Bicara
tentang sastra bicara pula tentang sejarahnya di Indonesia. Aku tertarik pada
bahasan sejarah sastra di masa orde lama saat terjadinya ketegangan dua
golongan seniman, sastawan, dan budayawan. Golongan pertama menyatakan
bahwasanya seni ataupun sastra harus dijadikan alat perjuangan revolusi. Seni
ataupun sastra dijadikan sebagai alat propaganda bagi kepentingan politik demi
menuntaskan revolusi. Golongan ini tergabung dalam organisasi yang berafiliasi
dengan PKI, yakni Lembaga Kebudayaan Rakyat(Lekra).
Salah
satu tokoh yang selalu diidentikkan dengan Lekra adalah Pramoedya Ananta Toer
yang telah menghasilkan karya-karya fenomenal meskipun dalam sejarah hidupnya
harus termarjinalisasi. Golongan kedua mencoba untuk membuat sebuah anti tesis.
Golongan ini menyatakan bahwasanya seni dan sastra harus dikembalikan kepada
fungsi aslinya, yakni sebagai hiburan bagi para penikmatnya. Golongan ini
digagas oleh Arief Budiman dkk.
Bagiku
sendiri sastra dan seni bisa difungsikan untuk keduanya. Nilai-nilai yang
terdapat di dalamnya harus mampu membangkitkan sense of belonging terhadap
negeri kita, namun bukan sebagai bentuk doktrin. Akan tetapi sastra dan seni
juga harus hidup di jalan aslinya, sebagai hiburan bagi para penikmatnya.
Bagiku sastra adalah peralihan dunia yang dapat kita ciptakan melalui imaji.
Ketika kita jenuh terhadap dunia yang penuh dengan kepalsuan, terkadang
walaupun didominasi oleh fiksi sastra dapat berbicara lebih jujur dengan kearifan
yang terkandung dalam setiap butir kata. Sastra dapat menyampaikan nilai-nilai
hidup lebih jujur ketimbang jurnalisme yang saat ini sudah dikotori oleh
khutbah-khutbah kebohongan sesuai kepentingan pemiliknya.
Maka
tak salah jika Seno Gumira Ajidarma pernah berkata, “Ketika Jurnalisme
dibungkam, maka sastra harus bicara.”Jurnalisme saat ini mungkin bisa berbicara
bebas, namun oknum-oknum tertentu seakan-akan bungkam terhadap kebenaran.
Mari lepaskan jurnalisme dari kebungkaman tehadap kebenaran! Mari memandang
sastra sebagai salah satu jalan menuju kebenaran!
Kini
saya menemukan jawabannya. Anda adalah cerminan dari apa yang anda baca.
Sebagai salah satu jalan menuju kebenaran maka sesekali anda harus melihat
sastra sebagai sebuah pelecut dan inspirasi dalam menjalani kehidupan.
Terkadang kita terlalu fokus pada hal-hal yang berbau akademis, teoritis,
maupun matematis. Sehingga kita lupa bahawasanya di luar sana masih terdapat
dunia yang begitu indahnya. Maka temukanlah dunia itu dengan membuka mata dan
tak memandang sastra dengan sebelah mata.
0 comments:
Post a Comment