Dan
aku melihatnya, menjadi saksi atas generasi kita yang kusebut generasi berbagi.
Aku melihat gejala kedermawanan itu muncul di setiap wajah yang kita sebut kaum
muda. Di setiap saat setiap orang bisa saja berbagi, dengan begitu mudahnya
membobol tembok rahasia menjadi miliki bersama. Lalu nampaklah, satu persatu
semua menjadi semakin jelas apa yang ada di dalamnya. Sebuah ruang intim yang
tak lagi intim. Tak bersekat, tak berjarak, sungguh begitu dekat, begitu mesra.
Lalu
kulanjutkan dan mungkin kau akan bertanya-tanya, apakah yang sama-sama kita
bagi? Ia-kah yang kita dermakan berupa semangat hayati hidup bersama? Ia-kah
kisah-kisah indah antara pangeran dan tuan putri? Ia-kah tentang keberanian
hidup untuk menjawab setiap tanya tentang hari esok yang tak pernah pasti akan
hidup atau mati?
Ingin
kusudahi namun tetap kubertanya, apakah kita berderma tentang kisah-kisah indah
penuh bahagia yang terjadi dalam hidup kita namun hanya menyulut api cemburu
bagi jelata? Di lantai merah, kita sering bercerita tentang
kenikmatan-kenikmatan dan keindahan dunia. Betapa megahnya, betapa canggihnya,
betapa lezatnya, betapa mahalnya, betapa mesranya, betapa, betapa, dan betapa
hingga segalanya menjadi hampa.
Generasiku,
generasi berbagi yang begitu mesra dalam cumbu kehampaan. Dekat dalam
berjauhan. Erat dekapan kemajuan zaman. Rekat dalam memisahkan. Kuat dalam
melemahkan. Penuh tawa membuat kesedihan. Rendah hati untuk menyombongkan. Dan
sungguh tiadalah aku berhak untuk berucap apa-apa karena untukmu itu pun hak.
Aku hanya berdoa agar segala sesuatunya bagiku tak lagi menjadi hampa di antara
hiruk-pikuk generasiku yang pandai tertawa dalam tangis dan menangis dalam tawa.
0 comments:
Post a Comment