Saturday, March 3, 2018

Ketidakpuasan Manusia Dengan Agama


Abad kegelapan (abad 5-15 M) merupakan sebuah zaman dimana manusia patuh pada hukum dogmatis agama. Selain itu, catatan yang di tinggalkan pada masa ini sangat sedikit sekali, bahkan hanya sedikit orang yang mau menulis pada masa ini karena adanya penguasaan agama terhadap ilmu pengetahuan yang menyebabkan semua aspek kehidupan termasuk penulisan harus patuh terhadap hukum agama atau gereja. 
Pada masa abad kegelapan, agama menguasai semua sektor kehidupan hingga tak ada satupun kegiatan manusia yang tidak melalui perizinan agama, bahkan pengangkatan seorang raja saja harus melalui kepausan di Vatikan. Pada masa ini, Feodalisme mulai merebak di Eropa, ketika kekuasaan raja dan agama sangat absolut. Semua yang berbau irrasionalitas selalu di legalkan, berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dikekang hingga datangnya suatu masa yang disebut dengan Renaissance dan Aufklarung.
Pada masa abad kegelapan, terdapat suatu peristiwa yang paling dahsyat menimpa dunia, terutama Eropa yaitu Black Death. Peristiwa Black Death adalah peristiwa wabah pandemi hitam yang menyerang Eropa melalui 3 penyebaran yaitu Pes, Pneumonia, dan Septicemic. Wabah ini diperkirakan memakan korban jiwa 75 juta hingga 200 juta manusia. Terjadi penurunan populasi manusia yang sangat signifikan di Eropa, Timur Tengah, dan Asia Timur. Bahkan di beberapa daerah seperti Italia, kehilangan 80% populasinya.

Pada masa itu, para dokter tidak bisa berbuat apa-apa dan para biarawan yang secara nyata merupakan wakil daripada gereja juga hanya diam, para ahli agama menyebut wabah ini dengan Amarah Tuhan sehingga manusia hanya bisa pasrah dan akhirnya tewas satu per satu. Kematian terbesar diperkirakan terjadi pada abad 14.

Black Death dan Sikap Masyarakat Terhadap Agama
Wabah Black Death membawa pengaruh besar terhadap masyarakat, terutama dalam sikap sosialnya terhadap agama dan pemerintahan. Hal ini membangkitkan semangat para ilmuwan untuk bangkit dari era keterpurukan akibat pengaruh agama dan pemerintahan yang kuat. Rene Descartes (1596-1650) dianggap sebagai salah satu pemikir pertama yang menentang gereja secara halus dengan teori keraguannya. Rasionalitas dalam pemikirannya sedikit demi sedikit mengikis doktrin agama yang bersifat irrasional. Pemikirannya membawa pengaruh kepada orang dan sikapnya terhadap Black Death, orang mulai percaya bahwa Black Death bukanlah sebuah Amarah Tuhan, tetapi lebih kepada kegiatan masyarakat perkotaan yang jauh dari prinsip kesehatan, seperti sistem sanitasi yang buruk dan perilaku masyarakat yang tidak sehat.
Selain Rene Descartes, juga muncul beberapa filsuf dan ilmuwan lainnya yang mengilhami pergerakan Renaissance dan Aufklarung seperti Copernicus dan Galileo Galilei yang keduanya secara nyata di tentang oleh gereja.
Bukti Empirisme ilmu pengetahuan yang dibawa oleh mereka semakin membuka mata masyarakat pada saat itu. Masyarakat mulai percaya bahwa segala yang terjadi adalah melalui pengalaman, pengamatan, dan keilmiahan. Dengan begitu, semua peristiwa selalu ada sebab dan akibatnya yang bersifat rasional. Hal inilah yang mendasari masyarakat untuk menelusuri pengobatan Black Death yang menjadi wabah terus menerus hingga Edward Jenner menemukan vaksin cacar yang dianggap sebagai salah satu penemuan terpenting dalam bidang kesehatan.
Selain itu, bukti-bukti rasionalitas yang dibawa oleh para ilmuwan dan filsuf pada masa itu membuat kekuasaan absolut gereja mulai berkurang, banyak masyarakat yang mulai meninggalkan gereja dan menjadi seorang Humanis ataupun Atheis. Tetapi beberapa orang mulai berpikir untuk mereformasi doktrin gereja yang kelewatan seperti Martin Luther dan John Calvin dengan reformasi Protestannya.
Orang yang dianggap mengurangi kekuasaan politik Vatikan pada saat itu absolut ialah Niccolo Machiavelli (1469-1527), seorang politikus yang berasal dari Florence, Italia. Pemikirannya yang disebut Machiavellisme mempengaruhi situasi politik pada masa itu di Italia Utara, bukunya yang terkenal yaitu Il Principe atau dalam balam Bahasa Inggris bernama The Prince mengantarkan para pemikir ke tingkat yang paling tinggi lagi. Menurut dia, politik harus dicapai dengan cara apapun. Beberapa pemikirannya membuat kekuasaan doktrin gereja terhadap politik di Eropa semakin berkurang intensitasnya. Banyak orang sadar akan pengaruh gereja yang sudah tidak lagi efektif diterapkan dalam aspek kehidupan manusia.
Semua ilmuwan di atas banyak di salahkan oleh pihak gereja sebagai tukang bid’ah membuat mereka di buru dan dibunuh. Ajarannya banyak di tentang dan dibakar begitu saja. Tetapi hal itu tidak menyurutkan para pemikir lain untuk bertindak mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kembali lagi ke Black Death, ketika para gerejawan dan agamawan menyerukan kepada para pengikutnya untuk menyembuhkan penyakit tersebut dengan do’a, rupanya banyak yang berdo’a malah terus tewas bergelimpangan. Faktor ini juga yang akhirnya menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap agama. Berbagai pihak menyadari bahwa penyebab dan metode penyakit tersebut harus dicari dengan aspek keilmuan dan keilmiahan bukan dengan do’a.
Para ilmuwan kedokteran membuktikan bahwa penyebab penyakit itu adalah bakteri yang bernama Yersinia Pestis yang ditularkan melalui tikus dan lalat. Penemuan bakteri tersebut di dasari pada penemuan mikroskop oleh Hans Janssen dan Zacharias Janssen, mikroskop tersebut disempurnakan oleh Galileo Galilei. Mikroskop yang dibuat oleh Galileo Galilei bernama Mikroskop Optik.
Setelah penemuan penyakit tersebut, masyarakat benar-benar mencapai ke tingkat Humanisme. Humanisme adalah pergerakan filsafat yang berkembang di era Aufklarung. Pelopornya adalah beberapa ilmuwan dan para pemikir terkenal seperti Voltaire, Erasmus, dan beberapa filsuf klasik Jerman.

Humanisme, Aufklarung, dan Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap Agama
Humanisme sebenarnya telah berkembang sejak masa Socrates dan Plato. Jika kita berkaca pada filsuf Yunani dan Romawi Kuno, maka Humanisme merupakan istilah umum untuk sebuah filsafat yang menyatakan kesempurnaan manusia. Humanisme menjadi sebuah filsafat etika yang bebas dari pemikiran keagamaan dan dekat dengan pemikiran Idealis serta Epistomologi.
Dalam filsafat Humanisme menyebutkan bahwa manusia mempunyai kesempurnaan jiwa dan akal sehingga tiada satupun hal yang tidak bisa dijawab manusia. Walaupun begitu, terdapat filsafat Humanisme Religi yang berpendapat bahwa martabat dan keluhuran manusia ditetapkan oleh agama, tetapi filsafat ini tidak berkembang. Humanis garis keras yang sekular lah yang berkembang. Dalam filsafat Humanisme Sekular menyatakan bahwa martabat, keluhuran serta kemungkinan hal yang diciptakan oleh manusia bebas dari ketentuan apapun dan tidak dibatasi oleh kebudayaan dan keagamaan.
Humanisme telah membawa masyarakat hingga ke tingkat yang menghilangkan kepercayaan terhadap gereja. Humanisme berkembang pesat pada zaman Aufklarung atau biasa disebut dengan zaman pencerahan. Pada masa ini, semua filsuf bersandar pada Humanisme dan semua Humanis bersandar pada filsafat dan pengetahuan Yunani dan Romawi Kuno. Semua orang berpikir berdasarkan pemikiran Socrates, Phytagoras, Plato, hingga Thales. Hingga pada masa ini disebut dengan masa kebangkitan filsafat Romawi dan Yunani Kuno, dan penurunan intensitas filsafat keagamaan.
Pemikiran mereka lebih kepada Idealisme dan Materialisme daripada ke Theologi ataupun Mistisme sehingga masyarakat pada masa ini hanya bersandar pada realitas dan rasionalitas suatu kejadian, daripada harus bersandar pada keagamaan yang tidak masuk akal. Pada masa ini, gereja benar-benar jatuh dan masyarakat diliputi oleh masa pencerahan dan keagungan manusia yang bisa di produksi terus menerus dengan artian bahwa ilmu pengetahuan benar-benar berkembang luas di berbagai bidang.
Jika berkaca pada wabah Black Death yang terjadi pada abad kegelapan, maka masyarakat pada masa ini hanya percaya pada empirisme dan keilmiahan ilmu pengetahuan dibanding percaya dengan do’a-do’a dan takhayul kitab suci kegerejaan yang telah membuat manusia tewas bergelimpangan lewat penyakit. Hingga saat ini, penyakit Black Death telah diketahui penyebabnya dan para ilmuwan masih berusaha mengurangi intensitas penyakit tersebut dengan penemuan vaksin-vaksin yang mendukung kesehatan seperti yang telah ditemukan oleh Alexander Fleming, Louis Pasteur, dan Edward Jenner.
Humanisme telah membawa manusia ke tahap yang lebih agung lagi, sehingga tidak heran masyarakat dan ilmu pengetahuan benar-benar menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan. Puncaknya pada Revolusi Perancis yang terjadi pada tahun 1789-1799. Ketika kekuasaan agama dan raja di tumbangkan oleh para kaum pengusaha dan para budak. Revolusi Perancis adalah penanda bahwa kekuasaan agama tidak bisa lagi dimasukkan pada politik sehingga politik dan agama berlainan tempatnya.
Setelah Revolusi Perancis, ilmu pengetahuan dan filsafat mulai menjalar hingga ke berbagai aspek kehidupan, penemuan vaksin-vaksin penyakit, penyebab penyakit dan pengobatan-pengobatan yang di temukan oleh para ilmuwan juga mengurangi intensitas Black Death secara keseluruhan. Sehingga wabah Black Death benar-benar musnah pada abad 19 ketika wabah-wabah kecil antar kota di Eropa tidak lagi terdengar.
Semua adalah berkat keterbukaan para ilmuwan yang bersedia mati digantung oleh gereja sebagai akibat penyebaran ilmu pengetahuan yang dianggap bid’ah oleh agama. Maka seluruh jenis-jenis penyakit Black Death telah hilang dan masa Aufklarung dan masa setelahnya telah membawa tingkat pengetahuan manusia lebih tinggi lagi. Pada masa itu, Filsafat Materialisme dan Idealisme dianggap sebagai filsafat yang paling berpengaruh bagi kehidupan masyarakat.

Pengaruh Filsafat Yunani dan Romawi Kuno di Masa Aufklarung dan Kaitannya dengan Black Death
Filsafat Yunani dan Romawi Kuno dianggap mempunyai andil yang cukup besar untuk mengakhiri masa Abad Kegelapan di Eropa. Kedua jenis filsafat tersebut berkembang pada masa Renaissance dengan tokoh-tokohnya yaitu Rene Descartes, Machiavelli, Voltaire, Montesqiue, hingga ke para tokoh seperti Kant, David Hume, Spinoza, dan Nietzche.
Beberapa tokoh filsuf Yunani Kuno seperti Thales, Cicero, Phytagoras, Socrates, dan Plato memiliki pemikiran yang jenisnya hampir sama yaitu Idealisme dan Humanisme. Pemikiran mereka berpusat pada jiwa dan akal manusia sebagai intensitas tertinggi dari alam semesta sehingga Tuhan adalah representasi dari akal manusia itu sendiri.
Berbeda dengan Idealisme, Aristoteles, Anaxigoras, Xenophanes, Demokritus, dan Zeno merupakan tokoh filsuf Yunani Kuno yang memiliki persamaan yaitu menyatakan bahwa materi dan anasir-anasir merupakan wujud tertinggi alam semesta, bahkan jiwa adalah representasi dari materi-materi tersebut sehingga Tuhan adalah wujud dari kesempurnaan materi.
Kedua filsafat ini dikatakan sangat berpengaruh bagi perkembangan agama, ekonomi, dan sosial masyarakat pada akhir abad kegelapan. Terutama muncul karena adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap doktrin agama yang akhirnya runtuh karena adanya Black Death.
Orang-orang mulai membuka kembali filsafat-filsafat kuno tersebut sehingga orang mulai menjadi Idealis dan Materialis, daripada menjadi Agamais. Masyarakat percaya bahwa kedua bentuk ilmu pengetahuan filsafat tersebut lebih menjamin kehidupan masyarakat daripada agama. Runtuhnya doktrin agama sebagai akibat dari Black Death dan bangkitnya ilmu pengetahuan sebagai akibat dari penemuan-penemuan krusial yang mengubah arah jalannya masyarakat sebagai titik transisi dari pemikiran manusia terhadap alam semesta dan segala peristiwanya.
Filsafat Romawi dan Yunani Kuno membuka jalan ke arah berkembangnya filsafat dan ilmu pengetahuan setelahnya sehingga tak heran pada masa ini banyak bermunculan para ilmuwan dan filsuf yang mempengaruhi jalannya aktivitas sosial kemasyarakatan. Selanjutnya keagamaan hanya menjadi suatu otoritas lemah yang tidak berpengaruh apa-apa terhadap pemikiran manusia. Orang mulai mencari obat ke took obat, bukan meminta do’a lagi kepada para pastor ataupun pendeta yang tiada gunanya sama sekali. Orang mulai berpikiran rasionil dalam menyikapi setiap peristiwa. Hal ini sebagai akibat dari pengaruh bangkitnya kembali filsafat dan pengetahuan Yunani dan Romawi Kuno.
Black Death yang menjadi salah satu peristiwa pandemi paling mematikan dalam sejarah manusia menjadi suatu pelajaran tersendiri bagi manusia. Manusia mulai berpikir bahwa setiap peristiwa harus ada sebab akibatnya yang rasionil, untuk mencari sebab dan akibat tersebut maka manusia mengembangkan teori-teori yang empiris melalui pengamatan dan hipotesa yang sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan, bukan sesuai dengan keagamaan.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Setelah masa Black Death
Jika kita membaca uraian di atas, maka kita akan lihat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat setelah ditemukannya penyebab dan akibat dari suatu peristiwa seperti Black Death mencapai masa emasnya. Orang banyak berlomba untuk menciptakan suatu unsur ilmu pengetahuan baru dengan pendekatan metode ilmiah sehingga pada masa abad 17 hingga abad 19, ketika Humanisme berkembang, maka manusia dengan segala keagungannya mulai mencari sesuatu hal yang baru dan terus tanpa berhenti memperbaharui ilmu pengetahuan yang ada.
Revolusi Industri Inggris (1750-1850) menjadi titik tolak perkembangan ilmu pengetahuan modern. Mesin-mesin mekanik mulai bermunculan dan menciptakan kelas-kelas antara kelas pekerja dan kelas pemilik modal. Akibat dari revolusi tersebut, filsafat Materialis dan Idealis mulai mencari solusi atas kejadian sosial masyarakat yang ada akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan tersebut.
Sebut saja, Spinoza, Nietszche, Hegel, hingga Marx merupakan segelintir orang yang mencari solusi setiap masalah sosial ekonomi yang melanda masyarakat melalui metode pendekatan filsafat, bukan keagamaan.
Untuk memandang agama pun bukan dalam artian yang sempit lagi, jika kita harus berefleksi pada Black Death dan abad kegelapan, maka kita sebagai manusia bukanlah sebagai budak-budak dari keagamaan lagi, melainkan lebih kepada memahami agama dengan pendekatan rasionil sehingga orang-orang tidak lagi terdoktrin dengan agama dan menelan mentah-mentah ajaran agama tetapi orang-orang akan melakukan penelitian lebih mendalam tentang ajaran keagamaan tersebut. 
Jika kita melihat kebenaran terhadap ajaran agama tersebut, maka bukan tidak tabu untuk mengikutinya, sebaliknya pendekatan irrasional hanya dilakukan jika itu sudah berurusan dengan Tuhan, suatu bentuk kesempurnaan zat yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Maka agama tidak lagi menjadi suatu doktrin bagi kehidupan sosial masyarakat, tetapi lebih kepada doktrin pribadi yang diberikan Tuhan terhadap hambanya. Bukan tidak mungkin Feodalitas dalam keagamaan akan menghilang secara perlahan sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, tetapi bukan berarti ilmu pengetahuan dapat menghapus keagamaan karena pendekatan Metafisika dan irrasional dianggap perlu untuk mengkaji hal-hal yang di luar penalaran dan indrawi kemanusiaan.

0 comments:

Post a Comment

 
;