma tombak dan sabit yang niscaya tak efektif dipakai dari jauh”.

Wednesday, September 2, 2020 0 comments

Agama adalah Candunya Orang-orang

 PERNAH dengar kutipan di atas? Kutipan terkenal itu diambil dari pembukaan salah satu paragraf dalam artikel Karl Marx yang berjudul A Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Rights (1843). Kalimat ini sering ditemui di beberapa literatur dari yang kekiri-an hingga yang kekanan-an. Seakan menjadi quotes identik dan selalu tersemat apabila mengingat nama Marx. Namun apa betul beliau menyatakan demikian? Soal intensi atau perasaan pribadi beliau, saya cuma bisa bilang wallahu a’lam bish-shawab. Pada kenyataannya memang tertulis demikian. Lantas apa dengan begitu kita ikut mengiyakan bahwa agama adalah candu bagi orang-orang? Karena kontroversial bukan kepalang pernyataan tersebut, apalagi di sini, di Indonesia. Di sinilah letak persoalan obrolan kita, soal kutip mengutip. Sebelum kita menjawab pertanyaan tadi, mari ngobrol sedikit soal kutipan atau biasa disebut quotes.
Saturday, August 29, 2020 0 comments

Keberadaan Kelas Menengah dan Borjuis Kecil

Pendahuluan

JIKA Anda diminta untuk membedakan antara Harimau Sumatera dan Harimau Siberia, saya yakin Anda akan dengan mudah melakukannya. Cukup melihatnya di ensiklopedi hewan atau wikipedia. Selain berbeda subspecies, sifat dan ciri fisik mereka pun dapat diklasifikasi perbedaannya. Namun bagaimana bila Anda bertemu dengan harimau di tengah hutan? Dapatkah Anda langsung mengenalnya? Bisa, tapi bagi orang awam dan bukan pawang atau ahli harimau tentu saja sulit. Sehingga kita cenderung menyamakan harimau tersebut menjadi harimau saja. Hal ini menjadi sama ketika kita membicarakan persoalan kelas menengah. Lalu mengenai kelas yang lain seperti borjuis kecil kita cenderung memasukkan mereka ke dalam dua kelas dominan kapitalis-proletar atau bahkan sering melupakannya.

Thursday, August 20, 2020 0 comments

Moral Komunis

 ADAKAH suatu teori Marxis mengenai moral? Perlukah seorang Kiri berbicara mengenai moralitas? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan sejumlah pokok bahasan yang menjadi bahan diskusi dan debat yang intens di berbagai lingkaran-lingkaran intelektual.

Setidaknya ada dua sangkaan mengenai posisi moralitas dan dalam korpus pemikiran Marxis dan implikasinya. Yang pertama adalah sangkaan konservatif, yang menganggap bahwa 1) tidak ada ruang mengenai pembahasan moralitas dalam korpus Marxisme atau 2) prinsip utama moral politik Kiri adalah sebentuk Machiavellianisme yang vulgar, yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan politiknya. Implikasinya, menurut pembacaan yang juga khas bernuansa Perang Dingin ini, adalah bahwa ujung dari penerapan Marxisme dalam politik adalah rezim-rezim Stalinis dengan segala macam permasalahan dan dosanya.

Wednesday, August 19, 2020 0 comments

Membuka Lagi Buku Das Kapital

SEBAGIAN dari Anda yang sering membaca buku dan juranal ilmiah tentang Ekonomi politik barangkali kerap menemukan istilah pekerja, kapitalis, laba, eksploitasi, nilai-lebih, akumulasi, fetisisme, kapital, alienasi dan lain-lainnya. Tapi apakah Anda betul-betul memahami makna dari istilah tersebut? Membaca beragam istilah tersebut, jujur saja saya pribadi terkadang mesti mencarinya di Google atau bahkan membuka buku lainnya untuk memahami maknanya.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa istilah semacam itu agak sulit dipahami secara langsung, apalagi untuk mereka yang jarang membaca tulisan-tulisan bertema teori atau kajian spesifik tertentu. Mengapa demikian? Sebab, kata-kata itu mewakili suatu kenyataan yang dirangkum ke dalam satu atau dua kalimat tertentu agar lebih mudah dipahami oleh orang lain – dalam arti lain kata-kata itu merupakan perwujudan dari sebuah konsep. Inilah yang sering ditemukan ketika kita membaca karya tulis atau artikel ilmiah, entah itu ilmu alam ataupun ilmu sosial. Dalam ilmu alam contohnya, kata evaporasi dan kondensasi memiliki arti yang berbeda. Jika evaporasi merupakan proses penguapan yang mana molekul dengan bentuk cair menjadi bentuk gas, maka kondensasi adalah proses yang sebaliknya.

Wednesday, August 12, 2020 0 comments

Masih Relevankah Membaca Das Kapital Pada Membaca Situasi Saat Ini?

            Das Kapital merupakan bacaan yang tak asing bagi Anda yang gemar membaca literatur bertema ekonomi dan politik. Buku ini berisi kritik atas teori serta sistem ekonomi kapitalisme yang ditulis oleh Karl Marx satu setengah abad yang lalu. Volume pertamanya terbit pertama kali pada tahun 1867 dan dua volume selanjutnya dilanjutkan lalu diterbitkan pada tahun 1885 serta 1889 oleh kawan baiknya, Friedrich Engels.

Apabila Charles Darwin menulis Origin of Species untuk menjelaskan asal-usul kehidupan mahkluk hidup di bumi, Marx menjelaskan asal-usul sistem ekonomi yang menjadi landasan kehidupan dunia modern lewat Das Kapital. Dari banyaknya tulisan Marx-Engels, buku ini merupakan kunci yang menghantarkan kita kepada pintu realitas riil dari cara kerja sistem kapitalisme. Lalu bagaimana untuk Anda yang jarang bersentuhan dengan kajian ekonomi dan politik? Buku tebal berisi ribuan kata dan rumus itu sudah pasti tak mencuri perhatian Anda. Apabila disejajarkan karena ketebalannya, ketimbang membaca Das Kapital tentu saja Anda pastinya lebih memilih membaca buku A Song of Ice and Fire alias Game of Thrones.

Thursday, August 6, 2020 0 comments

Konsepsi Marx tentang Komunisme (Bagian II)


I.                   Komunisme sebagai Perserikatan Merdeka

DALAM Kapital, Volume I, Marx berargumen bahwa kapitalisme adalah suatu moda produksi sosial yang ‘terdeterminasi secara historis’, di mana produk kerja ditransformasikan menjadi komoditas, dengan akibat bahwa individu-individu hanya dinilai sebagai produsen, dan keberadaan manusia ditundukkan pada kegiatan ‘produksi komoditas’. Karenanya, ‘proses produksi’ telah ‘menguasai manusia, bukannya dikontrol olehnya’. Kapital ‘tidak peduli sama sekali pada panjangnya kehidupan buruh’ dan tidak menganggap penting peningkatan kondisi kehidupan kaum proletar. Kapital ‘mencapai tujuan ini dengan memperpendek usia buruh, seperti halnya petani yang serakah mengambil lebih banyak hasil panen dari tanah dengan mencuri kesuburannya’.

Dalam Grundrisse, Marx menyebut bahwa dalam kapitalisme, ‘karena tujuan kerja bukanlah untuk menghasilkan produk tertentu [dalam hubungan dengan] kebutuhan-kebutuhan spesifik individu, melainkan untuk mendapatkan uang […],

Saturday, August 1, 2020 0 comments

Konsepsi Marx tentang Komunisme (Bagian I)


I.                   Di mana dan Mengapa Marx Menulis tentang Komunisme

MARX menetapkan bagi dirinya sendiri tugas yang sepenuhnya berbeda dengan kaum sosialis sebelumnya; prioritas mutlaknya adalah ‘menyingkapkan hukum gerak ekonomi masyarakat modern’. Tujuannya ialah mengembangkan kritik menyeluruh atas moda produksi kapitalis, yang akan mendukung kaum proletar, subjek revolusioner yang utama, dalam menggulingkan sistem sosial-ekonomi yang ada sekarang.

Selain itu, karena ia sama sekali tak berharap untuk menciptakan agama baru, Marx menahan diri untuk tidak mempromosikan gagasan yang menurutnya secara teoretis tidak berfaedah dan secara politis kontra-produktif: model universal masyarakat komunis. Karena alasan inilah, dalam ‘Penutup Edisi Kedua’ (1873) dari Kapital, Volume I (1867), ia menjelaskan bahwa dirinya tidak punya minat untuk ‘menulis resep-resep bagi toko-toko masakan di masa depan’. Ia juga menerangkan maksud pernyataan terkenal ini dalam ‘Catatan-Catatan Kecil untuk Wagner’ (1879-80), di mana sebagai respon atas kritik dari ekonom Jerman Adolph Wagner (1835-1917), ia menegaskan bahwa dirinya tak pernah ‘menegakkan suatu ‘sistem sosialis’.

Wednesday, July 22, 2020 0 comments

Jalan Terbuka Materialisme Historis

            Setelah beberapa bulan membahas krisis COVID-19 dan Gerakan Black Lives Matter, kali ini saya baru berkesempatan untuk memberikan tanggapan atas analisis yang sangat apik dari Hendra Manggopa. Alangkah bahagianya ketika mengetahui bahwa tulisan saya dibaca dan ditanggapi oleh salah satu intelektual libertarian kanan Indonesia yang ahli dalam tradisi pemikiran Mazhab Austria.

Dalam tulisan di website Suara Kebebasan yang berjudul Jalan Buntu Materialisme Historis, Hendra Manggopa mengupas cara berpikir khas Marxian yaitu materialisme historis. Selain itu, dia juga meringkas soal bagaimana masyarakat kapitalisme dijelaskan lewat Das Kapital Volume I (1867) oleh Marx. Rangkuman apik ini bersepakat dengan analisis libertarian kanan Djohan Rady, Marxisme: Narasi Ideologis yang Tak Faktual bahwa menurutnya Marxisme adalah narasi ideologis ketimbang kajian sosial ilmiah yang mempunyai basis material dan empiris. Klaim inilah yang kiranya menarik untuk dibahas.

Thursday, July 16, 2020 0 comments

Siapakah Lumpen-proletariat?

 RAKYAT miskin, terutama mereka yang tidak menjadi bagian dari kelas pekerja, merupakan salah satu objek diskusi yang mungkin masih penuh dengan ketidakjelasan dalam tradisi Marxisme (lihat Bussard 1987; Draper 1972). Ini terutama terkait dengan ekspresi politik mereka, yang dalam tulisan Karl Marx dan Friedrich Engels sering disebut dengan nada negatif dan peyoratif sebagai lumpen-proletariat. Pengertian umum, terutama yang mengacu pada Manifesto Komunis (1848), amat tegas menyebutkan lumpen-proletariat sebagai kelas yang reaksioner, konservatif, dan berbahaya bagi perjuangan kelas karena mereka mudah disuap untuk mendukung kepentingan kelas kapitalis. Tapi apa dan siapa sebenarnya yang disebut oleh Marx sebagai lumpen-proletariat? Mengapa Marx dan Engels amat sinis menjelaskan peran politik lumpen-proletariat dalam masyarakat kapitalis?

Para teoretisi Marxis selama ini telah keliru memahami lumpen-proletariat sebagai kelompok sosial (underclass, non-kelas) dengan bentuk keagenannya yang spesifik, yakni yang reaksioner dan berbahaya. Kekeliruan itu sama persis dengan pandangan yang secara eksklusif menempatkan kelas pekerja sebagai agen transformatif yang utama dan satu-satunya.

 
;