Persoalan kritik menjadi biang dari beberapa peristiwa
besar. Misalnya ialah kritik Marx terhadap Kapitalisme, kritik Reagen terhadap
Stalin, atau bahkan kritik mahasiswa terhadap pemerintah. Beberapa dari kritik
yg kritis bahkan mampu menjadi arah penentu masa depan dari pertentangan
manusia. Inilah mengapa kritik Marx menjadi pegangan bagi kaum Komunis sedunia,
kritik Syafi'i terhadap Syi'ah Rafidah juga menjadi sumber fiqh yg absah. Lain
lagi dengan persoalan kritik Ibn Rusyd terhadap Al Ghazali. Tetapi inti dari
semuanya bermuara pada satu kesimpulan yg cukup Darwinis, yaitu "siapa yg
kuat bertahan, ia yg memegang kendali". Inilah mengapa kebenaran yg pada
mulanya terasing juga akan bermuara pada kemenangan.
Tetapi persoalan dari catatan ini bukanlah kausalitas
kritik, namun sifat dari kritik itu sendiri. Jika boleh mengambil dari
perspektif yg empiris, kritik yg frontal selalu menang pada akhirnya jika ia di
dukung dengan analisa yg baik, namun nasib buruk dapat menimpa kepada yg
empunya kritik ketika ia masih saja terasing dalam hal mempertahankan
pendapatnya. Tan Malaka adalah seorang pengkritik sejati dan ia tetap terasing
hingga mati, tetapi ajarannya hidup hingga kini. Persoalannya, kritik Tan
Malaka adalah salah satu contoh bagaimana penyampaian kritik frontal itu.
Efek kritik frontal sangat jelas membunuh si
pengkritik. Tetapi ada kasus lain ketika Marx yg mempunyai posisi yg sama
dengan Tan Malaka akhirnya selamat dari terjangan pihak kontra. Hal itu
dikarenakan ia mengambil zona aman, yaitu Liga Buruh Internasional. Bukan hanya
itu, alat pertahanan kritik Marx ialah bahwa pada mulanya ia sudah merupakan
orang mampu mempengaruhi secara propaganda melalui beberapa orang seperti Moses
Hess. Kehadiran Engels menjadi faktor penentu keberhasilan kritik Marx juga.
Contoh diatas menyiratkan satu hal, kritik frontal
sangat membunuh si pengkritik ketika ia sebelumnya tidak mempunyai pengaruh.
Adapun yg empunya pengaruh, ia belum tentu bisa menjaga konsistensi pemikiran
dari orang" yg mengikuti dirinya. Tan Malaka mempunyai Persatuan
Perjuangan tepat 2 tahun sebelum ia mati, namun konsistensi akibat kuatnya
pengaruh kontra akhirnya memudar. Jika sudsh begini masalahnya, maka kita perlu
mengambil perspektif kontra.
Kita patut apresiasi karya Lenin "Komunisme Sayap Kiri : Suatu Penyakit Kekanak-kanakan".
Dalam karya tersebut kita mendapati suatu pelajaran
secara tersirat, yaitu bahwa yg terpenting ketika kita belum mempunyai
pengaruh, kita harus menciptakan pengaruh dari pihak kontra dengan memanipulasi
dirinya menjadi pihak kontra. Ini bukanlah taktik spionase, melainkan taktik
faksi. Artinya, kita membentuk faksi dalam pihak kontra yg bisa membawa kita
menciptakan massa yg mendukung kritik kita pada selanjutnya. Itulah mengapa kritik
yg frontal (sesuai dengan terminologinya) dipakai pada saat kita beragitasi,
bukan dalam propaganda.
Sedangkan - dalam propaganda - kita menjalankan suatu
bentuk kritik yg mempunyai inti yg sangat halus. Semua sifat kritik kita
tingkatkan sesuai lompatan dialektika nantinya. Kuantitatif akan berubah
menjadi kualitatif ketika kondisi material telah mendukung. Orang yg bijak
ialah bukanlah orang yg menyampaikan kritik karena ia merasa lebih tahu, tetapi
karena ia merasa bahwa sesuatu yg kita kritik "perlu kita analisa
bersama".
Tentunya hal ini juga pernah dilakukan Nabi Muhammad
SAW setelah ia mendapatkan wahyu. Ia melaksanakan dakwah secara diam-diam,
disinilah ia berperan sebagai propagandais. Lalu ia melakukan dakwah secara
terang-terangan setelah cukup mendapatkan pengaruh, disinilah pada akhirnya ia
menjalankan kritik yg cukup frontal. Sedangkan pengaruh yg telah ia dapatkan
pada akhirnya menjadi pembela utama dari kritik beliau. Inilah bentuk kritik yg
paling sempurna yg pernah dijalankan oleh manusia.
Kesimpulannya, kritik frontal adalah biang dari suatu
peristiwa sejarah. Jika kita menganalisa hal tersebut secara MDH, maka kita
dapati bahwa suatu peristiwa sejarah terjadi karena pertentangan antar kelas.
Dan pertentangan itu terjadi karena adanya kritik yg kritis dan frontal. Semoga
kita bijak menggunakan bahasa yg tepat dalam mengkritik seseorang. Dan yg
terakhir tidak afdhal kalau kita tidak mengutip salah satu asas dari sains
bahwa :
"suatu ilmu
dikatakan berhasil ketika ia telah mengalami penyangkalan teoritis dengan
analisa model yg mendalam " (asas kritik dalam ilmu pengetahuan)
0 comments:
Post a Comment