Bukanlah persoalan baru ketika para fundamentalis agama
menebar sentimen sektarian terhadap agama lainnya. Maksudnya ialah ketika agama
lain merayakan hari besarnya, maka agama kita misalnya malah melarang tuk
bersama-sama merayakannya dengan alasan menggoyang tauhid kita. Hal
tersebut terjadi saat natal dan maulid Nabi SAW hanya beda sehari. Lalu kini
ada pula sentimen lainnya yg menyatakan umat muslim haram merayakan tahun baru
masehi? Apa maksud mereka? Apa pantas bagi mereka untuk mengkafirkan orang yg
merayakan tahun baru masehi?
Tahun masehi pertama kali di tetapkan oleh Paus Gregorius V
(kalau salah mohon koreksi) pada abad kegelapan Eropa sebagai reformasi atas
Kalender Julian yg sebelumnya tidak terdapat tahun kabisat. Jika kita sekarang
memakai Kalender Julian, maka tahun baru akan terjadi 18 hari lagi. Kalender
tersebut ditetapkan berdasarkan perhitungan perputaran bumi atas matahari.
Berbeda dengan kalender hijriyah yg mendasarkan perhitungan atas perputaran
bulan terhadap bumi. Jadi, perbedaan kalender bukanlah sebuah perbedaan
syari'ah, namun lagi-lagi hanyalah persoalan kultur pengetahuan.
Bagi semua manusia, kita mempunyai kehendak bebas untuk
menentukan memakai kalender apapun sesuai dengan keinginan dan kepentingannya.
Perbedaan penetapan waktu dimulainya pemberlakuan kalender tersebut juga hanya
berdasarkan sebuah peristiwa-peristiwa manusiawi, bukan peristiwa adikodrati.
Misalnya, kalender hijriyah dimulai perhitungannya sejak Nabi SAW hijrah
bersama kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah. Ini adalah sebuah peristiwa
manusiawi biasa yg kebetulan dianggap penting oleh kaum muslim. Begitu juga
dengan penetapan kalender Gregorian yg kebetulan bukanlah peristiwa adikodrati
jua.
Lalu mengapa kaum muslim tak boleh merayakan tahun baru
masehi?
Mereka-kaum fundamentalis agama-berpendapat bahwa perayaan
tahun baru masehi dan persoalan fashionnya merupakan produk dari agama pagan
majusi, Yahudi, dan Kristiani. Mereka menilai musik adalah bagian dari agama
Yahudi, kembang api bagian dari agama Majusi, dan yg lainnya. Sepanjang yg saya
ketahui, Islam pun tidak mengharamkan musik sehingga saat Nabi SAW sampai di
Madinah pun, bernyanyi Thola'al Badru pun bukan sesuatu yg diharamkan. Selain
itu terdapat kembang api yg menurut kaum fundamentalis merupakan produk agama
Majusi. Rupanya mereka perlu mempelajari sejarah secara mendalam dulu. Kembang
api merupakan produk kebudayaan China yg sudah ada 2500 tahun yg lalu, kawan!
Jika kaum fundamentalis berpendapat mengapa tahun baru masehi
sebagai produk agama Kristen, maka mereka lupa jika persoalan kalender
merupakan persoalan kultur, bukanlah syari'at. Maksud Allah SWT dalam Alqur'an
yg menyatakan barang siapa yg menyerupai suatu kaum, disini kita mendapati
maksudnya-secara sederhana-merupakan serupa dalam hal syari'atnya, bukan
kebudayaannya. Kebudayaan sendiri bukan milik sebuah agama, agama dan
kebudayaan sendiri milik sebuah peradaban sehingga kultur apapun tak bisa
diklaim milik agama apapun. Misalnya, peci milik kaum muslim. Padahal
kenyataannya, peci merupakan produk kebudayaan China.
Disinilah kita harus menyikapi segalanya dengan kritis. Jangan
hanya mengandalkan klaim kebenaran saja sehingga para fundamentalis menganggap
dirinya paling benar dan berhak mengkafirkan orang lain. Tanpa memandang
toleransi dan mau menang sendiri, ia tak lebih dari kumpulan egois yg
diciptakan sebagai pelengkap ciptaanNya. Seharusnya mereka sadar bahwa mereka
hidup berdampingan dengan yg lainnya. Disinilah kita membutuhkan toleransi yg
kuat. Hemat pendapat saya, jangan mau dipecah oleh kapitalis yg menginginkan
kita buta akan adanya eksploitasi yg mengatasnamakan agama. Kita harus sadar
bersama bahwa musuh kita merupakan Kapitalisme, bukan agama yg lain.
0 comments:
Post a Comment