Saturday, April 21, 2018

“Revolusi Budaya Dalam Perspektif Kartini

 Kartini adalah sesosok wanita berdarah Jawa yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara dan meninggal pada 17 September 1904. Beliau merupakan anak dari Bupati Jepara dan akhirnya merupakan istri dari Bupati Rembang. Dengan status yang demikian, Kartini berhak mendapat pendidikan di ELS. Dalam ELS tersebut lah Kartini mempelajari bahasa Belanda dengan fasih. Sosok Kartini sering dikaitkan dalam hal Humanisme, Feminisme Liberal, dan Kesadaran untuk berbangsa. Sosok Kartini dianggap sebagai faktor penentu dalam perjalanan sejarah panjang Indonesia.
Teman surat menyurat Kartini yang di anggap sebagai pemberi sumbangsih pemikirannya tentang perihal Feminisme dan Humanisme adalah Mr. JH Abendanon (Direktur Dep. Pendidikan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda) dan Nyonya Abendanon, Annie Glaser, Stella (yang paling berpengaruh memberi sumbangsih pemikiran feminisme), Mr. Van Kol, dan lain-lain.

Beberapa kutipan surat-suratnya bahkan menjadi kata-kata mutiara pembangkit semangat kewanitaan Indonesia serta Kebangsaan Indonesia. Sikap irinya terhadap perempuan Eropa pada masa itu yang bisa mengenyam pendidikan tinggi di ungkapkan melalui surat-suratnya tersebut. Dalam surat tersebut, Kartini juga ingin agar dia bisa menuntut ilmu di Eropa, keinginannya tersebut di dukung oleh para sahabat penanya. Tetapi entah kenapa sikap Kartini sangat berubah ketika dia hanya menerima mengenyam pendidikan di Betawi dan rela menjadi istri keempat bupati Rembang.
Dalam pengulasan analisis saya mengenai surat Kartini yang berkaitan dengan kesadaran kebangsaan, saya mengambil satu surat yang dianggap menarik untuk di bahas karena mengandung tema pokok analisis yang saya bahas. Surat tersebut di tulis oleh Kartini dalam perspektif kebudayaan.
“Saya tahu jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, penuh duri, onak, lubang , jalan itu berbatu batu berjendal jendul  licin belum dirintis. Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu , walaupun saya akan patah ditengah jalan , saya akan mati dengan bahagia. Sebab jalan tersebut sudah terbuka, dan saya turut membantu meretas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan bangsa dan mengangkat martabat perempuan bumi putera.”
Kutipan surat tersebut di tulis pada tanggal 7 Oktober 1900. Penggalan surat tersebut menyiratkan revolusi kebudayaan yang dalam perspektif Kartini adalah kebebasan dari kebudayaan Jawa yang sangat konservatif. Pendapat Kartini tersebut bukan dengan cuma-cuma karena beliau sendiri mengalaminya dalam kungkungan pingitan yang dia rasakan. Sikapnya tersebut di anggap berani pada zamannya karena merupakan landasan kritis yang baru dalam kesadaran pergolakan budaya Jawa.
Secara tidak langsung, Kartini juga menggerakkan sistem Relativisme Budaya yang akhirnya nanti di dengung-dengungkan dalam Universal Declaration of Human Rightsnya PBB.
Penggalan surat lainnya yang berisi tentang ketidakpuasan Kartini terhadap kebudayaan Jawa yaitu :
“Sahabat-sahabat ayah yang berbangsa Eropah - ini saya ketahui lama kemudian - telah dengan susah payah mencoba mempengaruhi orang tuaku agar mengubah keputusannya untuk memingit aku yang begitu muda dan begitu penuh gairah hidup ini. Tapi orang tuaku tetap teguh dengan keputusannya. Dan aku tetap dalam kurunganku. Empat tahun yang panjang telah kutempuh dalam kungkungan empat tembok yang tebal tanpa sedikit pun melihat dunia luar. Bagaimana aku dapat melaluinya, aku tak tahu lagi. Aku hanya tahu bahwa itu MENGERIKAN.”
“Ketahuilah bahwa adat negeri kami melarang keras gadis2 keluar rumah. Ketika saya berusia 12 tahun lalu saya ditahan di rumah; saya mesti masuk tutupan, saya dikurung di dalam rumah seorang diri sunyi senyap terasing dari dunia luar. Saya tiada boleh keluar ke dunia itu lagi bila tiada serta dengan seorang suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali bagi kami, dipilih oleh orang tua kami untuk kami, dikawinkan dengan kami, sebenarnya tiada setahu kami.”
Penggalan surat tersebut di tulis pada tanggal 25 Mei 1899 yang di tujukan kepada Stella Zeehandelaar. Dari surat tersebut terpampang jelas tentang ketidakpuasan Kartini tentang adat istiadat Jawa yang benar-benar mengurung kebebasan wanita dalam pingitan.
Jadi, dalam perspektif pemikiran Kartini bisa disimpulkan bahwa Kartini merupakan pemikir modern pertama yang berhasil menyuarakan Relativisme Budaya dalam kehidupan bangsa Indonesia yang selanjutnya di ikuti oleh para tokoh Nasionalis seperti Pramodya Ananta Toer, Semaun, Soekarno, Hatta, dan Sjahrir.
Konsep kebudayaan yang dimaksud Kartini banyak terpengaruh pemikiran barat lewat temannya Stella yang merupakan pejuang Feminisme Liberal garis keras yang berasal dari darah Yahudi. Sumbangsih besar Stella terhadap pemikiran Kartini jelas merupakan hal moderat pertama yang menggebrak keFeodalan pemerintahan di bumi Jawa.
Sebenarnya pemikiran Kartini juga tidak bisa lepas kaitannya dengan Politik Etis yang saat itu sedang di galakkan sehingga memunculkan kaum cendekiawan yang menentang keras adat istiadat setempat yang dianggap terlalu konservatif sehingga menimbulkan perjuangan antar kelas.
Setidaknya kita bisa menyimpulkan pemikiran Kartini demikian sederhana dan bisa menangkap maksudnya yang selalu terpenjara dalam kurungan adat. Yang diinginkan Kartini adalah sebuah perubahan dalam berbudaya yang tidak lagi seperti konsep keningratan, tetapi lebih kepada konsep Sosialisme yang anti Feodalisme.


0 comments:

Post a Comment

 
;