Wednesday, November 11, 2015

Jatuh Cinta? Mencintai? Atau Dicintai?


Tak terasa waktu begitu cepat bergulir. Rasanya baru kemarin tahun 2014. Tahun yang begitu banyak menyimpan cerita berkesan dalam hidup saya. Rasa-rasanya terlalu panjang untuk diceritakan. Namun, berangkat dari salah satu cerita berkesan dari tahun kemarin saya ingin bicara tentang cinta. Apa? Tentang Cinta? Sebuah tema tulisan yang paling jarang saya sentuh mungkin. Namun, saya menulis ini berangkat dari obrolan dengan salah satu teman saya di kampus. Ia berkata, "Eh, perasaan kok artikel-artikel yang di blog lo bahasannya berat-berat mulu deh? Nulis yang ringan-ringan dong sekali-sekali. Tulis tentang cinta-cintaan kek." Berangkat dari permintaan tersebut saya membuat artikel ini. Suatu permintaan, "Tentang Cinta".
Pernahkah anda merasakan jatuh cinta? Mencintai? Atau dicintai? Mungkin mayoritas dari anda akan menjawab, "Ya, saya pernah." Namun setiap kita mungkn punya pengalaman yang berbeda-beda soal cinta ini sendiri. Bahkan, masing-masing kita belum benar-benar bersepakat toh tentang definisi cinta dan lingkupnya? Jadi anda bisa dengan bebas mendefinisikan cinta itu apa tanpa harus benar-benar terikat definisi tokoh atau bahkan KBBI.
Bicara tentang cinta, ia adalah anugerah mulia dari Sang Pencipta. Sesuatu yang bisa membuat kita menjadi berbagai hal. Sesuatu yang bisa membuat kita merasakan berbagai rasa, entah itu bahagia, sedih, cemas, takut, bimbang dll. Sesuatu yang mampu membuat kita mengeluarkan berbagai macam ekspresi, tangis, tawa, senyum, marah, dan segala ekspresi lainnya. Suatu hal sederhana namun tak semudah membalikkan telapak tangan untuk dipahami.

Banyak hal yang kita dapatkan ketika kita jatuh cinta, mencintai, ataupun dicintai. Kita bisa saja semalam suntuk berkhayal tentang si "Dia" sambil tersenyum-senyum atau bahkan sebaliknya menangis semalam suntuk karena memikirkannya. Semua ada ketika anda merasakannya. Saya mencoba mencari lebih jauh soal ini. Saya sekarang sudah mulai membaca buku yang membahas tentang cinta. Saya membaca buku ber-genre psikolog yang berjudul Romantic Intelligence karya Valentis. Setidaknya saya sudah sedikit lebih mengerti tentang apa yang pernah terjadi dalam pengalaman cinta yang saya miliki.
Sebuah pertanyaan mendasar yang cukup menjadi pemicu. Pernahkah anda berbuat kesalahan ketika anda jatuh cinta atau mencintai? Atau, pernahkah anda merasa cinta yang bertepuk sebelah tangan? Saya rasa ini adalah fenomena yang selalu terjadi di setiap zaman. Bahkan para musisi, pujangga, atau penulis di setiap zaman selalu melestarikan tema-tema ini dalam karya-karya mereka. Entah mengapa tema ini menjadi suatu tema yang menarik untuk disaksikan dan dinikmati karena mampu membawa perasaan bagi para penikmatnya. Lantas bagaimana dengan yang merasakannya? Sungguh sakitnya luar biasa.
Berbuat kesalahan ketika anda jatuh cinta adalah sebuah hal yang lumrah adanya. Namun terkadang hal tersebut dapat membawa anda pada kisah hidup yang tak terduga. Kisah hidup anda seolah-olah menjadi drama atau roman-roman dalam karya sastra. Mampu memainkan emosi anda untuk semangat, jatuh dan terpuruk, lalu bangkit kembali, Pernahkah anda merasa roman-roman yang anda baca, ataupun film-film yang anda tonton seakan mirip dengan kisah anda? Seakan-akan anda menjadi tokoh utama dalam kisah tersebut sehingga membuat anda berfantasi dan terbawa oleh kisah itu? Sungguh luar biasa bagaimana cinta membuat persepsi anda. Satu hal yang harus anda pahami adalah anda tidak sendiri. Anda tidak sendiri ketika anda pernah berbuat kesalahan dalam mencintai seseorang. Namun setidaknya dari kesalahan tersebut anda dapat  mengerti bahwasanya cinta adalah soal memahami. Ketika anda jatuh cinta, anda harus benar-benar merasa dengan nurani bukan nafsu hewani. Sehingga anda mampu bertindak dengan tepat dan tak sampai menyakiti.
Perkara cinta memang mudah diucap dalam teori namun belum tentu mudah dijalani. Salah persepsi mungkin bisa menjadi awal dari hilangnya potensi. Kita bisa saja mencintai seseorang dengan begitu tulusnya. Seakan-akan dunia hanya milik berdua dengan mengesampingkan logika demi rasa yang tak boleh sirna.
 Bertepuk sebelah tangan, banyak kisah-kisah cinta dalam roman yang dituliskan. Kita akan rela merasakan indahnya angan dan sakitnya dicampakkan dalam penantian. Semua karena cinta, yang bisa membuat orang tergila-gila karena kehilangan logika.
Soal cinta yang bertepuk sebelah tangan saya selalu teringat dengan kisah nyata yang dialami oleh kedua tokoh idola saya, Tan Malaka dan Soe Hok Gie. Rupa-rupanya mereka berdua memiliki sebuah kesamaan nasib, tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kita sama-sama mengenal mereka berdua sebagai orang-orang yang beridealisme besar, memiliki pemikiran-pemikiran yang membuat kita terkagum-kagum dibuatnya. Namun tragisnya kisah cinta juga turut mewarnai kisah hidup mereka. Tan selalu dianggap "orang gila" oleh orang yang ia cintai. Sementara Soe yang tak berhasil menaklukkan hati sahabatnya dan merasakan cinta yang terpisahkan kasta. Kedua tokoh yang tak asing dalam dunia pergerakan ini sama-sama merasakan pahit getir kisah asmara. Inikah karunia? Hanya tuhan yang tahu jawabnya.
Pengalaman yang sungguh wajar adanya, dan bisa jadi tak terkecuali pernah terjadi menimpa diri saya. Merasakan indahnya cinta adalah karunia yang begitu luar biasa. Namun saya harus sadar akan setiap kekurangan yang saya miliki, sehingga saya selalu berusaha menempa diri untuk memantaskan diri. Mungkin saya bisa menuliskan kisah-kisah indah dalam khayal tentangnya dalam buku catatan harian. Namun sekali lagi saya harus sadar jika itu hanyalah khayalan dan bukan kenyataan. Bahkan ia selalu menjadi inspirasi dari setiap puisi yang saya tulis. Ia selalu menjadi pemacu di saat saya kesulitan menghadapi sesuatu. 
Emosi-emosi ini mungkin membuat  saya semakin kehilangan diri dan membuatnya semakin menjauh pergi. Semakin hilang, semakin hampa, semua terasa sirna dan sia-sia. Hingga suatu saat saya tersadarkan. Mencintai adalah soal menyayangi dengan kasih yang tulus, bukan pamrih mengharap balas. Cinta tak bisa dipaksakan jika tak ingin hal yang lebih buruk terjadi di masa depan. Namun cinta tak boleh dibunuh. Biarkanlah ia tetap tumbuh, hidup dan berlabuh. Hingga suatu saat nanti ia akan menemukan dermaga yang tepat untuk bersandar. Dalam penantian suci atas nama nurani menuju ridho ilahi.

0 comments:

Post a Comment

 
;