Thursday, March 16, 2017

Antara Marxisme dan Fundamentalisme Islam

Revolusi Iran
Iran merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak kebudayaan tertua di dunia. Kebudayaan-kebudayaan Iran tidak lepas dari gabungan bangsa-bangsa yang bernama Persia. Bangsa yang membangun Persia tercatat mampu bersinggungan dengan kebudayaan Yunani seperti di masa Darius dan Xerxes. Hingga kini, Iran akhirnya menjadi salah satu kekuatan yang paling di takuti oleh Amerika Serikat akibat adanya nuklir yang ternyata sebenarnya hanya dibangun untuk kebutuhan listrik saja. Kedekatan Iran dengan blok timur juga menjadi salah satu faktor mengapa Iran sungguh ditakuti oleh Inggris dan Amerika Serikat sejak dulu. Sejak naiknya Shah Reza Pahlevi pada 1925.
Selain itu, kedekatan hubungan antara Iran dengan blok timur juga tidak pernah selalu berjalan mulus, kita mengetahui bahwa Iran dan Rusia pernah terlibat dalam krisis wilayah ladang minyak di Azerbaijan. Hubungan Iran dengan Inggris juga tidak pernah baik, hubungan tersebut di perparah dengan pengambilalihan ladang minyak oleh Perusahaan minyak Anglo-Persia di Iran Barat Daya. Mungkin hubungan dengan Jerman lah pada masa perang dunia II yang bisa dikatakan lebih baik dikarenakan adanya tekanan dari Hitler untuk mengontrol perdagangan luar negeri Iran.

Kekuasaan Dinasti Pahlevi di bawah pimpinan Shah Reza sebenarnya pernah goyah ketika tentara Imperialis Inggris hadir di Iran. Para Nasionalis Iran di bawah pimpinan Mossadeq menuntut diakhirinya kontrol Inggris atas industri minyak. Pada tahun 1951, majelis sepakat untuk menasionalisasi semua perusahaan minyak di Iran, namun Perdana Menteri tidak menyetujuinya. Perdana Menteri tersebut di pecat untuk kemudian digantikan oleh Mossadeq. Para Imperialis barat seperti Amerika menyadari hal ini, kemudian CIA pada 16 Agustus 1953 melancarkan kudeta terhadap Mossadeq. Selanjutnya, akhirnya kekuasaan Shah kembali pada 19 Agustus.
Kenaikan harga minyak di tahun 1965 membuat Iran mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat. Menurut buku Dr. Zayar yang bertitel “Revolusi Iran : Sejarah dan Hari Ke Depannya”, penghasilan atau pendapatan itu mencapai $522 juta dolar dan di tahun 1969 bahkan sempat menyentuh $938 juta dollar. Sembilan puluh perusahaan raksasa asing langsung menanamkan modalnya di Iran pada tahun 1969. Pada tahun 1974, setelah harga minyak terus melonjak naik, pendapatan Iran bahkan akhirnya menyentuh $22 milyar dollar. Pertumbuhan pesat ini berkat naiknya harga minyak dari $1.79 dollar per barrel di tahun 1971 hingga $11.65 dollar per barrel pada Desember 1973.
Catatan pertumbuhan ekonomi tersebut membuat berjuta-juta warga Iran melakukan urbanisasi untuk menghidupkan seluruh industri manufaktur serta industri pengolahan minyak baku di berbagai daerah. Catatan dari buku Dr. Zayar tersebut mengungkapkan bahwa setiap tahunnya hingga tahun 1974 terjadi perpindahan 380.000 jiwa penduduk dari desa ke kota. Hal ini menimbulkan dampak yang tidak sehat pada sektor agrikultur. Dampak tersebut menciptakan efek domino hingga membuat tingkat produksi menurun. Hanya dalam dua tahun, uang sewa di Teheran mencapai 300%. Bisa di tebak, inflasi akhirnya terjadi di Iran dalam waktu singkat memukul telak kaum buruh, petani, dan borjuis kecil.
Dampak luar biasa ini akibat dari adanya kapitalisasi di Iran. Dengan tumbuhnya perekonomian akibat dari melonjaknya harga minyak telah menciptakan suatu kelas pekerja raksasa sehingga menjadi suatu massa yang siap menghancurkan kapan pun ketika pemerintah sudah tak lagi menjadi progressif. Iran pada tahun 1965 berubah menjadi suatu negara Kapitalis yang pesat dan akhirnya menemui jalan krisis over produksinya pada akhir dekade 1970an. Seperti yang pernah dikatakan Marx pada Manifestonya :
“Syarat terpokok untuk hidupnya, dan berkuasanya kelas borjuis, adalah terbentuknya dan bertambah besarnya kapital; syarat untuk kapital ialah kerja-upahan. Kerja-upahan semata-mata bersandar pada persaingan di antara kaum buruh sendiri. Kemajuan industri, yang pendorongnya dengan tak sengaja adalah borjuasi, menggantikan terpencilnya kaum buruh, yang disebabkan oleh persaingan, dengan tergabungnya mereka secara revolusioner, yang diperoleh karena perserikatan. Perkembangan industri besar, karenanya, merenggut dari bawah kaki borjuasi landasan itu sendiri yang di atasnya borjuasi menghasilkan dan memiliki hasil-hasil. Oleh sebab itu, apa yang dihasilkan oleh borjuasi ialah, terutama sekali, penggali-penggali liang kuburnya sendiri. Keruntuhan borjuasi dan kemenangan proletariat adalah sama-sama tidak dapat dielakkan lagi.”
Hal inilah yang kemudian akhirnya terjadi di Iran sebagai suatu negara yang Kapitalisme nya berkembang sangat cepat sehingga menciptakan dan mentransformasikan para petani di desa-desa menjadi suatu kelas pekerja raksasa dengan data-data yang telah kita sebutkan tadi. Urbanisasi menjadi bentuk transformasi masyarakat tersebut. Revolusi yang dilancarkan selama tahun 1979 mentransformasikan Iran yang tadinya dari Dinasti Shah yang Kapitalistik menjadi Republik Islam yang fundamentalis.
Revolusi Iran di mulai dari tahun 1977, yaitu tahun ketika para demonstran turun ke jalan menyerukan soal krisis ekonomi yang terjadi tiba-tiba. Krisis ekonomi ini bisa dipahami sebagai krisis over produksi yang memang seharusnya terjadi ketika Kapitalisme sudah mencapai tahap yang tinggi. Namun, yang terjadi ialah ketika demonstrasi kelas pekerja terjadi untuk pertama kalinya, kaum fundamentalis Islam mengambil alih emosi massa untuk selanjutnya menciptakan revolusi di bulan Februari 1979. Yang menjadi tidak kalah pentingnya ialah bahwa adanya keterlibatan Partai Tudeh (Partai Komunis Iran) sebagai partai Stalinis yang juga berhasil mengarahkan massa menuju kesadaran revolusioner. Lenin mengatakan bahwa kesadaran revolusioner itu muncul ketika Kapitalisme telah menghancurkan pengharapan kaum pekerja, hal ini sejalan dengan pernyataan Marx di Manifesto bahwa Kapitalisme telah menciptakan kelas pekerja raksasa yang siap membawa Kapitalisme ke lubang kuburnya yang telah mereka gali akibat krisis over produksi.
Pada 1 Januari 1979, Partai Tudeh mendeklarasikan dukungan mereka terhadap Ayatullah Khomeini sebagai pemimpin dari Partai Islam Republik yang fundamentalis. Para pemimpin partai Tudeh menyatakan bahwa revolusi yang anti imperialis ini memang seharusnya di dukung karena bersifat progressif, revolusi ini juga di dukung kelas pekerja yang kecewa akibat inflasi yang terjadi di ladang-ladang minyak Iran. Partai Tudeh juga menyatakan bahwa Khomeini yang bersifat anti barat memang seharusnya di dukung. Menurut mereka, rakyat Iran seharusnya tidak semerta-merta membangun Sosialisme semata, namun harus mendukung kekuatan anti imperialis terlebih dahulu. Watak Stalinisme inilah yang akhirnya menuntun Partai Tudeh dan anasir kiri terpenting lainnya seperti front Organisasi Rakyat Iran Fedaeen mendukung Khomeini. Setidaknya inilah yang diterangkan dalam buku “History of Communist Movement In Iran” sebagai salah satu referensi bagus dalam pergerakan kaum revolusioner di Iran.
Kronologi revolusi mungkin dimulai tepatnya pada Juni 1977 hingga Februari 1979. Pergerekan pertama kali di dominasi oleh kelas pekerja rendahan, lumpenproletar, dan borjuis rendahan (atau yang biasa disebut bazaaris. Baru pada pertengahan 1978 lah, kaum buruh terampil menyerukan demonstrasi besar-besaran yang bertahan hingga Februari 1979. Masuknya kaum buruh terampil memainkan peranan penting dalam revolusi sehingga gelombang besar pemogokan terjadi di seluruh kota-kota di Iran. Namun, revolusi bukanlah digerakkan oleh suatu partai buruh yang progressif, revolusi yang terjadi dalam menggulingkan Shah Iran ini akhirnya di pimpin oleh para mullah yang notabene merupakan kaum Islam Fundamentalis.
Hal ini telah digambarkan oleh Ted Grant dalam bukunya Russion From Revolution To Counter Revolution pada halaman 55-56 menyebutkan bahwa:
"Memang benar, kaum proletar memiliki kekuatan luar biasa. Tidak ada roda yang akan berputar, tidak akan ada hola lampu yang akan menyala, tanpa seijinnya. Tetapi tanpa organisasi, kekuatan ini tinggal berupa potensi semata. Dengan cara yang sama, turbin uap adalah kekuatan yang kolosal, tetapi tanpa kotak pis­ton, hanya akan berhamburan di udara tanpa ada gunanya. Agar hal itu bisa tercapai, kekuatan kelas pekerja harus berubah dari semata hanya potensi menjadi sebuah realitas, mereka harus diorganisir dan dikonsentrasikan pada satu titik. Hal ini bisa dilakukan melalui sebuah partai politik dengan kepemimpinan yang berani dan berpandangan ke depan serta sebuah program yang benar."
Kesalahan ini lah yang menuntun kaum buruh Iran kepada kehancurannya, tidak adanya kepemimpinan partai akhirnya membuat kekuatan fundamentalis mengambil alih dan mendirikan Republik Islam pada 1 April 1979 dengan Ayatullah Khomeini sebagai pemimpin agung revolusionernya. Kita bisa menyimpulkan bahwa kekuatan revolusi Iran dipengaruhi oleh berbagai pemikiran Ali Syari’ati yang merupakan seorang pemikir Eksistensialis yang revolusioner, namun pemikir sesungguhnya adalah Karl Marx dan Friederick Engels melalui berbagai praktik langsung yang menuntun pada kemenangan sementara. Setelah kaum fundamentalis Islam mengambil alih pemerintahan, maka yang terjadi adalah eksekusi ribuan buruh terampil dan kekuatan-kekuatan kiri yang revolusioner sehingga tidak ada lagi yang mengganggu birokrasi yang spiritualis ini hingga kini.


Pustaka
Dr.Zayar. The Iranian Revolution : History and Relevation.
Karl Marx & Friederick Engels. The Communist Manifesto.
Tulsiram. History of Communist Movement In Iran.
V.I. Lenin. Collected Works, Vol. 34.
V.I. Lenin. The State and Revolution.
Alan Woods. The First Shots of the Iranian Revolution.
Ted Grant. Russian: From Revolution to Counter-Revolution.
http://www.militanindonesia.org/internasional/timur-tengah/8014-revolusi-iran.html

0 comments:

Post a Comment

 
;