Joker menjungkirbalikkan konsep film
pahlawan super. Bukan hanya dengan menempatkan latar dan muasal lahirnya Joker
yang biasanya dijadikan penjahat gila sebagai fokus utama. Namun juga dengan
membongkar kedok keluarga Wayne yang biasanya dipoles pencitraan cantik serta
meludahi Batman jauh sebelum ia memakai jubah dan topeng. Sekaligus, tentu
saja, membalik pakem film, termasuk utamanya menolak jadi bagian waralaba
semesta film pahlawan super, atau dalam hal ini: DC Extended
Universe (DCEU).
Berbeda dengan Joker-Joker versi lainnya
yang identitasnya lahir karena kegilaan. Arthur tidak jadi Joker karena
tercebur ke dalam cairan limbah kimia seperti yang diperankan Jack Nicholson.
Ia juga tidak menjadi penjahat gila karena terinspirasi sosok Batman yang menghajar
penjahat dan mafia, sebagaimana versi Joker yang diperankan Heath Ledger.
Tidak. Versi Joaquin Phoenix ini sejak awal sudah mengidap penyakit jiwa atau
lebih tepatnya gangguan mental. Ia hanya dicap orang aneh. Barulah setelah ia
berusaha melawan balik—atau membalas dendam—ia kemudian (dicap) gila dan
lahirlah Joker.
The Magnificient Seven yang terinspirasi
Shichinin no Samurai karya Kurosawa Akira punya dialog menarik soal ini. Emma
Cullen, seorang petani yang jadi janda karena suaminya dibunuh bandit pemeras
desanya mendatangi Sam Chisolm sang gun slinger untuk mengadukan tentang
konglomerat pertambangan dibalik para bandit itu dan meminta bantuannya. Emma
berkata, “Ia memerintahkan mereka membunuh suamiku, ia akan merampas segalanya
yang kami miliki.” “Jadi kau mau balas dendam?” respon Sam. Emma menjawab,
“Saya mau keadilan ditegakkan tapi kalau itu tak bisa saya dapatkan maka balas
dendam pun akan saya terima.” Inilah intisarinya yang dalam film Joker juga
tampak nyata. Mereka yang menutup pintu keadilan akan membuka banjir
pembalasan. Mereka yang membuat reformasi damai tidak mungkin akan membuat
revolusi dengan kekerasan mungkin terjadi.
engan demikian Joker besutan
sutradara Todd Phillips ini juga melepaskan diri dari stereotip negatif
orang gila sebagai penjahat. Bahwasanya yang jahat dan gila—dalam pengertian
keterlaluan sekaligus tidak masuk akal—sebenarnya adalah sistem penindasan.
Termasuk para penindas dan pembela penindasan tersebut.
Kepanikan dan tuduhan yang menuding Joker
melambangkan pria kulit putih penembak massal karenanya adalah ketakutan salah
alamat. Sebab Joker tidak pernah membunuh orang yang tidak bersalah maupun
melakukan pembunuhan secara acak. Tiga pebisnis Wayne Enterprises bukan hanya
pelaku perundungan terhadap Arthur tapi juga melecehkan penumpang perempuan di
gerbong kereta.
Penny Fleck, ibunya, juga selama ini
melakukan pembiaran atas penganiayaan terhadap Arthur sejak kecil. Saat
pacarnya menganiaya Arthur, mengikatnya ke radiator, bahkan memukul kepalanya
sampai memicu gangguan mental—ibunya tidak pernah menghentikan kekerasan itu.
Bahkan saat kliping-kliping koran yang yang jadi bagian arsip dokumen pasien
Rumah Sakit Jiwa Arkham berhasil diambil Arthur, ia mengetahui bahwa ibunya
sendiri kerap membahayakannya sejak kecil. Ini orang yang saat mendengar
anaknya alias Arthur kecil mengatakan tidak suka ke sekolah, tidak menanyakan
alasannya. Namun langsung menekankan ia harus menikmatinya, karena kalau sudah
dewasa ia harus bekerja. Penny tidak pernah peduli tentang minat Arthur di
bidang komedi apalagi mengajaknya berlatih, hanya menyatakan Arthur tidak lucu.
Benar bahwa Penny juga korban kekerasan domestik yang dilakukan salah satu
pacarnya. Namun ini tidak membuatnya lantas bebas begitu saja dari tanggung
jawabnya sebagai ibu yang diabaikannya.
Begitu juga Randall. Randall bukan hanya
ingin menyerahkan Arthur ke pihak polisi namun juga selama ini sering
mengolok-olok orang-orang yang memiliki kekurangan serta kesusahan. Tindakannya
memberikan pistol ke Arthur meskipun Arthur tak menginginkannya bukanlah
didorong rasa empati atau belas kasihan. Melainkan didasari perasaan risih
melihat Arthur yang kerempeng dan ringkih ada di hadapannya. Kunjungannya
bersama Gary, rekan komedian yang kerdil, ke rumah susun Arthur bukanlah murni
untuk melayat apalagi menghibur Arthur pasca-kematian ibunya. Gary tentu saja
tidak tahu soal ini. Karenanya ia kaget waktu Randall menyatakan polisi datang
ke tempat kerja dan menanyai semua orang terkait pembunuhan badut di kereta.
Berbeda dengan Gary yang datang murni
untuk melayat dan menghibur Arthur (perhatikan bahwa Gary satu-satunya yang
datang membawa hadiah pelipur lara—meskipun itu hanya sebotol minuman keras
untuk ditenggak sambil melupakan kesedihan)—Randall datang untuk meminta Arthur
mencocokkan cerita yang akan disampaikan ke polisi. Agar Randall bebas dari
kecurigaan polisi (kekhawatirannya masuk akal, karena senjata pembunuhan itu
miliknya). Lebih parahnya lagi Randall meminta Arthur menerima begitu saja
cerita bohong yang mana di dalamnya Randall mengataan bahwasanya Arthur adalah
teman baiknya padahal bukan. Randall sering mengolok dan memperlakukan Arthur
secara buruk.
Begitu juga Murray, ia bukan hanya
menayangkan aksi komika Arthur yang gagal melucu untuk dijadikan olok-olok. Namun
selama ini sering menjadikan kekurangan orang lain sebagai bahan tertawaan
untuk menaikkan rating acaranya. Moralitas bagi orang-orang macam ini adalah
basa-basi dan penuh bias dalam ketimpangan kuasa. Penuh kemunafikan. Hanya
diberlakukan bagi golongannya. Sedangkan bagi rakyat miskin dan kaum tertindas,
tidak berlaku bahkan tidak ada simpati riil. Orang-orang dari golongan ini
tidak ada yang dibunuh Joker.
Masuk akal kalau pembunuhan Arthur
terhadap tiga pebisnis dari Wayne Enterprise secara tidak sengaja memicu
gerakan anti-penguasa. Awalnya koran-koran borjuis sensasional menyebut “badut
pembunuh berkeliaran” dilengkapi ilustrasi badut bertaring menyeringai.
Sementara para pebisnis perisak yang mati dicitrakan secara positif. Saat
Thomas Wayne merespon hal itu dalam wawancara TV, ia berkomentar sinis, “banyak
orang tidak mampu tapi cemburu dengan mereka yang sukses berkarya. Bagi saya
orang-orang macam itu memang tidak lebih dari badut. Kalau saya jadi walikota
saya akan perbaiki ekonomi jadi tidak ada lagi orang seperti itu.” Ini memicu
kemarahan rakyat miskin Gotham. Muncullah para demonstran dengan mengusung
slogan, “We are all clowns” alias “kami semua adalah para badut” yang bukan
hanya mengkritik Thomas Wayne serta membela Joker. Namun sampai diberitakan
koran-koran kapitalis menjadi gerakan dengan salah satu slogannya “Kill the
rich” alias “Bunuh kaum kaya!”
Ditunjukkanlah bagaimana dialektika antara
individu dengan massa. Joker menginspirasi massa dengan tindak pembelaan diri
dan perlawanan baliknya terhadap kaum kaya penindas. Sedangkan massa kemudian
menginspirasi Joker dengan gagasan yang menunjukkan betapa bejatnya sistem dan
munafik sekaligus sewenang-wenangnya penguasa di Gotham. Tak peduli meskipun
awalnya ini bersifat kebetulan dan spontanitas saja. Namun pada intinya
keberadaan kaum tertindas yang dihisap, dimiskinkan, dan disingkirkan memang
ada. Arthur berbagi pengalaman riil dengan banyak warga miskin Gotham lainnya.
Sekaligus berbagi perasaan diperlakukan tidak adil oleh kaum kaya raya yang
berkuasa.
Para pejabat dan konglomerat yang
bergemilang kemewahan serta bertanggungjawab atas segala kebijakan
menyengsarakan rakyat. Disinilah Arthur menjadi anti-tesis martir sepenuhnya
ketika ia membatalkan rencananya bunuh diri di siaran langsung bincang-bicang
dan sebaliknya membunuh Murray. Ia tidak mati untuk memicu gerakan perlawanan.
Ia justru terlahir kembali karena perlawanan dan secara dialektis kejadian
kelahiran kembalinya semakin meningkatkan perlawanan.
Ada dua pendekatan penting dalam film
Joker ini. Pertama, humor tiga lapis. Kedua, banyak poin penting narasi
bersifat multi-tafsir. Lapis pertama humor terkait erat dengan latar film di
dasawarsa 80an dimana political correctness atau kesadaran etika masih
rendah. Ada yang menggunakan humor sebagai olok-olok untuk menertawakan
kekurangan fisik orang lain, mengolok keterbelakangan mental anak, hingga
memandang perempuan sebagai objek seks.
Humor lapis kedua adalah humor gelap yang
mayoritas berupa ironi untuk menunjukkan betapa tidak masuk akalnya kehidupan
dalam sistem ini. Contohnya misalnya bagaimana dalam situasi krisis dan rusuh,
kaum kaya raya Gotham menjejali bioskop mewah dengan busana perlente. Sementara
di luar sana berkecamuk demonstrasi warga miskin Gotham menentang kaum kaya
raya sewenang-wenang ini. Pemutaran film untuk kaum kaya raya ini berlabel
penggalangan dana. Padahal mereka sendiri biang krisis dan kemiskinan
merajalela dengan berbagai pencabutan subsidinya. Makin ironisnya lagi, film
komedi yang dinikmati para jutawan Gotham ini adalah Modern Times. Film Charlie
Chaplin berlatar masa Depresi Hebat yang justru mengkritik kapitalisme itu
sendiri. Contoh lainnya adalah Arthur yang terpaksa kehilangan aksesnya
terhadap pengobatan dan konsultasi perawatan penyakitnya akibat pencabutan
subsidi dan pemotongan anggaran publik.
Namun ia lalu mendapatkan pengobatan dan
konsultasi psikiatri secara gratis justru ketika ia menjadi Joker. Justru itu
didapatkannya setelah ia membunuh, dan mengakibatkan kerusuhan yang
‘membahayakan’ ‘orang lain’ lantas ditangkap dan dijebloskan ke Rumah Sakit
Jiwa Arkham. Kelucuan dan kekonyolan serupa bisa kita temukan dalam banyak
ironi kehidupan kapitalisme. Gelandangan divonis hukuman tahanan rumah. Korban
perkosaan dinikahkan ke pemerkosanya. Ditambah banyak contoh lainnya yang
menegaskan bahwa sistem ini memang lucu, konyol, penuh ironi, humor yang sakit,
dan tidak waras.
Humor lapis ketiga adalah humor
meta-narasi yang merupakan jebakan bagi penonton. Humor yang menjebak penonton
untuk menertawakan hal-hal yang salah untuk ditertawakan. Lalu kemudian
mempertanyakan sekaligus menertawakan sikap itu. Adegan Arthur tidak sengaja
menjatuhkan pistolnya saat bekerja jadi badut menghibur pasien anak-anak di
rumah sakit. Adegan Arthur terbentur pintu yang tidak dilihatnya karena
transparan. Adegan mantan rekan komedian Arthur panik ketakutan melihat
pembunuhan terhadap Randall dipersilahkan Arthur untuk pergi karena selama ini
dia baik padanya namun Arthur lupa membuka kunci grendel yang tak terjangkau
bagi tubuhnya yang pendek. Bisakah kita menertawakan kemalangan-kemalangan ini?
Orang macam apakah kita kalau mampu tertawa di atas kemalangan itu?
Tak peduli seberapapun konyolnya
kemalangan itu tapi tetap adalah kemalangan orang lain. Ini secara sengaja
ditujukan untuk membuat penonton bingung. Meskipun mereka merasa itu lucu, tapi
pantaskah mereka tertawa? Karenanya tak ada adegan di film yang memungkinkan
momentum audiens tertawa kompak. Saat sebagian penonton tertawa namun lainnya
tidak. Kecanggungan, kebingungan, dan ketidakkompakan ini juga hal lucu itu
sendiri. Sebagaimana kata Joker “Komedi,” adalah hal yang subjektif.
Kelucuannya tergantung sudut pandang dan pendirian tertentu. Bagaimana
pandangan kita dan dimanakah kita berdiri?
Sebagaimana dikatakan sebelumnya,
banyaknya poin penting narasi film yang bersifat multi-tafsir adalah pendekatan
penting di sini. Pertama, soal benarkah Arthur Fleck sebenarnya adalah putra
kandung Penny Fleck dengan Thomas Wayne? Arthur pertama kali mengetahui ini
setelah mencuri baca surat yang diminta ibunya untuk dilayangkan ke Thomas
Wayne. Sebelumnya Penny berkali-kali meminta surat serupa dilayangkan. Namun ia
menyatakan bahwa surat itu berisi permohonan untuk meninjau kondisinya sebagai
mantan buruh yang dulunya dipekerjakan Wayne.. Harapannya akan diberikan
tunjangan pensiun lebih layak sehingga tidak perlu lagi hidup di rumah susun
kumuh dan kesusahan finansial. Ternyata ini bohong. Saat Arthur berusaha
mengonfirmasi ke ibunya, Penny histeris namun akhirnya mengakuinya.
Berkebalikan dengan itu, Alfred dan Thomas Wayne bukan hanya membantah
mati-matian hal itu dan menyatakan Arthur sebenarnya anak adopsi.
Melainkan juga memperlakukan Arthur dengan
kasar sembari menyatakan bahwa Penny mengidap gangguan mental delusi dan
kepribadian narsistik. Ini kemudian dikonfirmasi catatan Rumah Sakit Jiwa
Arkham. Ini bisa saja diterima penonton sebagai fakta. Tapi ada tafsiran lain.
Mengapa orang dengan gangguan mental bisa diperbolehkan mengadopsi anak? Kalau
adopsi itu sebelum Penny ditangkap dan dijebloskan ke Arkham, lantas mengapa
hak asuhnya tidak dicabut dan Alfred dialihkan ke panti asuhan atau keluarga
angkat lain? Jangan-jangan itu semua rekayasa yang dibuat Thomas Wayne untuk
lepas dari tanggung jawab? Bukankah konglomerat seperti dia bisa saja menyuap
aparat dan pejabat untuk menutupi skandal perselingkuhan dan anak yang
dimilikinya di luar nikah itu? Bukankah juga dalam sejarah juga banyak kasus
perempuan yang menuntut haknya kemudian dibungkam dengan dicap gila dan dijebloskan
ke rumah sakit jiwa? Tafsiran lain ini diperkuat dengan temuan foto Penny muda
yang dibaliknya ada kata-kata mesra dengan inisial T.W. Coba bandingkan tulisan
di balik foto dengan tulisan surat Penny? Apakah tulisan tangannya tampak sama?
Kedua, tersirat bahwa gangguan mental
selain dipicu insiden kekerasan domestik juga karena faktor keturunan namun
benarkah ini diwarisi Arthur dari ibunya? Kondisi gangguan mental yang jelas
diderita Arthur Fleck adalah Pseudobulbar Effect. Suatu gangguan emosional yang
dicirikan dengan ketidakmampuan untuk mengendalikan tawa dan atau tangis maupun
emosi lainnya akibat masalah neurologis atau cidera otak. Namun kemudian
ditayangkan bahwa ia juga menderita delusi. Ini bisa ditafsirkan diwarisi
Arthur dari ibunya yang dinyatakan menderita gangguan kepribadian narsistik dan
delusi—kalau kita menerima tafsir Penny Fleck sebagai ibu biologisnya. Tapi
sepanjang film Penny tidak digambarkan mengidap penyakit ini. Bisa jadi memang
karena sudah sembuh. Tapi bagaimana kalau sebenarnya Penny tidak pernah
mengidap itu? Bagaimana kalau kepribadian narsistik dan delusi itu sebenarnya
diwarisi Arthur dari Thomas Wayne? Ini konglomerat yang menyematkan namanya di
setiap propertinya.
Wayne Enterprises, Wayne Manor, Wayne
Foundation, Wayne Technologies, Wayne ini, Wayne itu, dan sebagainya. Mirip
siapa? Donald Trump. Saat Bruce Wayne menjadi Bat Man, sifat ini juga muncul.
Bat Man menamakan sarangnya dengan Bat Cave, mobilnya dengan Bat Mobile,
kostumnya dengan Bat Suit, Batarang, Batclaw, Batwing, Batcopter, Batboat, Bat
ini, Bat itu, dan sebagainya. Ini sampai jadi lawakan di Lego Batman. Wonder
Woman ataupun Shazam tidak punya sifat narsis begini. Juga ingatlah Thomas
Wayne berulangkali menyatakan ingin menyelamatkan warga Gotham bahkan
mengatakan bahwa ialah satu-satunya harapan mereka. Narsis dan delusional. Ini
belum termasuk banyak contoh lainnya.
Tentu saja film Joker mengandung
kelemahan. Misalnya lemahnya agensi yang dimainkan perempuan. Sophie Dumond,
perempuan tetangga Arthur, mayoritas eksis hanya sebagai khayalan akibat
delusinya. Apalagi sebelumnya ditunjukkan Arthur menguntitnya. Sedangkan
psikiatris yang menangani Arthur, keduanya tak memiliki nama. Meskipun demikian
ini bukan berarti film Joker secara hakiki seksis. Arthur misalnya menghentikan
pelecehan yang dilakukan tiga pebisnis Wayne Enterprise terhadap penumpang
perempuan di kereta. Terlepas itu ia sengaja atau tidak, Arthur kemudian
melihat perempuan ini dalam kursi penumpang taksi melewatinya, mengenakan
topeng badut, turut menjadi gerakan Kill The Rich.
Kita juga melihat banyak perempuan turut
jadi bagian dari demonstrasi We Are All Clowns dan kerusuhan berikutnya.
Utamanya perempuan kulit hitam. Karena mereka, dengan identitasnya sebagai kaum
miskin, perempuan, sekaligus kulit hitam, mengalami penindasan berlipat dan
berkepentingan melawannya. Terlepas dari cara perlawanan ini benar atau tidak,
efektif atau tidak. Kemarahan kaum tertindas seperti mereka sangatlah masuk
akal.
Itulah mengapa banyak media massa borjuis
dan kaum liberal menyerang film Joker. Bahkan mengoloknya sebagai ikon kaum
incel. Orang-orang yang tidak sengaja selibat karena tidak bisa punya kekasih
akibat kepribadiannya buruk dan pandangannya reaksioner. Institusi kemapanan di
Amerika tidak mau dan tidak mampu menjawab kemarahan massa di film Joker
terhadap penindas. Karenanya media seperti Vanity Fair dan National Review
harus membingkai Joker sebagai perlambang simbol laki-laki kulit putih penembak
massal. Bahkan beberapa laman Stalinis turut mencap Joker sebagai film fasis.
Tapi dalam film, Joker tidak melakukan penembakan membabi-buta terhadap
sekolah, gereja ataupun masjid, dan membunuhi sebanyak mungkin orang.
Kebenciannya bukanlah kepada kaum kulit hitam, etnis Amerika latin, perempuan,
Yahudi, maupun identitas lainnya yang jadi sasaran fasis. Kebenciannya jelas
terarah pada mereka yang memiliki kuasa dan menyalahgunakannya untuk menindas
lainnnya.
Sayangnya sebagian kaum Kiri meskipun
menerima potret kemarahan massa terhadap penguasa penindas di film namun
menolaknya. Dalihnya kerusuhan yang dikobarkan Joker dan pendukungnya adalah
metode salah. Orang-orang seperti ini yang menolak kerusuhan dalam segala
bentuk sebenarnya tidak lebih dari tunduk kepada pola pikir bentukan penguasa.
Kerusuhan memiliki definisi resmi perihal rusuh (tidak aman), keributan,
kekacauan, dan huru-hara. Kerusuhan adalah suatu bentuk pembangkangan sipil
yang umumnya dicirikan oleh suatu kelompok melakukan serangan secara terbuka
terhadap otoritas, properti, atau orang-orang tertentu. Seringkali—jadi tidak
selalu—juga melibatkan vandalisme, penjarahan, dan penghancuran properti (baik
milik negara maupun swasta).
Memang tidak semua kerusuhan bersifat
progresif. Namun sebaliknya juga berlaku: tidak semua kerusuhan bersifat
reaksioner. Kerusuhan di kamp-kamp konsentrasi NAZI menunjukkan bahwa kaum
tertindas tidak tunduk pasrah begitu saja. Begitu pula kerusuhan Stonewall
merupakan momentum penting perlawanan menentang heteroseksisme. Jelas
karenanya, menolak mentah-mentah dan mencaci kerusuhan dalam segala bentuk
adalah tindakan yang salah. Bukan karena kerusuhan adalah tindakan perlawanan
paling ideal. Namun karena merepresentasikan kemarahan terhadap sistem dan
penguasa serta seringkali menunjukkan lapisan militan yang berani bertarung.
Joker dan massa We Are All Clowns memang
menunjukkan siapa musuh rakyat miskin tertindas: kaum kaya penguasa. Tapi ini
tidak cukup. Harus ditunjukkan juga apa jalan keluarnya. Apa yang harus rakyat
bangun setelah menggulingkan sistem dan tirani penindas ini. Kalau ini tidak
ditunjukkan dalam film, maka kitalah yang harus menunjukkannya.
0 comments:
Post a Comment