Saturday, June 17, 2017

​Seni Realisme Sosialis dan Perjuangan Umat Muslim Dalam Melawan Kaum Borjuis

Realisme Sosialis sebenarnya adalah salah satu dari sekian mazhab sastra yang ada. Istilah Realisme Sosialis muncul pertama kali di Uni Soviet pada 1905 ketika Gorki - sang pioner Realisme Sosialis - menulis artikel anonim yang bertajuk 'Notes on Philistinisme' yang berisi tentang kecaman terhadap pemerintah atas kejadian Peristiwa 'Bloody Sunday' yang terjadi pada 22 Januari 1905. Namun, sebelumnya pada abad 19, gerakan Chartist di Inggris telah banyak membuat puisi soal perlawanan dan Eugene Pottier pun telah mempopulerkan Realisme Sosialis melalui penciptaan lagu "L' Internationale".
Namun, konsep Realisme Sosialis baru disahkan tahun 1934 saat Kongres I Sastrawan Rusia dilaksanakan. Andrey Zidanov menyebutkan dalam kongres tersebut bahwa:
“Dalam pada itu kenyatan dan watak historik yang konkret dari lukisan artistik mesti dihubungkan dengan tugas pembentukan ideologis dan pendidikan pekerja-pekerja dalam semangat sosialisme. Metode kerja sastra dan kritik sastra ini kita namakan metode realisme sosialis”
Konsep yang disebutkan bersesuaian dengan konsep Materialisme Dialektika Marx. Dalam Thesis pertama Kritik terhadap Feuerbach, Marx menyebutkan bahwa bukanlah ide yang membentuk kesadaran sosial, tetapi kesadaran sosial lah yang membentuk ide. Dengan bertolak pada thesis tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa Realisme Sosialis sebagai aliran sastra muncul sebagai pembawa aspirasi kelas tertindas.

Dalam kongres tahun 1934, sastrawan soviet menetapkan 4 aturan khusus mengenai Realisme Sosialis, yaitu:
  1.   Kesenian yang dapat dimengerti kelas pekerja,
  2.   Menggambarkan adegan kehidupan rakyat sehari-hari,
  3.   Realistis dan masuk akal, dan
  4.   Mendukung maksud dan tujuan partai serta negara.

Dengan begitu, Realisme Sosialis adalah alat perjuangan proletariat melalui seni dan sastra. Tetapi bagaimana Islam memandang seni, terutama seni Realisme Sosialis?
Konsep Seni dalam Islam sendiri pernah dituangkan dalam sebuah hadits yang menggambarkan anjuran atas hiburan yang berbunyi: 

حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَابِقٍ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا زَفَّتْ امْرَأَةً إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَةُ مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَإِنَّ الْأَنْصَارَ يُعْجِبُهُمْ اللَّهْوُ.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami al-Fadll bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sabiq, telah menceritakan kepada kami Isra`il dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah bahwa ia menyerahkan pengantin wanita kepada seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Kemudian Nabi saw. pun bersabda: “Wahai Aisyah, apakah tidak ada hiburan, sebab orang-orang Anshar senang akan hiburan?” (Shahih Bukhari: 4765).
Seni dalam Islam sangatlah dianjurkan asal tidak bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri, bahkan jika seni itu untuk merepresentasikan pertentangan antar kelas. Hal ini juga termaktub dalam salah satu hadits yang menyebutkan bahwa:
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَادَةَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ هَارُونَ أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جُحَادَةَ عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِر
ٍ            Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubadah al-Wasithi, telah menceritakan kepada kami Yazid -makasudnya Yazid bin Harun-, telah mengabarkan kepada kami Isra`il, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Juhadah dari Athiyah al-‘Aufi dari Abu Sa’id al-Khudri ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim, atau pemimpin yang zalim” (Sunan Abu Daud: 3781).
Menyampaikan kritik dalam Islam bahkan dianggap jihad. Ini menggambarkan bahwa Realisme Sosialis sangat bersesuaian dengan ajaran Islam itu sendiri.
Namun, banyak para agamawan yang menentang perlawanan terhadap pihak penguasa dalam bentuk apapun. Misalnya, adalah fatwa para mufti Mesir terkait revolusi tahun 2011. Mereka berdalih bahwa umat muslim harus ta'at kepada pemimpin seperti yang dicerminkan dalam hadits:
 حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ الْجَعْدِ أَبِي عُثْمَانَ حَدَّثَنِي أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة
ً
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari al-Ja’d Abi Utsman telah menceritakan kepadaku Abu Raja` Al ‘Utharidi mengatakan, aku mendengar Ibnu Abbas r.a. dari Nabi saw. bersabda: “Siapapun yang melihat sesuatu dari pemimpinnya yang tak disukainya, hendaklah ia bersabar terhadapnya, sebab ketika dia memisahkan diri sejengkal dari jamaah, maka dia mati dalam jahiliyah” (Shahih Bukhari: 6531).
Tetapi, hadits tersebut bukanlah legitimasi untuk melarang kita berbuat revolusi. Hal ini dikarenakan hadits tersebut digunakan ketika masyarakat masih tidak dilarang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan syari'at Islam pada umumnya.
Namun, kenyataan yang terjadi ialah bahwa pada saat ini kebutuhan ekonomi dan corak produksi manusia telah mempengaruhi kehidupan beragama. Bagaimana tidak? Ketika misalnya para buruh ditekan dengan pemberian upah murah, maka yang terjadi adalah penekanan terhadap kehidupan beragama si keluarga buruh jua. Ini juga yang memicu demoralisasi kaum buruh dan keluarganya. Berdasarkan konsep Marx, maka basis infrastruktur masyarakat mempengaruhi keseluruhan basis suprastruktur masyarakat.
Disinilah, perlawanan terhadap kaum borjuis dianggap menjadi penting. Islam tidaklah melarang kaum proletar untuk memperjuangkan haknya. Begitulah yang tercatat dalam QS Al Qashash ayat 5 dan 6.
Seni adalah salah satu alat perlawanan yang penting. Disinilah seharusnya umat muslim tidak saja dininabobokan oleh seni yang bersifat romantisme ruhaniyah saja, namun harus bersifat Realisme jua. Karena Realisme Sosialis adalah alat yang paling mudah dalam memperjuangkan kaum yang tertindas.
Dengan begitu, perjuangan kaum Mustadh'afin melalui Realisme Sosialis sangat dianjurkan. Realisme Sosialis adalah alat pertama yang dipergunakan untuk menyadarkan kaum birokrat dan borjuasi. Selanjutnya, Realisme Sosialis akan menjadi alat kedua untuk menyuarakan kritik yang keras kepada mereka. Setidaknya, Realisme Sosialis adalah alat perjuangan Islam jua dalam memperjuangkan kaum yang tertindas. Wassalam

0 comments:

Post a Comment

 
;