“Dari
Kacamata Ideologi Marxisme”
Pancasila
adalah suatu sistem ideologi yang unik dimana para pelopornya berusaha membuat
Pancasila tidak berpihak kepada ideologi kiri maupun kanan. Tetapi dalam
kronologi perjalanannya, Pancasila akhirnya banyak terkait dengan ideologi
kiri, apalagi Soekarno, salah satu perumus Pancasila pernah menyatakan bahwa
esensi dari Pancasila adalah kiri. Berarti kita bisa ambil kesimpulan bahwa
Pancasila merupakan representasi dari Sosialisme yang bersifat membumi dengan
rakyat Indonesia.
Penjabaran
mengenai Pancasila bisa kita lihat dalam Preambule dan UUD 1945, dalam satu
contoh kasusnya, ideologi Pancasila bersifat Sosialisme ini terlihat pada
beberapa pasal dalam UUD 1945, misalnya saja dalam pasal 33 yang menjelaskan
tentang pemerataan ekonomi dan sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Hal ini cukup menjelaskan
bahwa penjabaran Pancasila memang bersifat Sosialisme.
Dalam
perjalanannya, para tokoh pergerakan Nasional yang kebanyakan berorientasi pada
Marxisme memang memasukkan unsur Sosialisme pada konstitusi kita dan dalam
kronologisnya, banyak kebijakan politik pada masa orde lama yang sangat condong
ke kiri, contohnya saja adalah pembentukan poros Beijing-Phnom Penh-Jakarta
yang di cetuskan oleh Soekarno.
Pada
dasarnya, Soekarno memandang Pancasila sebagai salah satu dari penerapan konsep
Nasakomnya Soekarno. Kurang lebihnya, Pancasila merupakan salah satu ideologi
yang berorientasi pada Marhaenisme. Suatu teori Marxis yang di sesuaikan dengan
keadaan rakyat Indonesia. Asas tunggal Pancasila yang berbunyi “Gotong Royong”
merupakan sifat dari rakyat Indonesia yang memang berorientasi pada
Sosialistik. Maka tidak heran, dalam konsep ajaran Pancasila murni yang masih
menurut Soekarno, Yamin, maupun beberapa tokoh pergerakan nasional lainnya
berdasarkan ajaran Owen, Marx, dan Soekarno sendiri tentunya. Soekarno
dikatakan berhasil menyusun konsep teori yang menggabungkan Marxisme, Nasionalisme,
dan Agama. Hasil dari konsep teori tersebut tentunya adalah Pancasila.
Pancasila
pada umumnya menggambarkan sifat dari rakyat Indonesia itu sendiri yang
berketuhanan, berkemanusiaan, bersatu, berdemokrasi, dan berkeadilan sosial.
Walaupun saya sendiri menyimpulkan bahwa Pancasila tersebut merupakan
penggabungan dari Agama, Humanitas, Nasionalisme, Demokrasi, dan Sosialisme,
tetapi dalam penjabaran teorinya banyak menyebutkan konsep Sosialisme.
Tetapi
pada masa Soeharto, ketika terjadi pelarangan segala bentuk ajaran Marxisme dan
Soekarnoisme, maka ajaran Pancasila pun tidak murni lagi. Soeharto mengumumkan
konsep Pancasila sesuai dengan interpretasi dirinya dalam memandang Pancasila.
Hal ini memicu stigma yang terjadi dikalangan rakyat Indonesia terhadap
Sosialisme. Penjabaran Pancasila yang di cetuskan Soeharto banyak di susupi
teori Liberalisme yang sifatnya kebarat-baratan. Maka tidak heran, ketika pada
masa itu, ideologi Indonesia adalah Pancasila, tetapi dalam prakteknya bersifat
Liberalisme.
Penanaman
modal asing swasta di Indonesia pada masa Soeharto dianggap sebagai implentasi
dari Liberalisme itu sendiri. Ketika Soekarno berusaha untuk menasionalisasi
segala aset negara, maka Soeharto berhasil menyimpang dari ajaran Pancasila itu
sendiri dengan penguasaan asing terhadap kekayaan negara, sebut saja PT.
Freeport, Exxon Mobile, atau berbagai perusahaan swasta asing lainnya yang
berhasil menguasai aset kekayaan negara. Maka itu dikatakan Pancasila tidak
lagi murni.
Soeharto
secara tegas menanamkan Pancasila di kalangan rakyat dengan adanya Pedoman
Penghayatan dan Penataran Pancasila atau yang biasa di singkat P-4, tetapi
penanaman nilai-nilai Pancasila yang demikian bersifat otoriter. Dalam kasus
tersebut, Soeharto bersifat sangat McCarthyism, McCarthy adalah salah satu
penganut Liberalisme yang mengeluarkan ajaran yang menyatakan bahwa segala
bentuk ideologi yang tidak sesuai dengan pemikiran para penguasa maka perlu di
musnahkan. Dalam prakteknya, McCarthy menyatakan bahwa segala bentuk ideologi
Marxisme dan akar-akarnya harus di musnahkan. Soeharto dan McCarthy adalah
seorang epigon. Ciri dari seorang epigon adalah cemerlang sebagai peniru orang
panutannya, namun tanpa orijinalitas dan tanpa intelegensi, biasanya malah
bertindak berlebihan (Pernyataan Joesoef Ishak, dalam pengantar penerbit dari
buku “Friederich Engels Tentang Das
Kapital Karl Marx”).
Hal ini
sungguh sangat disayangkan, penanaman nilai Pancasila yang terlalu berlebihan
pada rakyat Indonesia tersebut telah mengubah sifat rakyat Indonesia yang
tadinya berasaskan “Gotong Royong” menjadi Liberalisme yang bersifat
individualistis. Maka kita bisa melihat hasilnya ketika Pancasila hanya menjadi
teori akut saja di masa reformasi. Bahkan konstitusi-konstitusi yang di
ciptakan oleh para pemerintah di masa reformasi banyak menjauh dari ajaran
Pancasila yang murni.
Ketika
kondisi sebuah ideologi sudah demikian maka muncul pertanyaan di benak para
kritikus ideologi, masih relevankah ideologi tersebut di masa sekarang? Jawaban
dari pertanyaan tersebut sebenarnya terletak pada rakyat dan pemerintah dari
negara yang menganut ideologi tersebut. Relevansi dari suatu ideologi terletak
dari pengamalan prakteknya yang sesuai dengan keadaan zaman, terkadang sebuah
ideologi dikatakan konservatif ketika ideologi tersebut tidak bisa menjawab
tantangan zaman yang menghinggapi masyarakatnya.
Bagaimana
dengan ideologi Pancasila? Jika dilihat dari teori di atas maka kita harus
melihat lebih dalam lagi tentang ajaran Pancasila tersebut. Pancasila dalam kajian
filsafahnya merupakan suatu ideologi yang unik. Soekarno pada awalnya
mengorientasikan Pancasila sebagai sebuah ideologi yang lepas dari pengaruh
timur dan barat, tetapi dalam teorinya Pancasila banyak di dominasi oleh
Sosialisme, sama halnya dengan Juche yang di anut bangsa Korea yang
berorientasi pada Humanisme dan Komunisme. Jika dalam kajiannya dikatakan bahwa
Pancasila merupakan sebuah ideologi yang lepas dari pemikiran konservatif
walaupun dalam proses perumusannya banyak dimasukkan pemikiran-pemikiran
konservatif, terutama dari Moch. Yamin yang merumuskan Pancasila pertama pada
sidang BPUPKI pertama.
Jika
dikatakan Pancasila bukanlah suatu ideologi konservatif seperti halnya
Feodalisme, maka kita harus membuktikan hal tersebut dalam prakteknya. Praktek
penerapan ideologi non-konservatif tidak bisa lepas dari gagasan ketahanan
ideologi tersebut dalam menghadapi tantangan eksternal. Ketahanan tersebut bisa
membuktikan apakah sebuah ideologi memang benar-benar ideal dalam prakteknya
menghadapi setiap zaman yang selalu berubah sesuai dengan pola kehidupan
masyarakatnya.
Maka kita
perlu melawan para kritikus yang menyatakan bahwa Pancasila sudah tidak relevan
lagi di Indonesia.
Gagasan Ketahanan Nasional Pancasila dalam
Menghadapi Tantangan Eksternal
Berbicara
tentang gagasan ketahanan nasional maka kita tidak pernah lepas dari hukum
Dialektika yang menyatakan bahwa suatu these yang menjadi dasar suatu
teori akan selalu menjadi kontradiksi dari antithese yang merupakan
kritik atas teori tersebut. Pancasila kita sering di kritik oleh kaum Marxisme
Dogmais yang menyatakan bahwa Pancasila sudah tidak relevan lagi dalam menjawab
tantangan eksternal karena berubahnya zaman. Maka untuk melawan kritikan
tersebut diperlukan tindakan realita yang sesuai dengan kondisi negara yang
sudah mengglobalisasi di era reformasi ini.
Aspek
ekonomi merupakan suatu kekuatan yang menjadi dasar dari globalisasi di masa
kini, tetapi di masa globalisasi yang semakin gencar ini, kita di hadapi oleh
tantangan dari Universalis Liberalisme yang di lancarkan oleh berbagai negara
Kapitalis dalam menguasai sumber daya dan struktural ekonomi di negara
berkembang. Ini bisa dilihat dengan semakin maraknya program free trade
area di dunia. Dewasa ini kita mengenal Masyarakat Ekonomi Eropa sebagai
contoh terbaik dari free trade area, selain itu juga terdapat organisasi
APEC yang mendasari konsep free trade area di wilayah regional Asia
Pasifik yang di motori oleh China.
Akhir-akhir
ini muncul gagasan baru dari konsep free trade area yang bersifat
regional yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (selanjutnya di singkat MEA) yang akan
di canangkan berjalan pada tahun 2015. Maka itu, Indonesia di hadapi oleh
penghilangan batas negara dalam aspek ekonomi. Mari kita lihat sisi positif dan
negatifnya MEA ini bagi Indonesia.
Dilihat
dari sisi positifnya, MEA akan menduniakan berbagai produk Indonesia yang di
canangkan berorientasi pada produk manufaktur, perikanan, pertanian, dan
teknologi, pernyataan ini dilontarkan oleh Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden
Indonesia. Selain itu, semakin terbukanya investasi swasta asing di Indonesia
yang akan menambah serunya perjalanan pasar yang bersifat multiregional di
Indonesia.
Bagaimana
dengan sisi negatifnya? Dilihat dari sisi negatifnya, maka akan berkaitan dengan
mikro ekonominya Indonesia. Hal ini berkaitan dengan nasib UKM yang tersingkir
akibat makin menjamurnya produk-produk luar yang bebas keluar masuk Indonesia.
Selain itu, hal ini akan menimbulkan hilangnya nasionalisasi ekonomi negara
yang harusnya berasaskan Pancasila atau lebih tepatnya berdasarkan teori
ekonomi kerakyatan.
Dalam hal
ini, Pancasila memandang MEA sebagai sesuatu yang menggerus kesejahteraan
sosial yang terpelihara ketika Indonesia berhasil menguasai sektor ekonomi di
negerinya sendiri. Tetapi yang terjadi tidak demikian, Indonesia semakin menuju
ke tahap yang lebih Liberalisme lagi sehingga relevansi Pancasila sebagai
ideologi utama akan tersingkir secara perlahan.
Hilangnya
batas antar negara dalam sektor ekonomi dianggap belum relevan bagi Indonesia
karena sektor UKM sebagai penyumbang utama ekonomi terbesar di Indonesia
dianggap belum mampu menyaingi perusahaan swasta asing yang menjamur di
Indonesia. Selain itu, simpang siurnya sektor prioritas ekonomi Indonesia akan
berdampak sangat buruk ke depannya. Indonesia dianggap belum siap menghadapi
MEA di kemudian hari.
Teori
ekonomi kerakyatan yang harusnya menjadi landasan teori ekonomi di Indonesia
dianggap belum dijalani secara praktisinya sehingga Indonesia semakin kabur
dalam menjalankan perekonomiannya. Menurut saya, peraturan multiregional dan
peraturan pemerintah Indonesia tidak pernah sesuai lagi dengan konstitusi dasar
Indonesia. Pasal 33 jelas menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
berada dalam negara akan menjadi milik negara dan aspek pemerataan ekonomi
sesuai dengan asas ekonomi kerakyatan menjadi landasan ekonomi dasar Indonesia.
Tetapi dalam prakteknya jauh dari kenyataan.
Jika
ditanya tentang gagasan mengenai ketahanan nasional, maka kita perlu berkaca
pada China yang berhasil mempribumikan 90% perusahaannya serta membatasi
investasi modal asing sehingga perekonomian China bisa terbangun mandiri dan
bahkan menjadi salah satu kekuatan perekonomian terkuat di dunia.
Berkaca
pada sila ketiga Pancasila yang berbunyi ”Persatuan Indonesia” dan sila keempat
Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, maka
itu merupakan jawaban dari pertanyaan tersebut. Ketahanan nasional berasaskan
Pancasila berdasarkan pada persatuan dan pemerataan keadilan internal secara
menyeluruh sehingga tercipta sebuah masyarakat yang kuat dan bersifat
Nasionalisme-Sosialisme. Suatu negara mandiri yang tidak bergantung pada investasi
asing. Kesimpulannya negara kita harus dibangun dari sektor perekonomian yang
bersifat Nasional sebelum menghadapi free trade area. Jika kita menilai
tentang Nasionalisme Ekonomi, maka Malaysia bisa menjadi juaranya di Asia
Tenggara karena Malaysia berhasil membumikan produk-produknya dan berusaha
menekankan kepada rakyatnya untuk menghargai produk dalam negeri. Seperti
itulah harusnya kita mengonepsikan perekonomian kita.
Relevansi Pancasila dan Pemurnian Ajaran
Pancasila
Mari kita
meneliti Sosialisme, menurut Owen, Sosialisme adalah suatu sistem yang
didasarkan kepada pemerataan yang menyeluruh, pemerataan yang demikian hanya
bisa di wujudkan dengan pengambilalihan aset kekayaan negara oleh negara.
Tetapi bukan berarti swasta nasional tidak boleh berkembang, dalam sistem
Sosialisme, swasta asing bebas menjalankan roda perekonomiannya dengan
pengontrolan yang dilakukan oleh negara. Sistem ini disempurnakan lagi oleh
Marx dan Engels dalam buku Das Kapital sehingga kita mengenal
Sosialisme Komunis.
Bagaimana
dengan Pancasila? Pancasila berdasarkan asas “Gotong Royong”, jika dijabarkan
lebih lanjut maka kita akan menemukan konsep Sosialisme dalam asas tersebut.
Tidak perlu mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, karena keunikan
Pancasila terletak pada sifat ajarannya yang sesuai dengan keadaan rakyat
Indonesia yang Sosialis.
Untuk
melawan para kritikus dari penganut Marxisme Dogmais, maka kita hanya perlu
menjawab, tidak perlu susah-susah untuk menyingkirkan Pancasila dari bumi
Indonesia, karena dalam Pancasila itu sendiri sebagian konsepnya berdasarkan
teori Marx. Kita tidak bisa memaksakan Marxisme secara keseluruhan di Indonesia
karena teori Marx tidak sepenuhnya di jiwai oleh masyarakat Indonesia,
sedangkan Pancasila sudah cukup menggambarkan jiwa manusia Indonesia yang
sifatnya Sosialis.
Untuk
melawan para kritikus Anti Marxis, maka kita perlu menjawab ringan bahwa
konstitusi kita pada dasarnya berpegangan pada konsepsi ideologi kiri, tetapi
dalam pelaksanan prakteknya, Liberal telah merusak –rusak konstitusi kita, maka
kita perlu memurnikan ajaran Pancasila kembali sesuai dengan makna yang
sebenarnya yang pernah di terangkan oleh para tokoh pergerakan Nasional
Indonesia.
Mengapa
Sosialisme bisa diterima dengan mudah di Indonesia lewat Pancasila? Hal itu
disebabkan karena rakyat Indonesia bersifat gotong royong dalam membangun
negaranya, selain itu rakyat Indonesia pada umumnya dan sebenarnya mendambakan
pemerataan ekonomi sehingga tidak terjadi lagi kesenjangan antara si kaya
dengan si miskin di negeri sendiri.
Kesimpulannya,
Pancasila sebenarnya masih relevan di Indonesia karena Pancasila sesuai dengan
jiwa bangsa Indonesia yang sesungguhnya, apalagi Pancasila bukan merupakan
ideologi yang konservatif karena Pancasila selalu berusaha untuk berasosiasi
dengan zaman sehingga Pancasila bisa menjawab tantangan-tantangan zaman. Hal
ini merupakan pembuktian bahwa Pancasila sesuai dengan zeitgeistnya.
Pancasila
merupakan suatu ideologi sempurna karena kelima aspek kehidupan di terangkan
dalam Pancasila yaitu aspek keagamaan, kemanusiaan, Nasionalisme, Musyawarah
Mufakat, dan Sosialisme. Hal ini harusnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi
bangsa Indonesia karena para tokoh pergerakannya berhasil merumuskan ideologi
yang menggabungkan kelima konsep secara sempurna.
Untuk
mempertahankan relevansi Pancasila tersebut, maka diperlukan sebuah penataran
yang bebas dari dogma orde baru yang telah menciptakan stigma bagi Pancasila
itu sendiri. Sudah seharusnya kita menjalankan konstitusi kita dengan yang sebenarnya,
bukan berpihak kepada kelas negara super power yang telah menguras
habis kekayaan negara demi keuntungan kaum Liberal-Kapital. Tidak ada hak
individualistis yang disebutkan dalam Pancasila, semuanya berdasarkan asas
Sosialisme dan pemerataan yang telah sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia.
Maka dari
itu, untuk menciptakan sebuah ketahanan nasional, maka pemerataan ekonomi
diperlukan sehingga membangkitkan mikro ekonomi Indonesia yang menjadi penopang
perekonomian Indonesia yang utama. Kita tidak harus berbaik hati kepada kaum
Kapital-Liberal yang bercokol di Indonesia dengan merendahkan pajak, dengan
meninggikan pajak, maka keuntungan sosial yang di dapat dalam dunia Kapital
akan terwujud, seperti yang dilakukan oleh Pemerintahan China dewasa ini.
0 comments:
Post a Comment