Wednesday, February 5, 2014

Bahasa Indonesia Seperti Menjadi Bahasa Kedua DInegeri Sandiri


Sebenarnya kita hidup di negara mana ? Indonesia atau negara bagian Indonesia ? Coba kamu jalan-jalan sejenak ke pusat kota di mana saja di negara ini. catat berapa banyak tempat usaha, kantor swasta(negeri juga), tempat belanja, iklan di pinggir jalan, pokoknya semuanya, ada berapa banyak yang menggunakan bahasa Indonesia?
Padahal dulu para pendahulu kita yang mengikuti Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 telah berikrar yang sekarang dikenal sebagai Sumpah Pemuda, Berbangsa satu bangsa Indonesia, Berbahasa satu bahasa Indonesia, Bertanah air satu tanah air Indonesia dan di Undang undang dasar 1945 di sebutkan juga tentang perlunya menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia namun apa yang terjadi sekarang?
Media baik cetak maupun elektronik yang seharusnya menjadi agen kampanye bahasa Indonesia apa lacur atas nama globalisasi malah semakin menyudutkan bahasa Indonesia seperti menjadi bahasa kedua di negeri sendiri. Begitu banyak judul, nama, program acara,gedung, perumahan, nama toko, nama bank, yang notabene di buat dan di miliki oleh orang kita sendiri malah lebih bangga menggunakan bahasa dan istilah asing. Mereka-mereka beralasan atas nama modernisasi dan globalisasi, serta gaya hidup dan gengsi.

Harusnya kita Mencontoh negara Jepang yang dengan bangga mencantumkan huruf dan bahasa mereka di atas bahasa dan istilah asing. kalaupun itu sarana umum atau tempat wisata yang banyak di kunjungi oleh turis asing bahasa utama tetap di cantumkan besar-besar sedang bahasa asing sebagai terjemahannya di cantumkan di bawahnya lebih kecil.
Pada era pemerintahan Soeharto ada pencanangan Gerakan Cinta bahasa Indonesia di mana para pengusaha dan warga di anjurkan menggunakan bahasa Indonesia di segala bidang. Terjadilah perubahan besar-besaran dalam dunia usaha di Indonesia. Pengusaha-pengusaha yang tempat usahanya tadinya menggunakan istilah asing mereka lalu beramai-ramai merubahnya menjadi bahasa Indonesia. seperti Perumahan mewah, pasar swalayan, tempat makan, dll.
Namun hal itu hilang setelah reformasi datang, para elit lebih sibuk berebut kue kekuasaan. Maka tak heran apabila salah satu Bank Pemerintah di negeri ini keliru menyingkat arti di kotaku (di kota lain aku tidak tahu apakah sama) ada sebuah Bank Pemerintah,yang menulis besar balihonya dengan BANK BRI, seperti kita ketahui BRI adalah singkatan dari Bank Rakyat Indonesia, ketika di depan huruf di tulis lagi kata BANK maka akan menjadi BANK BANK RAKYAT INDONESIA.

Sungguh sebuah ironi memang, Bukan hanya bahasa Indonesia saja yang seakan menjadi bahasa kedua, akan tetapi budaya, cara berpakaian, makanan, gaya hidup, tingkah laku dan bahkan permainan khas indonesia pun seakan luntur digantikan dengan budaya asing. Bukan hanya dari segi pemakaian saja, dari sisi pendidikan pun jam pelajaran bahasa indonesia lebih sedikit diberikan kepada siswa abila dibandingkan dengan jam pelajaran bahasa asing. Apabila dibiarkan terus menerus maka bangsa ini akan hilang identitasnya sebagai negara Indonesia.
Oleh karna itu kita sebagai pemuda(mahasiswa/mahasiswi) sewajarnya untuk bangga menggunakan bahasa persatuan bangsa, bahasa indonesia.

2 comments:

yahya ekananta said...

yang namanya singkatan yaudah sih... Bank BNI, Bank BII, bank dll... so what puut???wkwkwkwk

Pejalan Sunyi said...

lho kan kita diajari dari kecil berbahasa indonesia yang baik dan benar, lalu saat sudah besar, kita lupakan gitu bahasa nasional kita,, seharusnya mereka yang berpendidikan tinggi memberi contoh kepada rakyat dong...

Post a Comment

 
;