Malam semakin lama semakin gelap, aku ditemani segelas kopi cappuccino dan aku duduk didekat jendela kamarku. Aku melihat keluar jendela kamarku Seperti biasa malam ini hujan turun lagi, sambil mendengarkan lagu lembut dari Kenny G, dan sesekali playlist di pemutar musik berganti dengan petikan gitar Depapepe yang santai. Membuat suasana diluar damai menentramkan.
Hujannya Tidak deras, hanya gerimis. Itupun jarang-jarang, tetapi sudah
cukup untuk membuat indah kerlip lampu. Aku menghela napas panjang. Tanganku
perlahan menyentuh kaca jendela yang berembun. Dingin seketika menyergap ujung
jariku, mengalir melewati telapak tanganku, menuju siku, pundakku, dan berakhir
dihatiku.
Membekukan semua perasaan ini.
Mengkristalkan semua ingatan ini.
Aku pun tak tahu apa yang terjadi denganku malam ini, entah
karena apa atau apa aku salah makan atau apa, entah apa, kepalaku penuh dengan
pertanyaan. Dan hatiku gelisah, hanya melamun dan menunggu. Tapi entah apa yang
aku lamunkan dan entah apa yang aku tunggu. Berulang kali aku melihat layar
dihp yang tergeletak tak jauh dari jangkauan tanganku.
Berulang kali aku melihat jam dinding yang berada diatas pintu
yang terbuat dari kayu jati itu, yang selalu berdetak keras dibatang ingatanku,
dan diapun memberitahukan aku bahwa sudah 3 jam aku duduk termangu disini.
Aku mulai merasakan sesuatu yang aneh padaku malam ini,
setelah melihat detikan jam yang pelan dan konstan. Aku mulai merasakan semua
yang berada disekitar ku mulai ber gerak perlahan, setitik debu yang jatuh
perlahan yang mendapatkan gaya gravitasi bumi, yang benyebar diseluruh ruang
kamar, membeku dan berlahan jatuh di ujung jariku.
Berulang kali aku melihat jam dinding yang berada diatas pintu
yang terbuat dari kayu jati itu, yang selalu berdetak keras dibatang ingatanku,
dan diapun memberitahukan aku bahwa sudah 3 jam aku duduk termangu disini.
Aku mulai merasakan sesuatu yang aneh padaku malam ini,
setelah melihat detikan jam yang pelan dan konstan. Aku mulai merasakan semua
yang berada disekitar ku mulai ber gerak perlahan, setitik debu yang jatuh perlahan
yang mendapatkan gaya gravitasi bumi, yang benyebar diseluruh ruang kamar,
membeku dan berlahan jatuh di ujung jariku.
Memperhatikan butiran air yang turun satu persatu, menyentuh
dasar tanah. Benar-benar perlahan. Tanpa suara. Bahkan aku mampu mendengar
luruhnya partikel air yang mendarat pelan di ujung rumput hijau itu, dan kini
aku dapat melihat setetes air itu memantulkan cahaya lampu jalanan,
membelokkanya membuat pelangi indah disekitar air di ujung rumput itu, penuh
warna, membekukan bibirku untuk berkata, sudah berulang kali, tanpa aku sadari
sudah berulang kali.
-o0o-
Aku merebahkan badanku di atas kasur yang keras ini dan
melihat lampu yang menempel dilangit-langit kamarku, bersinar terang. Posisiku
ini sama seperti 2 tahun lalu, saat pertama kali aku melihatnya, pertama kali
aku melihat senyum yang menyejukkan itu, dan pertama kalinya pula aku melihat
mata yang penuh ketulusan, menandakan kerendahan hati dan penuh kedamaian.
“Wildan, surat permohonan izin mengadakan kegiatan untuk
kepala desa kamu taruh dimana…?” suara cempreng temanku satu organisasi
mengganggu tidur siangku.
“aku taruh ditempat biasa, didalam almari sekertaris,” sambil bangun
dari tidur siangku, menjawab dengan masih setengah nyawaku melayang dialam
mimpi. “ah.. kamu menggangu aja ren” aku menembahi jawabanku tadi dengan masih
menguap karena masih mengantuk.
“lagian kamu tidur aja dari tadi , sini turun bantuin aku
memisahkan berkas-berkas yang mau disebar…!” dengan wajah sok merintah reni
mengancamku.
“iye..iye lagian aku semalaman nggak tidur gara-gara bikin
design kartu peserta dan kartu panitia buat kegiatan besok…” aku masih duduk
diatas tempat tidur yang sengaja ditaruh diatas almari karena untuk menghemat
tempat disekre pramuka kami yang kecil.
“iya aku tahu…tapi kan ini seharusnya jadi tugas kamu yang
jadi sekertaris umum, cepet buruan turun…!!!” seperti biasa dengan suara
kerasnya ditambah wajahnya yang serem reni dengan watak kerasnya yang cocok
jadi Danlap(Komanndan Lapangan) cewek membuat takut semua orang yang
dibentaknya.
“ampun bos.. iya laksanakan” dengan logat ku yang sukanya
bercanda.
“assalamualakum wr.wb” suara lembut seperti salju terdengar
dari ruang depan sanggar.
“walaikum salam wr.wb, eh mbak nisa apa kabar mbak..?” sapa reni
dengan lembut berbeda saat berteriak kepada ku.
Reni menyapa seorang kakak kelas dan juga menjadi eks dewan
kepramukaan disma ku, sosok wanita agak tomboy, berkulit putih, kacamata
berframe hitam tipis, cocok dengan warna bola matanya, dengan siluit cahaya
matahari dari arah pintu menyempurnakan suasana, suaranya pun hangat dan
ramah,.
“baik kok, hmmm lagi ngapain ini, ada yang bisa saya bantu…?”
kakak itu menawarkan pertolongan kepada reni yang masih amatiran mengelompokkan
surat-surat yang sudah menjadi tugasku.
“eh… halo mbak..” sambil nyengir polos karena aku belum tahu
nama kakak itu.
“eh… ada orang diatas. Kirain Cuma ada reni. Eh nama kamu
siapa kok aku nggak pernah lihat kamu..?” Tanya kakak itu dengan muka tulusnya
yang mau bertanya nama adik kelasnya.
“nama ku wildan kak, oh iya karena aku dulu jarang latian
pramuka, dan aku dilantik pramuka juga mendadak pemberitahuannya.” Jelasku.
“oww…salam kenal” dengan tersenyum dia melihatku, ”eh kamu
kelas berapa..?” tanya kak nisa heran.
“kelas sebelas ipa dua, mbak. Emang kanapa mbak ?” jawabku
seadanya.
“yang bener,kok kaya masih smp, wajah mu masih anak anak
heheh..” jawabnya bercanda.
“hheheh banyak orang juga bilang gitu mbak heheheh.” Jawabku
sambil senyum seadanya sial wajahku dibilang masih smp.
“reni yang jadi
penerusku siapa ? sekertaris dewan..” Tanya kak manis itu, sambil mendekati reni
yang sibuk menata berkas.
“itu mbak yang lagi nongkrong diatas.” Sambil munjukku dengan
muka lempengnya.
“oh kamu yang jadi sekertaris, gimana jadi sekertaris ..?
susah ngaak?” Tanya kakak itu dangan senyum khasnya.
“ya gitu mbak… g susah sih tapi repot ngurus begitu banyak
kertas.” Tukas ku dengan sedikit mencuri pandang dengannya.
Terik matahari menyala-nyala diluar, seperti mentari hendak
membakar seisi bumi dengan panasnya. Sama seperti hatiku sekarang, yang panas
akibat melihat cewek yang aku suka sedang satu difisi dengan mantan pacarnya
yang berkulit sawo matang, berwajah cina, bermata sipit dan sok ganteng seperti
artis itu. Cewek itu adalah Ross adik kelas ku waktu sma dulu. Tidak lain juga
merangkap sebagai pacar ku, ross dia berada didivisi kewarganegaraan di
organisasu OSIS sma ku.
Pertama kali aku mengenal ross, hmmm...kapan ya..? oh iya
waktu itu ada kegiatan haiking(lintas alam) ke musium purbakala sekitar 10 km.
Dan aku tidak sengaja menjadi penanggung jawab dari regu 19, ross menjadi salah
satu anggotanya. Disepanjang perjalanan hanya dia yang ramah dan berusaha dekat
dengan ku, cewek bertubuh ramping, berpostur tinggi, berkacamata, dengan sifat
sedikit manja. Seorang wanita yang biasa saja tetapi menjadi indah dimataku.
Ossy itulah panggilan yang aku berikan kepadanya, panggilan
dari penggalan kata namanya. Sejak saat kegiatan haking itulah aku mulai dekat
dengannya, bertukar pesan dan teleponnan sepanjang malam. Tidak perlu waktu
lama untuk menyakinkan hatiku untuk menimbangnnya, hanya 3 minggu pendekatan,
aku memberanikan diri, menanyakan apakan dia mau menjadi kekasihku. Dan dia
mengiyakan pertanyaanku itu dengan senyum tersipu malu.
-o0o-
Saat aku sedang berusaha mencari posisi yang pas untuk tiduran
diatas sini, aku mendengar ada seseorang yang datang. Suaranya tak asing aku
kenal, wanita berpostur gemuk, tinggi rata-rata cewek sma, galak bercampur
dengan sifat periang. Kak noer namanya, karena dia cerewet jadi gampang kenal
sama dia, dan kak noer juga sering datang dan membantu saat ada kegiatan
pramuka yang kami adakan.
Kak noer teman satu angkatan dan seperjuangan di sekolah
maupun di dewan kepramukaan, jadi tak butuh waktu lama untuk mendengarkan
mereka berbincang dan bergosip selayaknya cewek ketemu dengan satu spesiesnya.
Apa lagi si reni ikut-ikutan nimbrung, udah deh seperti api disiram bensin,
tambah ramai aja suara sanggar kecil ini.
Udara panas, kegerahan ditambah kupingku panas karena
mendengar suara cewek-cewek yang bergosip terlalu asik. Tidur siang ku menjadi
terganggu, ahh sial niatnya mau nenangin diri malah tambah tak karuan.
“wildan...wildan... kamu dimana ? ayo latihan !” terdengar
suara yang tak jelas dari mana sumbernya. Lalu muncullah orang berseragam sama
seperti yang aku dan anak satu sma ini kenakan, berbadan besar, gemuk dengan
lemak dimana-mana, est jangan bandingan dengan anak sapi. heheheh Eh ternyata
teman sekelas sekaligus teman satu organisasi, plus teman seteam basket,
futsal, serta teman akrabku. Jojo panggilannya, nama aslinya sih johan si
allaly cemungut eaaa.
“wildan...jangan ngumpet kamu, ayo latihan untuk upacara besok
senin ! woooooyyyy kamu dimana ?” teriak jojo keras sekali udah seperti toa
masjid.
Suara cempreng, yang kenceng banget itu mengganggu suasana
meditasiku, suasana penenangan diri yang sulit dari tadi aku dapatkan karena 3
cewek yang ngerumpi entah membicarakan apa, yang berada diruang tengah sanggar.
“aaaaahhhh, iye...iye aku kan lagi istirahat jo, ngganggu aja
nih...aaaarrrggg” geramku kesal.
Kak nisa, kak noer, dan reni
seketika berhenti ngerumpi karena umpatan kesalku tadi, dan ketika kakak
itu menatapku , seakan marah karena telah mengganggu ngerumpi mereka. Ampun
bosss !. karena merasa nggak enak hati karena bersuara keras sampai
menghentikan pengerumpian mereka, aku berjalan perlahan keluar lewat pintu
belakang karena takut dibacok, terus di ikat lalu dibuang ‘kekawah gunung
merapi’ yang masih aktif, mending lebih baik lewat jalan lain saja.
Dilapangan sudah ada beberapa temanku dari pengurus
kepramukaan sudah bersiap untuk latihan upacara pembukaan. Aku yang baru datang
langsung bersiap diposisiku, waktu itu aku bertugas menjadi pembaca dasa darma
pramuka didampingi 3 tamanku yang bertugas membaca pancasila, pembukaan undang-undang,
dan trisatya. Kami berlatih kurang serius waktu itu, menurutku lebih banyak
bercandanya daripada seiusnya malah.
Karena kurang serius, kakak senior mantan pengurus kepramukaan,
tepatnya anak kelas 3, membantu kami latihan dan mendampingi kami untuk
latihan. Dan bahkan ada sebagian yang ikut bertugas karena kami kekurangan
personil. Kak nisa juga ikut membantuku dan ke 3 temanku di barisan pembacaan.
Memberi contoh dan melatih kami bersama kak noer.
Dari sinilah aku menenal kak nisa sebagai orang yang periang,
dan begitu dekat dengan semua orang. Wah hangat sekali suasana saat itu, entah
karena suasana obrolan kami yang terlalu bercanda atau terik matahari yang
panas saat itu membakar kulit kami, entahlah. Pada siang itu juga aku merasakan
ada sesuatu yang salah dan janggal dari tatapan, senyuman, cara kak nisa
menyapa, caranya bicara, entahlah atau hanya hatiku saja yang membuat
imajinasi-imajinasi palsu ini, mengartikan setia prasangka menjadi pembenaran terhadap
hatku.
-o0o-
Bersambung....->
0 comments:
Post a Comment