Judul :
Pulang
Penulis :
Tere Liye
Editor :
Triana Rahmawati
Penerbit :
Republika
Tebal
Buku : iv + 400 hal; 13.5x20.5 cm
Kota
Terbit : Jakarta
Tahun
Terbit : 2015
Harga
: Rp. 59.000
"Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya."
"Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit."
Adalah
Bujang, putra dari Samad dan Midah. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya di
Bukit Barisan, jauh dari perkotaan dan hidup dengan sederhana. Bujang tidak
pernah makan bangku sekolah. Meski demikian, Midah, mamak Bujang dengan penuh
ketekunan mengajarkan Bujang membaca dan menghitung. Tak lupa ia mengajari
Bujang mengaji, adzan, sholat, dan sebagainya. Namun, tiap kali Bujang diajar
tentang pelajaran agama, Bujang selalu dipukuli Samad, bapak Bujang.
Suatu
hari, Tauke Muda, sahabat dari Samad, datang mengunjungi Bukit Barisan. Tauke
Muda beserta rombongan datang dari kota untuk sebuah misi menangkap babi hutan
yang mengganggu perkebunan warga. Dalam misi ini, Tauke Muda mengajak Bujang
untuk bergabung bersamanya. Samad pun mengijinkan.
Saat
perburuan babi hutan sudah berada di puncaknya, saat itulah ketakutan Bujang
akan apapun telah menghilang. Ia dengan membabi buta menyerang 'Raja Babi
Hutan' demi menyelamatkan Tauke Muda yang sudah terdesak.
Setelah
perburuan selesai, Bujang ikut ke kota bersama Tauke Muda. Itu sudah menjadiperjanjian antara
Tauke Muda dengan Samad, bapak Bujang. Dengan berat hati, Bapak dan Mamak
Bujang merelakan kepergian Bujang. Selain karena sebuah janji, Bujang pun
memang bersedia ikut dengan Tauke Muda dan menjadi anak angkatnya.
Bersama
Tauke Muda, Bujang dibawa ke Kota Provinsi. Lebih tepatnya ke sebuah "rumah dengan halaman luas. Gerbang
besarnya yang terbuat dari besi didorong oleh dua orang supaya terbuka.
Kompleks yang kami masuki lebih mirip benteng. Ada banyak bangunan di dalamnya.
Satu bangunan utama, paling besar, dikelilingi rumah-rumah seperti mes, di
sayap kanan, kiri, dan bagian belakang (hal 39)."
Itu
adalah rumah keluarga Tong dan Bujang kini telah menjadi bagian di dalamnya.
Demikianlah yang dijelaskan oleh Tauke Muda, pimpinan dari keluarga Tong. Di
dalam keluarga tersebut, Tauke Muda dipanggil Tauke Besar, karena dia telah
menggantikan ayah Tauke Muda atau Tauke Besar sebelumnya yang sudah
meninggal.
Keluarga
Tong adalah salah satu keluarga penguasa shadow economy. Mereka bukan mafia, triad, yakuza, atau
apapun itu.
Ada
dua orang penting yang ada di rumah Tauke. Satu bernama Kopong, kepala tukang
pukul. Dua, Mansur, kepala keuangan, logistik, dan lain-lain.
Kawan
pertama Bujang bernama Basyir, pemuda keturunan Arab. Di keluarga tersebut,
Basyir mendapat tugas sebagai tukang pukul. Setiap hari, Basyir menceritakan
aksinya kepada Bujang. Bujang pun menginginkan pula posisi tukang pukul di
keluarga Tong. Ia pun meminta kepada Tauke Besar.
Akan
tetapi, Tauke menolaknya. Dia justru menyuruh Bujang untuk sekolah dan belajar.
Bujang dikenalkan dengan Frans, guru dari Amerika. Awalnya Bujang menolak.
Tapi, setelah kalah di amok, semacam tes untuk menjadi tukang pukul,
Bujang pun akhirnya mau belajar. Dia menyelesaikan sekolahnya. Bahkan dia
menyelesaikan kuliah master di luar negeri. Selain sekolah, Bujang juga belajar
menjadi tukang pukul. Kopong yang mengajarinya. Dia juga mencarikan guru untuk
Bujang agar dapat melatih kemampuan beladirinya.
Bujang
tumbuh menjadi pemuda yang pintar dan kuat fisiknya. Ia pun menjadi tukang
pukul nomor satu di keluarga Tong. Dia menyelesaikan banyak masalah tingkat
tinggi. Namun, masalah demi masalah muncul, hingga tiba saatnya Sang
Pengkhianat keluar dan memicu peperangan.
Siapakah
pengkhianat tersebut?
Dimanakah
letak 'pulang' dalam cerita?
Apakah
Bujang berhenti menjadi tukang pukul dan kembali ke kedua orang tuanya yang
tinggal di Bukit Barisan?
1 comments:
resensi ayahku (bukan) pembohong sudah ada?
Post a Comment