Friday, May 1, 2015

Mayday- Ekspresi Perjuangan Melawan Penindasan Kapitalisme

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Mei 2015 saya turut menjadi salah satu serpihan dari mozaik ekspresi massa tentang perjuangan melawan penindasan kapitalisme. Siang itu, matahari cukup ketus membakar kulit kami yang juga terbakar kekecewaan atas penindasan kaum kapitalis yang masih saja terjadi. Siang di seberang sebuah istana yang mulia, ribuan orang berdesakan sambil berteriak, bernyanyi, dan mengekspresikan dengan cara apapun yang mereka bisa. Semua demi satu tujuan, perjuangan melawan penindasan.
Sejak pagi hari, ribuan massa sudah memadati jalan-jalan di ibukota. Berbagai macam serikat buruh dari segala penjuru dengan berbagai macam warna pakaian yang mereka kenakan satu per satu mulai berdatangan. Tuntutan demi tuntutan mereka sampaikan dengan suara lantang yang dipertegas dengan kepalan tangan. Seakan memberi peringatan bahwasanya mereka datang bukan sekedar menjadi hiburan di depan istana yang menjadi simbol kebanggaan.
Tak bisa dipungkiri secara historis kaum buruh menjadi sebuah warna tersendiri dalam perjuangan pergerakan di Indonesia. Sejak era kaum palu arit, buruh dan tani seolah menjadi kekuatan massa yang begitu kuat menjelma bak dewa. Partai apapun yang mampu menarik hati mereka, pastilah berpeluang besar menjadi penguasa. Namun ironisnya, kekuatan mereka seakan-akan hanya menjadi minyak yang dibakar. Mampu menghangatkan dan menerangkan yang membakarnya namun menguap begitu saja.

Apa yang menjadi perjuangan mereka saya rasa adalah perjuangan yang sewajarnya menjadi manusia. Mereka menuntut pemenuhan hak-hak mereka sebagai pekerja dan perlindungan terhadap penindasan kaum kapitalis yang satu-satunya jalan ialah dengan diatur oleh undang-undang. Lalu, bagaimana wajah undang-undang kita yang menjadi dasar tuntutan mereka? Saya rasa semua kita mengerti tentang masih banyak penyimpangan-penyimpangan dalam pemenuhan hak-hak para pekerja yang terjadi di lembaga apa saja. Gaji yang tidak sesuai dengan UMR, jam kerja yang tidak manusiawi, keterlambatan gaji, dan masih banyak masalah lagi menjadi serpihan-serpihan retak dalam keutuhan cermin kesuksesan implementasi Undang-undang Ketenagakerjaan yang masih saja diremehkan.
Jikalau berharap kemakmuran bersama, rasa-rasanya hubungan gelap antara pemerintah, wakil rakyat, aparat penegak hukum dan korporat harus segera dihentikan. Ibarat suatu perzinahan, mudharat bukan hanya menimpa para pelakunya, namun juga lingkungan sekitarnya. Kita sebagai rakyat yang tak banyak punya kuasa atas akses intervensi ternyata ada di lingkungan mereka dan terkena imbas mudharat yang semakin membuat kita melarat.
Sejarah mencatat sejak rezim orba berkuasa, Indonesia semakin terbuka terhadap blok barat. Hal tersebut tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Pembangunan ekonomi memang terjadi begitu pesat yang dipicu oleh industrialisasi yang melesat. Struktur masyarakat pun semakin bergeser dari masyarakat petani menjadi masyarakat industri. Akan tetapi, sayangnya mayoritas masyarakat hanyalah menempati lapisan terbawah dalam struktur masyarakat Industri dengan hanya menjadi buruh. Kecerdasan rakyat seakaan dihambat dengan informasi yang diikat erat oleh para pejabat. Keadaan ekonomi mungkin terasa lebih mudah bagi rakyat sebagai ganti dari industrialisasi dan eksploitasi sebagai wujud penindasan kaum kapitalis. Namun sayangnya saat itu bangsa kita lambat untuk sadar akan hal-hal buruk yang terjadi di depan sebagai dampak dari hegemoni kapitalis yang mungkin sampai saat ini kita rasakan.
Indonesia sejatinya merupakan negara yang sarat akan corak sosialisme. Kita bisa melihat cerminan itu dari Pancasila dan Undang-undang Dasar kita yang memang sangat kental akan corak sosialis. Meskipun pasca 65 terjadi penumpasan terhadap ideologi komunis dan semakin melemahnya ideologi sosialis, namun nilai-nilai perjuangan sosialisme tentunya masih mendarah daging di setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat kita, khususnya kaum proletar. Oleh karena itu, rakyat kita seakan-akan fobia terhadap kapitalisme yang selalu menumbalkan mereka dalam memperoleh hak-hak mereka. Kecerdasan organik masyarakat mengarahkan mereka untuk memilih pemikiran mana yang lebih pantas untuk mereka serap dan jadikan acuan dalam bertindak. Maka dari itu, 1 Mei yang kita peringati sebagai hari buruh internasional atau yang kita kenal dengan Mayday menjadi sebuah momentum untuk mengekspresikan perjuangan melawan penindasan kapitalisme.


0 comments:

Post a Comment

 
;