Wednesday, January 6, 2016

KEBANGKITAN GERAKAN KIRI ABAD 20 [Bagian 1]


Catatan dari "Companero"
1.      AMERIKA Latin kini menjadi etalase dunia yang membuktikan bahwa gerakan Kiri belum mati, bahwa Sosialisme dalam berbagai bentuk baru belum mati, bahkan sedang mengalami kebangkitan. Arus pasang ini bermula dari hutan belantara Lacandon di Mexico sampai ke hutan beton Santiago, ibukota Chile, di mana 15 Januari ini diperkirakan akan terpilih presiden Sosialis perempuan pertama di Amerika Latin. Sementara itu, sejumlah pemimpin gerakan Kiri di Uruguay, Argentina, Brazil, Venezuela, dan Bolivia telah merebut kursi kepresidenan lewat jalan parlementer, yang disambut dengan penuh sukacita oleh laki-laki tua dari Sierra Madre, Fidel Castro (Jawa Pos, 1 Jan. 2005).


2.      Mula-mula, dunia menyaksikan munculnya gerakan Zapatista di pojok barat daya Mexico. Tepat pada tanggal 1 Januari 1994, ketika negara itu resmi bergabung dengan AS dan Kanada dalam Kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Association, NAFTA), sejumlah petani suku Maya di negara bagian Chiapas melakukan pemberontakan bersenjata melalui gerakan Zapatista, yang dapat menguasai sejumlah kota di Chiapas selama berbulan-bulan, sebelum dipukul mundur oleh tentara Mexico ke hutan belantara Lacandon. Gerakan itu meminjam nama gerakan kemerdekaan Mexico dari Spanyol seabad sebelumnya, yang dipimpin oleh Emiliano Zapata. Sampai sekarang, gerakan itu serta komunike-komunike pemimpinnya, Sub-commandante Marcos, tetap punya gaung secara internasional. Seperti juga gerakan-gerakan perlawanan bersenjata yang lain, Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN), atau Tentara Pembebasan Nasional Zapatista punya ornop-ornop afiliasinya yang diakui oleh pemerintah (Gilbert dan Otero 2005; Fauzie 2005: 50-1).
3.      Setelah gaung Zapatista agak mereda, Brazil mengejutkan dunia – khususnya maskapai-maskapai mancanegara yang sudah lebih dari separuh abad menguasai ekonomi negara-negara Amerika Latin – dengan terpilihnya calon dari Partai Buruh (Partido Trabalhadores ) sebagai Presiden. Brazil, kini dipimpin oleh Luiz Inacio da Silva alias “Lula” (= Gurita), pemimpin Partai Buruh Brazil, yang menggunakan gerakan buruh tani, buruh industri di kota, cendekiawan dan rohaniwan sebagai kendaraan politiknya. Dia sendiri seorang buruh industri besi, dan sempat menjadi ketua serikat buruhnya.
4.      Gerakan buruh tani pendukung Partido Trabalhadores dirintis oleh gerakan buruh penyadap karet di kawasan Amazon, yang kemudian berevolusi menjadi Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra atau MST (Gerakan Pekerja Pedesaan Tak Bertanah), organisasi kiri yang paling keras memperjuangkan reformasi agraria di Brazil (Rotella 1997; Wolford 2005). Gerakan ini menjadi tulang punggung Partido Trabalhadores yang mengorbitkan Lula ke kursi kepresidenan Brazil. Kemenangan Lula sedikit banyak mengobati kesedihan akibat kematian Chico Mendes, pemimpin gerakan buruh penyadap karet yang dibunuh tentara bayaran para rancheros, pemilik peternakan besar di kawasan Amazon. Namun Lula kini dikecam oleh MST karena kurang serius memperjuangkan reformasi agraria dan mulai berkompromi dengan para investor asing (lihat Landim 1993: 225; Fauzi 2005: 35).
5.      Kemenangan Lula di Brazil dibarengi naiknya Hugo Chavez, mantan anggota pasukan tentara payung Venezuela ke tampuk kekuasaan di Caracas. Ia mula-mula merebut kursi kepresidenan lewat kudeta di tahun 1998, namun kemudian terpilih secara demokratis lewat pemilu di tahun itu juga saking besarnya dukungan dari kaum miskin kota di ranchitos, kampung-kampung miskin di kota Caracas. Begitu berhasil mengkonsolidasikan kekuasaannya, Chavez memperkuat posisi tawar PDVSA menghadapi maskapai-maskapai migas asing, khususnya dari AS, yang beroperasi di Venezuela, setelah menempatkan orang kepercayaannya, Rafael Ramirez (42), menjadi Menteri Enerji merangkap Presiden Direktur PDVSA. Royalty untuk setiap barel minyak yang diekspor dari Venezuela dinaikkan dari 1% menjadi hampir 17%, pajak atas laba yang sebelumnya hanya 34% dinaikkan menjadi 50%, dan juga mengajukan tagihan pajak yang belum dibayar (back-tax claims ) kepada maskapai-maskapai migas asing raksasa. Shell, misalnya, disodori tagihan pajak yang belum dibayar sebesar 132 juta dollar AS. Dengan keuntungan yang berlipat ganda dari sektor migas itu, Cavez mengalokasikan empat milyar dollar AS untuk program-program kesejahteraan sosial bagi kaum miskin yang meliputi 80% penduduk Venezuela, serta untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan rel kereta api (Schwartz 2005).
6.      Karuan saja pemerintah AS, yang di bawah Bush Jr dan Dick Cheney diketahui sangat dekat dengan maskapai-maskapai migas AS, kebakaran jenggot. Wakil-wakil Partai Republik dalam Kongres AS mengecam Chavez habis-habisan, sampai ada yang mencapnya sebagai “Mussolini Venezuela”. Seorang pendeta beraliran ultra-konservatif, Pat Robertson malah mendorong pasukan khusus AS untuk menculik Chavez dari negerinya, seperti yang telah dijalankan oleh AS terhadap Presiden Panama, Manuel Noriega. Namun secara realistis, apalagi setelah taufan Katrina menghancurkan sejumlah kilang migas AS, ketergantungan AS pada minyak bumi Venezuela semakin besar. Dengan memasok lebih dari 1,6 juta barel minyak per hari ke AS, Venezuela telah menjadi pemasok minyak terbesar bagi AS, mengalahkan Kanada dan Arab Saudi. Makanya maskapai-maskapai AS dengan patuh mengikuti tuntutan setoran bagian keuntungan yang lebih besar kepada pemerintah Venezuela, melalui PDVSA (Schwartz 2005).
7.       Minyak bumi merupakan senjata ekonomi dan politik Venezuela yang paling ampuh dalam menghadapi AS, sebab PDVSA berjaya di dua front: Dalam front ekspor, PDVSA memasok lebih dari 1,6 juta barel minyak mentah ke AS setiap hari. Sedangkan di front domestik AS, perusahaan retail milik PDVSA bernama Citgo, memasok BBM melalui 14 ribu SPBU yang tersebar di seluruh daratan AS. Citgo juga memiliki delapan kilang di daratan AS yang menyuling minyak bumi dari PDVSA menjadi BBM. Keberadaan dan operasi bisnis Citgo itu kini sedang menjadi sorotan Caracas. Menurut Chavez, Citgo telah menjual minyak mentah ke AS dengan harga yang kelewat murah, yakni hanya 2 dollar AS per barel, berdasarkan kontrak sejak sebelum Hugo Chavez merebut kursi kepresidenan Venezuela. Berarti, PDVSA telah mengsubsidi anggaran belanja AS. Lalu, berdasarkan laporan keuangan Citgo bulan Desember 2004, dividen yang dibayar perusahaan itu kepada pemerintah Venezuela, yakni 400 juta dollar AS, hampir sama dengan jumlah pajak yang dibayar Citgo kepada pemerintah AS. Itu sebabnya, Menteri Energi Venezuela merangkap Presdir PDVSA, Rafael Ramirez, bermaksud membekukan rencana pengembangan Citgo (Schwartz 2005: 56; Intelijen, 9-22 Sept. 2005: 21).
8.      Ketegangan antara Venezuela dan AS punya dampak regional, bahkan internasional. Kalau sikap bermusuhan Washington terhadap Caracas terus dilanjutkan, harga minyak dunia diperkirakan bisa menembus level 100 dollar AS per barel. Hal itu karena Chavez menentang keras pendudukan Irak oleh AS, dan juga secara terbuka mendukung Fidel Castro, musuh bebuyutan AS. Chavez menopang ekonomi Kuba dengan memasok 100 ribu barel minyak ke Kuba setiap hari, dengan berbagai keringanan. Sebagai imbalannya, Kuba telah menempatkan 17 ribu orang dokter dan dokter giginya di Venezuela. Sebelumnya, Kuba telah menopang program pendidikan di Venezuela, dengan mengirimkan sejumlah penasehat pendidikan dengan membawa maeri baca tulis untuk ditularkan kepada pengajar lokal. Paket pencerdasan Kuba sendiri dirilis pertama-tama setelah revolusi 1959, dengan mengirimkan guru-guru muda ke pelosok negeri. Dengan Iran, yang dituduh oleh Washington DC mendukung gerilyawan anti-AS di Irak, Venezuela juga telah membuka kerjasama. Pelatihan karyawan PDVSA telah dibuka di Iran, yang sudah berpengalaman puluhan tahun di bidang permigasan (Schwartz 2005; Jawa Pos, 1 Jan. 2005).
9.      Kerjasama dengan Kuba punya dampak negatif ke dalam negeri. Perlakuan khusus buat Kuba itu menimbulkan protes mogok dari karyawan PDVSA di bulan Desember 2002 sampai awal 2003. Reaksi terhadap para penentangnya itu, los escualidos, istilahnya di sana, sangat keras. Lebih dari 18 ribu orang pekerja perusahaan migas itu dipecat, yang melumpuhkan perusahaan itu untuk sementara. Kemudian, untuk mengontrol para pekerja secara lebih ketat, Chavez menempatkan Ali Rodriquez, seorang mantan gerilyawan Venezuela yang pro-Kuba, di PDVSA. Sebagai ‘penghargaan’ atas tindakan keras Chavez terhadap para penentangnya itu, Kuba kontan mencicil hutangnya senilai 87,2 juta dollar AS, dari total hutangnya kepada Venezuela sebesar 752 juta dollar AS (Intelijen, 9-22 Sept. 2005: 21; Schwartz 2005: 57).
10. Walaupun menimbulkan polarisasi di dalam negeri, sepak terjang Hugo Chavez menimbulkan efek domino di kawasan Amerika Latin. Paling tidak, berdampak ke Bolivia, negeri di Pegunungan Andes yang diapit oleh Brazil, Chile, dan Argentina. Di negara yang penduduknya 70% pribumi yang terbagi dalam 36 suku – yang terbesar, Quechua dan Aymara --, tanggal 22 Januari mendatang akan dilantik seorang Presiden pribumi, setelah pribumi negeri itu ditaklukkan dan diperintah selama 180 tahun oleh minoritas kulit putih dari Spanyol. Evo Morales, atau lengkapnya Juan Evo Morales Aima, memperoleh lebih dari separuh suara dalam pemilu hari Minggu, 18 Desember lalu, dengan menggunakan Movimiento al Socialismo (MAS), Gerakan Menuju Sosialisme sebagai kendaraan politiknya. Gerakan ini merupakan aliansi yang lebar antara serikat-serikat buruh kiri, serikat petani koka (cocaleros) yang merupakan basis politik awal Evo Morales, dan gerakan-gerakan sosial lain, temasuk gerakan masyarakat pribumi. Platform politik MAS cukup luas: penghapusan sistim ekonomi neo-liberal; partisipasi bangsa-bangsa pribumi yang lebih besar dalam sistem politik nasional; nasionalisasi industri; legalisasi daun koka; pembagian lebih adil sumber daya nasional (Langman 2005: 46; Economist, 17 Des. 2005: 35-7; Kompas, 22 Des. 2005 & 4 Jan. 2006; Seputar Indonesia, 21 Des. 2005).

0 comments:

Post a Comment

 
;