Friday, March 9, 2018

​(Lagi) Supersemar dan Persoalan Distorsi Sejarah


"Jika ada bagian sejarah yg dicat kelabu di atas kelabu, inilah bagian orang itu. Orang-orang dan kejadian-kejadian tampak seperti kebalikan si Schlemihl, seperti bayang-bayang yg kehilangan tubuh" (Karl Marx dalam The Eighteen Brumaire of Louis Bonaparte, 1852).
Setengah abad lalu, tepatnya 11 Maret 1966, Presiden Soekarno meninggalkan Jakarta menuju Istana Bogor setelah situasi sudah tidak memungkinkan untuk meneruskan rapat Kabinet 100 Menteri. Para aktivis mahasiswa menyerukan tritura kala itu. Di Istana Bogor, setelah beberapa saat, Soekarno kedatangan tamu 3 orang jenderal-yg katanya-menjadi suruhan Soeharto, yaitu Brigjen Amirmachmud, Brigjen Basuki Rachmat, dan Brigjen M. Jusuf. Laporan lain dari salah satu ajudan Soekarno menyebutkan adanya jenderal keempat, tetapi dengan mudahnya laporan tersebut dibantah oleh para sejarawan. Mereka bertiga akhirnya menyerukan agar Paduka Yang Mulia membuatkan surat perintah untuk menertibkan keamanan. Surat tersebut akhirnya diketik oleh Ali Ebram.

Setelah setengah abad berlalu, surat yg kabarnya dapat membunuh jutaan simpatisan PKI tersebut hanya beredar yg palsunya saja. Bukan hanya 1 versi yg palsu, tetapi 3 versi. Masing-masing punya keunikan intern sendiri. Misalnya, Surat Perintah 11 Maret yg disimpan di ANRI ternyata mempunyai tanda tangan Presiden yg palsu. Ketika kita mengetahui kepalsuan surat tersebut, akhirnya kita bertanya-tanya, mana yg asli dan apa isi surat yg asli? Benarkah isinya merupakan peralihan kekuasaan dan pembubaran PKI?
Seperti yg kita ketahui, PKI adalah kawan dekat Soekarno. Hal tersebut membuat AS geram karena dekat Soekarno ke PKI berarti secara tidak langsung, Soekarno juga dekat dengan blok timur (walaupun dia sendiri menyatakan bahwa dia adalah bagian dari GNB). Geramnya AS bukan tanpa alasan, melimpahnya sumber daya alam Indonesia menjadi dalih mengapa AS sangat ingin memperkosa Indonesia.
Hal inilah yg membuat AS bersama AD serta pihak reaksioner bekerjasama untuk mengkudeta Soekarno lewat cara yg sistematis. Apalagi kalau bukan Gerakan 30 September yg kontroversial itu? Kita sempat bertanya-tanya, apa perlunya Aidit dan Syam mengorganisir gerakan tersebut? Toh, dengan hanya sekali langkah lagi, bisa saja Indonesia menjadi Komunis.
Tetapi dibalik itu semua, mari kita refleksikan apa akibat dari beredarnya surat perintah tersebut. Akibat SP 11 Maret tersebut, Soeharto dan kronconya bisa leluasa menghabisi nyawa jutaan orang di Indonesia. Dalih Soeharto secara sederhana ialah, siapa yg mendukung PKI dan Soekarno adalah pengkhianat revolusi. Gie sendiri pernah mencatat bagaimana kekejaman pembantaian ini di Bali yg mengakibatkan 80.000 orang tewas sia-sia. Josua juga sempat memfilmkan 'The Act of Killing' serta 'The Look of Silence' untuk mengungkapkan pembantaian sadis di Deli, Sumatera Utara.
Bagaimanapun, setelah setengah abad berlalu, SP 11 Maret bukan lagi barang yg kontroversial karena kita bisa saja berspekulasi melalui sumber-sumber sejarah yg ada kalau CIA dan AD mendalangi semua skema peristiwa tersebut. Kita juga bisa berspekulasi bahwa SP 11 Maret merupakan salah satu strategi Kapitalis untuk membendung Komunis di Asia Tenggara. Toh, siapa yg peduli? Nyawa 7 jenderal tidak sepadan dengan nyawa jutaan jiwa yg melayang akibat rezim yg berkudeta merangkak kan?
Toh, sejarah memang memihak yg menang. Maka dari itu, tidak salah pula kita menyebut bahwa sejarawan memiliki kuasa lebih dari Tuhan. Setidaknya, fakta sejarah menyebutkan bahwa Nugroho Notosusanto serta timnya telah mendistorsi peristiwa masa lalu demi kepentingan pembangunan repelita. Hal tersebut membuat kita berpikir bahwa PKI (selalu) menjadi pihak yg salah. Memang, PKI ini sangat berdosa dan antiTuhan pula! Kalau begitu, saya pun bisa merubah sejarah masa lampau soal bagaimana Soeharto adalah PKI yg sebenarnya dengan merujuk pada cocokologi bahwa ia mirip dengan Stalin. Ya yg pasti bagi kita, sikapi dengan akal sehat saja, karena distorsi sejarah susah diluruskan. Mengingat distorsi sangat parah dan lama, pasti ada pihak yg selalu menentang pelurusan tersebut. Lihat saja kejadian Sidang Rakyat pengadilan HAM 1965 di Den Haag kemarin, kontroversial kan?

Sumber Utama:
Karl Marx. Brumaire XVIII Louis Bonaparte.
Tim Penulis. Sejarah Gerakan Kiri Indonesia
Kemal Idris. Bertarung Dalam Revolusi.
Eros Djarot. Kontroversi Supersemara Dalam Transisi Kekusaan Soekarno-Soeharto.
Artikel 'Supersemar dan Pembantaian 1965' karangan Alvie.
John Roosa. Dalih Pembunuhan Massal.
Suar Suroso. Akar dan Dalang.

0 comments:

Post a Comment

 
;