Sunday, February 11, 2018

“Moral Juang Dalam Pemahaman Marxisme Era Sekarang”


Moral Juang(Moralitas) adalah salah satu unsur pokok manusia atau dalam bentuk komunalnya adalah masyarakat secara struktural. Moral Juang selalu dikaitkan dengan etika dan norma sebagai suatu trinitas yang menjadi batasan bagi masyarakat dalam bersikap dan bertindak. Ketiganya merupakan sumber peraturan masyarakat, sehingga jika dilanggar maka hukum komunal masyarakat lah yang menentukan harganya. Segala bentuk teori dari ketiganya adalah etik. Etik dalam bentuk dasarnya merupakan suatu codex yang tidak tertulis namun menjadi suatu unsur budaya yang penting. Bentuk etik yang paling umum kita kenal adalah agama dan kepercayaan masyarakat.
Moral Juang seringkali menjadi suatu unsur yang di kesampingkan karena merupakan suatu aturan tidak tertulis yang di buat untuk di langgar, seperti peraturan pada umumnya. Padahal jika moralitas tersebut di bangun, maka akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang teratur dan luhur budi. Jika suatu masyarakat tidak menetapkan suatu aturan etika dan moral, masyarakat tersebut akan tenggelam menjadi suatu artifisial yang tiada berbudaya. Hasilnya, masyarakat tersebut akan hancur dengan sendirinya. Hal ini dapat kita lihat realitanya pada masyarakat Romawi yang telah diramalkan kehancurannya akibat moralitas oleh Virgil.

Faktor hierarki dalam masyarakat berpengaruh dalam pembentukan moralitas. Biasanya tingkatan hierarki tertinggi lah yang menjadi contoh tindakan moral bagi masyarakatnya. Tetapi tak selalu hierarki tertinggi yang menjadi patokan dalam pembentukan moral tersebut. Ada kalanya, kekuasaan tidak berpengaruh sama sekali terhadap moral. Ketika penguasa bermoral tinggi dan luhur dan masyarakatnya berantonim terhadap penguasanya, maka faktor mayoritas sering di menangkan dalam pembentukan moral.
Lalu bagaimana bisa seorang revolusioner moral mengubah tingkatan moralitas masyarakatnya yang bobrok? Seharusnya pertanyaan yang demikian menjadi kerangka dasar perjuangan pembentukan moralitas suatu masyarakat. Ini yang dilakukan oleh Socrates, Virgil, dan Spartacus sekalipun, mereka akhirnya mati karena perjuangan menegakkan moralitas. Kebanyakan dari para revolusioner moral akhirnya gagal tenggelam dalam pendapat mayoritas. Contoh lainnya adalah seorang nabi yang bernama Luth yang berusaha menegakkan moral dalam masyarakat kaum Sodom dan Gomorah. Akhirnya Luth menerima kegagalan, ramalan akan kehancuran suatu bangsa akibat moralitas pun terjadi kepada kedua daerah tersebut.
Kita beralih pembahasan kepada Materialisme yang menjadi unsur pokok dalam filsafat Marxisme. Bagaimana Marxisme bisa membentuk moralitas terhadap para penganut ajarannya? Terkadang saya berpikir, apakah karena ketiadaan moral yang membuat Uni Soviet runtuh dan terjadinya penyelewengan ajaran Komunisme Internasional oleh berbagai pihak yang haus kekuasaan seperti Stalin? Belajar dari sejarah, ketika Marxisme dihadapkan kepada pendapat orang yang menyatakan bahwa Marxisme itu usang, tugas kita adalah mengembangkannya. Mungkin jika kita mendekatkan moralitas pada Marxisme akan membuat ideologi tersebut akan menjawab tantangan zaman. Artinya Marxisme akan sesuai dengan zeitgeist dari tiap zaman-zaman yang dilalui oleh masyarakat.
Kita sadar, bahwa berbicara tentang proletar dan borjuis bukan lagi seperti pada pemahaman awal yaitu proletar adalah kelas pekerja dan borjuis adalah kelas pemilik modal. Apakah teori dualisme kelas itu akan bertahan bergantung pada para intelektual menafsirkan kontradiksi tersebut sesuai dengan perkembangan zaman. Sama halnya dengan faktor pembentukan moral yang berbeda setiap zaman. Walaupun output dari moral setiap zamannya tetap sama, tetapi dalam prosesnya, membentuk etika dan norma itu berbeda. Teori-teori terus dikembangkan dan di perbaharui dalam menjawab tantangan pembentukan moral tersebut. Bisa saja estetika dari filsafat etika dari Yunani Kuno itu sudah usang di zaman sekarang, siapa yang tahu itu? Masyarakat yang bersifat awam terkadang tidak peduli dengan hal itu.
Sekarang ketika orang bertanya apa itu moral? Hemat saya, moral adalah suatu penilaian atas sikap manusia yang sesuai dengan etika. Etika sendiri berarti praxis dari etik, yaitu kode moralitas yang membatasi sikap dan tindakan manusia. Etika dan moral berkaitan dengan norma, norma berarti peraturan tidak tertulis yang mendasari etika dan moral. Sekilas ketiga pengertian itu saling berhubungan. Seperti yang saya kemukakan tadi, bahwa ketiganya merupakan suatu trinitas yang menjadi pembatasan atas sikap dan tindakan manusia (dalam hal ini masyarakat komunal). Ketiganya muncul atas kesepakatan dari anggota masyarakatnya, berarti berkaitan dengan suara mayoritas. Melanjutkan tema, lalu bagaimana mendekatkan suatu moralitas dengan Materialisme yang menjadi dasar dari Marxisme?
Materialisme selalu berbicara tentang materi yang menjadi subjek utama dari filsafatnya. Materialisme berbicara bahwa materi adalah sumber dari segala sesuatu. Dalam filsafat Materialisme juga disebutkan bahwa ide merupakan representasi dari materi sebagai subjeknya, berarti ide merupakan objeknya. Dalam kaitannya dengan sejarah, maka muncullah Materialisme Historis yang menyatakan bahwa peristiwa sejarah adalah suatu peristiwa masa lampau yang terjadi akibat dari campur tangan manusia sebagai subjek utamanya. Faktor terjadinya sejarah tersebut adalah kebutuhan atau dalam bahasa lain disebut ekonomi.
Tetapi Marxisme tidak sedangkal itu dalam menafsirkan historis manusia. Materialisme Historis juga berbicara mengenai pertentangan yang menjadi proses dari peristiwa sejarah tersebut. Akibat dari pertentangan tersebut adalah suatu synthese yang bersifat baru. Sedangkan sebabnya adalah selalu karena faktor kebutuhan manusia. Kebutuhan tersebut lah yang menciptakan ranah sosial, politik, dan keagamaan manusia.
Kita juga tidak lepas dari bentuk Materialisme lain yang unik yaitu Materialisme Dialektika. Materialisme Dialektika secara sederhananya adalah berbicara tentang pertentangan yang subjeknya adalah materi, bukan ide. Sebab dari pertentangan adalah kenyataan indrawi, realitas, dan bukan ide. Setidaknya kita menempatkan ide dalam objektifitas dari materi tersebut. Misalnya, otak manusia sebagai sumber dari ide tersebut menghasilkan suatu pemikiran untuk memulai suatu revolusi masyarakat karena sadar akan kebutuhan masyarakat yang mendesak.
Antara Materialisme Historis dan Materialisme Dialektika merupakan suatu bentuk filsafat modern yang benar-benar melihat masalah dari realitas yang ada. Bukan seperti pemikiran Idealisme yang selalu mengambang dalam pemikiran. Tidak mungkin suatu ide bisa menciptakan peristiwa sejarah, karena ide itu sendiri merupakan output dari materi. Lalu dimana peran ide dalam peristiwa sejarah? Sepertinya anda sudah bisa menebaknya.
Kekurangan dari kedua filsafat tersebut adalah suatu bentuk moralitas dan etika yang bisa membatasi tindakan masyarakatnya. Memang naif kalo kita mencampuradukkan Materialisme dengan etika, tetapi hal ini di rasa sangat perlu untuk dijabarkan karena kurangnya moralitas dalam Marxisme berdampak pada munculnya masyarakat yang tak beretika. Untuk itu, kita perlu mengangkat moralitas dari sebuah idealisme menjadi sebuah bentuk ilmiah berdasarkan keilmuan dan empiris. Bentuk moralitas tersebut bisa di bilang sebagai Moralitas Ilmiah.
Moralitas Ilmiah berarti memandang moralitas dari perspektif Materialisme. Kita tak bisa lepas dari Ontologi dalam membahas ini. Tetapi bukan berarti kita harus terjebak dalam Materialisme Ontologis yang mendasari Sosialisme Etis. Bentuk yang demikian sungguh naif, karena kotornya bentuk Materialisme akibat adanya bentuk Idealisme yang di susupkan. Memandang Moralitas secara Materialisme berarti kita membuat moralitas menjadi suatu hal yang di tempatkan di sisi subjektif atau menjadi satu kesatuan dengan materi sebagai hal yang mendasari Materialisme.
Sederhananya seperti ini, manusia yang bermoral tidak harus beragama, dan manusia beragama belum tentu bermoral. Manusia yang bermoral tidak harus idealis, karena kita dapat menemukan celah moralitas dalam manusia yang Materialis. Maka kita bisa ambil kesimpulan bahwa moral adalah suatu bentuk output dari akal dalam memilah mana yang baik mana yang buruk. Sama halnya dengan memandang dialektika dari perspektif Materialisme, maka bentuk moral menjadi suatu realita yang berbeda dengan bentuk moral yang masih berupa mitos yang membicarakan baik dan buruknya manusia. Baik dan buruknya manusia dari perspektif Materialisme muncul karena tindakan manusia yang nyata. Misalnya, ketika seseorang memperkosa wanita, maka kita bisa langsung menjudge orang itu mempunyai moralitas yang buruk karena adanya realita yang menunjukkan itu. Pendapat kritik atas moral tersebut muncul karena adanya tindakan nyata manusia itu.
Saya menolak anggapan ketika seorang Marxis menyatakan bahwa moralitas bukan bagian dari filsafat Materialisme karena bersifat mitos. Tetapi jika kita menganalisis moral tersebut dari perspektif Materialisme bukan berarti bentuk moral tersebut menjadi mitos. Realitas moral bisa di wujudkan ketika manusia sudah melakukan tindakan nyatanya. Jika manusia tersebut masih dalam sikap diamnya, maka moralitas masih dalam bentuk khayali, tetapi saat manusia tersebut bertindak melakukan sesuatu hal, moralitas tersebut sudah berbentuk nyata akibat adanya wujud dari tindakan tersebut. Tiada alasan lagi bagi Marxisme untuk mengesampingkan moralitas. Moralitas dalam bentuk ilmiah yang di analisis secara realistis sudah menjadi bagian dari filsafat Materialisme setidaknya ketika tindakan manusia tersebut sudah nyata dalam indrawi.
Pembentukan moral dalam masyarakat Sosialisme di rasa sangat penting karena akan membatasi perilaku masyarakat sosialisme sesuai dengan kaidah norma Sosialisme yang berlaku. Bukan berarti saya ingin mencampuradukkan Idealisme dengan Materialisme, karena saya layaknya Marx yang ingin mengembangkan teorinya berdasarkan realitas masyarakat yang ada. Tentunya dengan adanya moralitas dalam masyarakat yang Materialisme akan menciptakan suasana Sosialisme yang luhur budi dan akalnya. Artinya ilmu pengetahuan akan berdampingan dengan moral, dengan begitu tidak mungkin tercipta lagi bom nuklir, yang tercipta hanya pembangkit listrik tenaga nuklir. Inilah yang disebut Moralitas Ilmiah itu.

0 comments:

Post a Comment

 
;