Sebelumnya,
saya turut berduka cita atas meninggalnya demokrasi yg dibunuh oleh kaum
fundamentalis terkait acara yg kata mereka adalah acara kafir. Saya juga
mengucapkan belasungkawa atas hilangnya kebebasan karena - lagilagi -
disebabkan oleh ulah kaum fundamentalis terkait beberapa acara sebelumnya yg
juga dianggap kafir. Sebagai orang yg mengaku Islam - dan mungkin juga muslim
kalau dianggap tidak kafir oleh mereka - meminta maaf atas kejadian-kejadian
tersebut. Sebaiknya kita introspeksi diri, apakah umat Islam mengakui bahwa
Tuhan telah mati?
Pengkafiran
terjadi ketika mereka yg mengaku muslim merasa yg paling benar. Mengapa?
Sebagai umat yg mengaku beriman, mereka resah karena banyaknya acara-acara
kafir yg diadakan di Indonesia. Dimulai dari LGBT, Belok Kiri Festival, hingga
Ladyfest. Mereka takut kalau Indonesia kena azab Tuhan, tapi apakah iya seperti
itu? Tidak, mereka mengatasnamakan Tuhan untuk membubarkan acara yg kafir itu.
Pertanyaannya, apakah Tuhan rela namanya dijual untuk merusak demokrasi? Inilah
bukti bahwa orang beriman tidak pernah mensyukuri pemberian dari Tuhan, yaitu
akal. Akal mereka mati ketika keimanan mereka menjadi buta.
Padahal
Nabi SAW pernah berkata:
أَيُّمَاامْرِئٍقَالَلِأَخِيهِيَاكَافِرُفَقَدْبَاءَبِهَاأَحَدُهُمَاإِنْكَانَكَمَاقَالَوَإِلَّارَجَعَتْعَلَيْهِ
"Barangsiapa
yang berkata kepada saudaranya, “hai orang kafir,” maka kata itu akan menimpa
salah satunya. Jika benar apa yang diucapkan (berarti orang yang dituduh
menjadi kafir); jika tidak, maka tuduhan itu akan menimpa orang yang menuduh.
[HR Muslim].
Di hadits
lain, Nabi SAW juga berkata:
“Tahanlah
dari kalian (jangan menyerang) orang ahli La ilaha ilallah (yakni orang muslim)
janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu dosa” pada versi yang lain
“janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam karena suatu perbuatan”,(Dari
Abdullah bin Umar, HR Ath Thabrahiy).
Kalau
kita analisis, kedua hadits tersebut jelas menerangkan bahwa - kalau kita
mengaku sebagai muslim - kita tidak boleh mengkafirkan karena itu urusan Tuhan.
Inilah yg saya maksud, bahwa kaum fundamentalis telah percaya bahwa Tuhan telah
mati sehingga mereka bebas mengkafirkan manusia. Padahal sesungguhnya Tuhan
menyukai kebebasan berpendapat dan kebebasan berpikir. Ini adalah bukti bahwa
Islam sungguh demokratis. Nabi SAW lagi-lagi pernah berkata:
“Jangan
melarang seseorang memberikan hak kepada manusia untuk mengatakan kebenaran
jika dia mengetahuinya.” (HR Tirmidzi)
Maksud
dari hadits tersebut secara term ialah bahwa manusia berhak mengekspresikan
pendapatnya selama itu tidak menyalahi amar ma'ruf. Sedangkan acara-acara
tersebut menyiratkan kepada kita bahwa hendaknya ilmu-ilmu mengenai berbagai
hal - bahkan ilmu dari orang yg tidak beriman sekalipun - harus disampaikan
agar orang-orang bisa menilai soal kebenarannya.
Terakhir,
Islamku kini adalah Islam yg dijajah oleh kemandekan akal sehingga kebanyakan
dari mereka bersikap tekstual terhadap kitab suci dan beriman tanpa
mempergunakan akalnya. Apa bedanya dengan anjing yg beriman kepada tuannya?
Kecuali bagi yg berpikir lalu beriman, maka dia akan merenungi satu hal, jika
semua ciptaanNya adalah ilmu yg wajib dipikirkan, maka ia akan membiarkan acara
yg demikian diselenggarakan agar ilmunya bertambah. Dengan bertambahnya ilmu,
maka saya yakin bahwa keimanan akan muncul dengan sendirinya. Dalam Alqur'an
disebutkan:
"Hanya
orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (QS. ar-Ra‘d: 19)
Jadi,
orang beriman tanpa berakal - seperti yg terjadi pada kaum fundamentalis yg
membubarkan acara-acara tersebut - tidak bisa mengambil pelajaran. Selebihnya,
saya menyerahkan kepada Tuhan atas apa yg telah terjadi karena saya tidak pumya
legitimasi untuk mencap orang tersebut kafir atau tidak.
Mari kita
renungkan!!!
0 comments:
Post a Comment