Tuesday, July 4, 2017

Sarekat Islam Semarang Dibawah Kepemimpinan Semaun


Semaun Dan Sedikit Mengenai Sarekat Islam
Semaun, nama tersebut dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu pendiri aliran Komunisme pribumi di Indonesia. Karena dari tangannya lah, Komunisme di Indonesia berkembang begitu pesat hingga keruntuhannya di tahun 1965. Semaun bersama Darsono, pertama kali memimpin Sarekat Islam seksi Semarang tahun 1917. Berkat kepiawaiannya, Sarekat Islam Semarang menjadi organisasi revolusioner pertama yang beranggotakan pribumi di Indonesia disamping ISDV.
Tetapi Semaun tidaklah sendiri, Sneevliet adalah orang yang pertama kali menyebarkan paham Komunisme di Indonesia bersama para bekas anggota SDAP dari Belanda. Selain, itu terdapat Adolf Baars yang merupakan seorang jurnalis yang pandai bahasa Jawa dan Indonesia. Pada 1917, Baars menjadi pionir dalam terbitnya koran sosialis pertama berbahasa Indonesia yang bertajuk Soeara Merdika. Maret 1918, Baars juga menerbitkan Soeara Ra’jat yang kelak menjadi jurnal teori PKI[1].

Semaun adalah seorang putra pegawai kereta api rendahan yang lahir di Surabaya. Ia menjadi murid Cokroaminoto di Surabaya dan bahkan menjadi salah seorang anggota awal Sarekat Islam yang bergabung pada 1914 (pada saat itu ia baru berusia 15 tahun) dan segera menjadi Sekretaris Cabang SI Surabaya. Ia menjadi salah satu agitator buruh pertama di Indonesia. Pada 1915, atas ajakan Sneevliet, ia bergabung dengan ISDV dan segera menjadi wakil ketua cabang Surabaya. Pada 1916, ia menjadi juru bicara ISDV pada kongres SI pertama. Ia menganjurkan agar SI membentuk aliansi dengan ISDV, namun pimpinan sidang memotong pembicaraan Semaun setelah ia berpidato hanya lima menit[2].
Segera setelah kongres tersebut, Semaun pindah dari Surabaya ke Semarang karena adanya pemindahan pekerjaan. 6 Mei 1917, ia menjadi Ketua SI cabang Semarang menggantikan Muhammad Jusuf. Soe Hok Gie dan Ruth Mcvey agaknya berbeda pandangan soal umur Semaun pada kala itu. Soe Hok Gie berpendapat bahwa umur Semaun pada saat menjadi ketua SI cabang Semarang adalah sembilan belas tahun[3], sedangkan menurut keterangan Ruth Mcvey, pada 1916, Semaun baru berumur 17 tahun[4]. Keduanya mendapatkan sumber yang sama yaitu sumber wawancara lisan dengan Semaun. Namun, kita-sebagai seorang sejarawan-pada akhirnya harus mengambil sintesis dari kedua pandangan tersebut dengan merujuk pada banyaknya sumber yang diambil oleh Ruth Mcvey selain sumber wawancara lisan, maka kita lebih setuju dengan pendapat Ruth Mcvey dalam hal ini.
Sedangkan, Sarekat Islam adalah sebuah organisasi massa yang pada mulanya merupakan sarekat dagang yang dibentuk pada akhir 1911 oleh Samanhudi dengan nama Sarekat Dagang Islam (selanjutnya disingkat SDI) di Surakarta. Tujuan awal dari SDI adalah untuk melindungi pengusaha batik Jawa dari persaingan pedagang Cina yang meningkat. Namun pada 1912, HOS Cokroaminoto mengambil alih organisasi dan merombak SDI dengan membuang kata “Dagang” sehingga menjadi Sarekat Islam. SI pada awalnya bertujuan meningkatkan taraf hidup dan perekonomian Indonesia secara umum. Pusat kegiatan SI pun pindah ke Surabaya dam pada awal 1913, SI memperoleh banyak pendukung dari seluruh Jawa[5].
Dari kelas pedagang perkotaan, SI mulai menyebarkan pengaruhnya secara cepat pada kaum yang lebih miskin di perkotaan dan kemudian juga mendapat pengaruh luas pula dari daerah pedalaman. Cokroaminoto sendiri pada akhirnya dianggap sebagai sosok Ratu Adil yang diramalkan secara tradisional sebagai pemimpin yang dibutuhkan rakyat. Ekspansi tersebut pada akhirnya memunculkan kekhawatiran dari pemerintah sehingga pemerintah-dibawah perintah Gubernur Jenderal Idenburg-menerapkan kebijakan bahwa para pemimpin SI tidak diizinkan membangun organisasi terpusat yang menunjukkan tanggungjawab keorganisasian dan finansial. SI lokal tetap boleh melakukan kegiatan otonom dan pimpinan pusat hanya berfungsi sebagai penghubung hingga nanti mereka dapat membuktikan mampu memegang tanggungjawab dan kontrol seluruh organisasi[6]. Selanjutnya, kebijakan Idenburg tersebut akan menuntun SI Semarang menjadi lebih radikal lagi karena kebijakan tersebut membuat ISDV dengan mudahnya berafiliasi dengan SI Semarang dibawah kepemimpinan Semaun.

Pengaruh Sosialisme Pertama Dalam Si Semarang
Indische Sociaal Democratische Vereniging (atau ISDV) adalah organisasi sosialis pertama yang banyak menanamkan pengaruh Sosialisme ke tubuh SI Semarang, terutama melalui tangan Semaun dan Darsono. ISDV didirikan di Semarang pada Mei 1914 atas prakarsa Sneevliet, P. Bergsma, H.W. Dekker, dan J.A. Brandsteder. Sneevliet kemudian memberikan pengaruh yang sangat besar bagi Semaun sehingga sebelum ia pindah ke Semarang, Semaun menjadi sangat radikal pemikirannya, terlebih lagi ia adalah seorang anggota VSTP (Vereniging van Spoor en Tram Personeel). VSTP sendiri merupakan salah satu organisasi buruh pertama yang didirikan pada 1908 di Semarang. Selain VSTP, SS-Bond merupakan organisasi buruh paling pertama yang berdiri pada 1905 dan dipimpin oleh para pegawai berkebangsaan Belanda[7].
Semaun yang menggantikan kepemimpinan Muhammad Jusuf pada akhirnya mengubah wajah SI Semarang menjadi lebih bersifat proletariat. Pada mulanya SI Semarang diisi oleh kaum pedagang dan pegawai rendahan. Semenjak Semaun memimpin SI Semarang, transformasi keanggotaan mulai terjadi dengan masuknya unsur buruh dan tani ke dalam organisasi tersebut. Tendensi SI Semarang yang tadinya moderat akhirnya berubah cenderung menjadi sosialistik. Menurut Soe Hok Gie, terdapat empat faktor yang mengakibatkan SI Semarang menjadi revolusioner dan mendapat masa yang sangat banyak (tentunya selain faktor naiknya Semaun menjadi ketua SI Semarang) yaitu persoalan kemiskinan yang dialami masyarakat desa, pembakaran rumah-rumah rakyat akibat wabah pes yang menyebar di perkotaan, penolakan terhadap Indie Weerbaar[8] serta Volksraad[9], dan pengadilan Sneevliet[10].
Keempat faktor tersebut pada akhirnya membuat SI Semarang mempunyai anggota sebanyak-kurang lebih-20.000 orang pada 1917. Kepemimpinan Semaun juga pada akhirnya membawa SI Semarang menjadi organisasi yang revolusioner. SI Semarang-dengan kepemimpinan Semaun-keras mengkritik Indie Weerbaar. Selain itu, mereka juga mengkritik CSI karena para pemimpinnya mendukung Indie Weerbaar dengan mengirim Abdul Muis sebagai delegasi untuk dukungan tersebut. Mereka juga berani mengkritik Volksraad sebagai badan yang diciptakan Pemerintah untuk menekan pergerakan massa. Di sisi lain, SI Semarang mengorganisir sarekat buruh VSTP dan juga mengusahakan dibentuknya vaksentral[11] namun gagal.
Kecenderungan revolusioner tersebut serta kedekatan SI Semarang dengan kelas buruh dan tani cukup untuk membuktikan bahwa unsur Sosialisme Revolusioner telah merasuki tubuh SI Semarang. Kedekatannya dengan ISDV juga banyak mempengaruhi SI Semarang sehingga tidak heran kalau SI Semarang pada selanjutnya menjadi aktor intelektual dibalik banyaknya pemogokan buruh bersama SI Surakarta dan SI Yogyakarta. Bahkan dalam usaha propagandanya, Semaun berhasil menguasai pers Sinar Hindia yang kemudian berganti nama menjadi Sinar Djawa dan bahkan menjadi pemimpin redaksi pers tersebut. Redaktur pers tersebut diisi oleh Muhammad Jusuf, Alimin (SI Batavia), Kadarisman, Aloei, dan Notowijoyo[12].
Tidak hanya SI Semarang, unsur Sosialisme juga mempengaruhi beberapa tokoh SI lainnya di berbagai cabang seperti Alimin dan Musso dari Batavia, Marco Kartodikromo dan Haji Misbach dari Surakarta serta beberapa tokoh lainnya dari berbagai kota. Bahkan Sarekat Islam secara keseluruhan mulai cenderung bergerak ke kiri sejak kongres CSI 1917. Usul Semaun dengan menolak Kapitalisme Asing sebagai salah satu asas SI diterima karena adanya kekecewaan SI itu sendiri terhadap pemerintah dalam mengurus indie weerbaar dan juga tidak diterimanya berbagai usul dalam volksraad.

Aksi-Aksi Sarekat Islam Semarang 1917-1920
Catatan-catatan mengenai aksi yang dilakukan Sarekat Islam Semarang sebagian besar terangkum dalam skripsi Soe Hok Gie yang berjudul Dibawah Lentera Merah. Namun, ada baiknya kita mengulas apa saja yang dilakukan Sarekat Islam Semarang selama periode kepemimpinan Semaun. Ruth Mcvey juga mengulas secara lengkap tentang bagaimana Sarekat Islam secara keseluruhan melakukan aksi selama periode 1917 hingga tahun 1920. Kita hanya membatasi hanya dalam masa periode tersebut karena diluar dari periode tersebut, Sarekat Islam Semarang telah beralih fungsi menjadi ruang bagi pergerakan rakyat yang diorganisir oleh Perserikatan Komunis Hindia yang dipimpin oleh Semaun pula pada masa awalnya.
Kongres Nasional Sarekat Islam kedua yang dilaksanakan pada 20-27 Oktober 1917 di Batavia dihadiri oleh utusan dari seluruh cabang Sarekat Islam di Indonesia. Kongres tersebut begitu penting karena menjadi awal dari condongnya Sarekat Islam ke kiri. Semaun dan kawan-kawannya yang mewakili SI Semarang mengajukan bahwa SI harus melawan Indie Weerbaar namun dapat penentangan dari Abdul Muis. Muis juga menolak soal konsep Semaun yang mau bekerjasama dengan ISDV yang dituduhnya sebagai orang Belanda yang munafik. Namun, konsep mengenai Kapitalisme pada akhirnya diterima sebagai salah satu asas dasar SI dengan perkataan memerangi Kapitalisme yang jahat[13]. Tendensi yang condong ke kiri ini bahkan diakui oleh Abdul Muis dalam korannya Kaoem Moeda yang terbit pada 29 Oktober 1917. Abdul Muis menyebutkan bahwa “Sarekat Islam sekarang sudah bernada sosialis”.
Setelah kongres tersebut, Semaun dan kawan-kawannya mulai mengorganisir buruh agar lebih militan. Pemogokan-pemogokan pun dilancarkan sebagai salah satu aksi kaum buruh untuk melawan penindasan borjuasi pada kala itu. Aksi pertama yaitu Sarekat Islam melakukan pemogokan untuk menuntut kepada sebuah perusahaan mebel setelah mereka memecat 15 buruh. Tuntutan tersebut ialah diantaranya pengurangan jam kerja dari 8,5 jam menjadi 8 jam, gaji buruh dibayar penuh selama mogok, dan setiap yang dipecat wajib diberi pesangon sebanyak upah 3 bulan[14]. Dalam waktu lima hari, pemogokan tersebut membawa dampak yang luar biasa, majikan pada akhirnya menerima tuntutan SI dan pemogokan pun berhenti.
Tidak hanya itu, SI Semarang juga melakukan perjuangan melawan tuan-tuan tanah yang memeras penduduk desa di tanah-tanah partikelir[15]. Perjuangan untuk menasionalisasi tanah bisa dikatakan berhasil namun karena adanya aksi sepihak dari kaum tani membuat perjuangan tersebut bisa dikatakan gagal[16]. Aksi nasionalisasi tanah tersebut menjadi catatan hitam bagi SI Semarang sehingga semenjak itu, SI Semarang tidak lagi melakukan usaha-usaha konkret untuk itu.
SI Semarang juga secara aktif menentang Indie Weerbaar serta Volksraad melalui tulisan-tulisan yang dimuat dalam koran harian mereka yaitu Sinar Djawa. Bahkan, SI Semarang bersama ISDV aktif mengkritik Abdul Muis yang dianggapnya sebagai “Boedak Setan Oeang”. SI Semarang atas nama 20.000 anggotanya meminta agar Abdul Muis dipecat dari posisinya sebagai wakil presiden CSI.
Perjuangan SI Semarang dalam membela kaum buruh sebagian besar mengalami keberhasilan. Tetapi sebagian dari perjuangan tersebut juga ada yang mengalami kegagalan. Contoh kegagalan tersebut ialah saat SI Semarang menangani kasus pemogokan yang terjadi disebuah perusahan percetakan yang bernama Niuwe Courant. Dari April hingga bulan Juni 1918, pemogokan berlangsung dan memakan dana banyak, majikan berhasil bertahan dengan tidak memenuhi tuntutan dari SI sehingga pemogokan tersebut dianggap sebagai kekalahan moril bagi SI itu sendiri[17].
Perjuangan-perjuangan tersebut pada akhirnya membuat setiap sidang-sidang CSI selalu menghasilkan keputusan revolusioner karena didukung oleh sebagian besar cabang SI lokal. Tokoh SI Semarang menyadari hal tersebut sehingga secara intensif, SI Semarang mengadakan kursus-kursus kader untuk kemudian disebarluaskan ke kota-kota lainnya. Kursus-kursus tersebut menghasilkan sesuatu yang positif sehingga terlihat bahwa semakin banyaknya SI lokal yang mendukung ide-ide Sosialisme Revolusioner.
September 1918, Sarekat Islam kembali mengadakan sidang yang dihadiri oleh para pengurus sentral serta komisaris daerah. Tujuan sidang tersebut adalah membahas memburuknya situasi politik serta harga-harga yang mulai membumbung tinggi. Tidak hanya permasalahan tersebut, SI juga membahas soal tekanan pemerintah kepada tokoh-tokoh pergerakan yang semakin berat. Sidang tersebut dihadiri oleh 10 orang yaitu Cokroaminoto, Semaun, Sukirno, Sosrokardono, anggota yang tidak dapat datang diantaranya: Abdul Muis, Hasan Djajadiningrat, Muhammad Jusuf, M. H. Nizam Zoeny, Moh. Arif, Wignjadisastra, dan Brotosoehardjo. Selain itu terdapat wakil Medan yang tidak sempat diundang serta K.H. Ahmad Dahlan tak memberi kabar[18].
Sidang tersebut menjadi begitu penting mengingat bahwa hasil dari sidang tersebut ialah persoalan Tionghoa yang tidak lagi dipersoalkan, penentangan terhadap Kapitalisme “yang berdosa”, penolakan terhadap Indie Weerbaar, dan penilaian terhadap sikap pemerintah yang dinilai lebih mementingkan tebu daripada rakyat. Selain keputusan-keputusan tersebut, hal yang paling mengejutkan adalah ditunjuknya Sneevliet sebagai wakil SI di Belanda.
Sarekat Islam kembali mengadakan kongresnya kembali pada Oktober 1919 di Surabaya. Selama kongres tersebut, ISDV membagikan sebuah pamflet yang berisi seruan kepada perjuangan kelas. Dalam pamflet tersebut, ISDV menyatakan bahwa tugas SI adalah membangun organisasi agar proletariat Hindia dapat membebaskan dirinya sendiri[19]. Kongres tersebut merupakan salah satu kongres terpenting karena terlihat adanya pergeseran dasar prinsip Sarekat Islam dari religius menuju ke sosialis sekuler. Pergeseran tersebut terlihat ketika para pemimpin SI membuat sebuah federasi buruh pertama di Indonesia pada 25 Desember 1919. Federasi tersebut beranggotakan 22 serikat buruh (kebanyakan dari serikat tersebut dipengaruhi oleh SI Semarang) dan 72.000 anggota buruh yang dipimpin oleh Suryopranoto[20]. Federasi tersebut bernama Persatuan Pergerakan Kaum Buruh atau PPKB.
Selain pergerakan Sarekat Islam yang lebih bercirikan sosialis sekuler sejak SI Semarang turut campur tangan dalam setiap pergerakannya, ada kejadian menarik dari pihak ISDV. Sejak dibentuknya Komintern pada 1919 di Rusia, maka label sosial demokrat sering diidentikkan dengan Internasionale II. Dengan cepat, berbagai organisasi komunis di berbagai negara merubah namanya menjadi Partai Komunis tak terkecuali dengan Indonesia. Pada 23 Mei 1920, atas saran Alimin dan penguatan saran dari Semaun, ISDV merubah namanya menjadi Perserikatan Komunis Hindia. Semaun terpilih menjadi ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, dan Dekker menjadi bendahara. Nama Perserikatan Komunis Hindia kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia.
Partai Komunis Indonesia menjadi partai komunis pertama yang berdiri di Asia di luar perbatasan Rusia. Kelak, partai tersebut menjadi partai komunis terbesar ketiga setelah Partai Kun Chan Tang dari Cina dan Partai Komunis Uni Soviet. Pergerakan PKI selanjutnya mempengaruhi pergerakan Sarekat Islam dan menjadi pemicu pertama pertentangan antara Sarekat Islam yang dipengaruhi cabang Semarang dengan Sarekat Islam yang tidak dipengaruhi cabang Semarang. Sejak berdirinya PKI, Sarekat Islam cabang Semarang mengorganisir cabang SI lokal yang mempunyai paham sosialis untuk selanjutnya memisahkan diri dari SI. Dengan demikian periode kepemimpinan Semaun di SI Semarang berakhir sejak 1920.


Referensi


[1] Ruth Mcvey. op.cit. Hal. 26.
[2] Ibid hal. 29.
[3] Soe Hok Gie. op.cit. Hal. 6.
[4] Ruth Mcvey. op.cit. Hal. 32.
[5] Ibid hal. 12, untuk keterangan lengkap mengenai SI, lihat Robert Van Niel, The Emergence of The Modern Indonesian Elite hal. 89-95.
[6] Ibid hal. 18-19. Untuk keterangan lebih lengkap mengenai kebijakan Idenburg, lihat Bescheieden Betreffende de Vereniging ‘Sarekat Islam’, (Pemerintahan Hindia Belanda, 1913) hal. 60-77.
[7] Dipa Nusantara Aidit. Sejarah Gerakan Buruh Indonesia. (Jakarta: Yayasan Pembaruan, ___). hal. 37.
[8] Indie Weerbaar merupakan suatu kebijakan Pemerintahan Hindia Belanda yang menuntut agar rakyat pribumi dipersenjatai dengan maksud membendung musuh-musuh dari luar, terutama Jepang, lihat Soe Hok Gie, op.cit. hal. 11.
[9] Volksraad merupakan sebuah dewan bentukan Pemerintahan Hindia Belanda yang bertujuan untuk menampung aspirasi rakyat (namun pada kenyataannya tidak berguna) yang anggotanya berasal dari kalangan orang Eropa dan pribumi.
[10] Pada Februari 1917, Sneevliet menulis artikel Zeegepral tentang kemenangan revolusi Februari Rusia dalam surat kabar De Indier. Karena artikel tersebut, Sneevliet diadili pada November 1917. Pengadilan tersebut dikenal sebagai Persdelict Sneevliet. lihat Sinar Djawa penerbitan 21 Oktober sampai 7 Desember 1917.
[11] Vaksentral merupakan suatu bentuk federasi sarekat buruh pusat yang berusaha dibentuk oleh Semaun sebagai bentuk persatuan seluruh sarekat buruh di Jawa, namun usaha tersebut gagal karena yang mengirimkan wakil hanya VSTP. lihat Aidit, op.cit. hal. 40.
[12] Soe Hok Gie. op.cit. hal. 18.
[13] Ibid hal. 28.
[14] Ibid hal. 29-30.
[15] Menurut J. Heemstra (1940), tanah partikelir merupakan komplek tanah luas-baik itu pertanian maupun perumahan-yang diserahkan kompeni Pemerintah Inggris maupun Belanda kepada pihak swasta dengan hak khusus. Tanah tersebut dipindahtangankan dengan cara hadiah, penjualan, atau cara lain sehingga pihak swasta mempunyai hak milik penuh atas tanah tersebut.
[16] Ibid hal. 30.
[17] Ibid hal. 33-34.
[18] Oetoesan Hindia, 23 Desember 1918.
[19] Ruth Mcvey. op.cit. hal. 74.
[20] Ibid hal. 75.

0 comments:

Post a Comment

 
;