Wednesday, April 26, 2017

Marxisme dan Islam


Pengaitan antara Komunisme dengan Atheis menjadi suatu polemik yang umum di Indonesia. Stigma ini di ciptakan bahkan secara radikal sehingga rakyat Indonesia yang pada dasarnya berprinsip “gotong royong” akhirnya tidak lagi demikian. Pancasila yang merupakan Sosialisme ala Indonesia pun akhirnya di selewengkan menjadi suatu ideologi yang dekat dengan Liberalisme. Masyarakat Pancasila yang di bentuk orde baru akhirnya menjadi masyarakat totaliter dan dogmatis terhadap Pancasila yang bahkan tidak murni lagi maknanya. Tap MPR No. 25/1966 sengaja di bentuk agar pengaruh Amerika yang justru menjauhkan kita dari agama masuk ke Indonesia.
Lalu paham kita yang Sosialisme akhirnya di jauhkan, kita menjadi suatu masyarakat yang individualis, teralienasi akibat materi, dan akhirnya tidak lagi bersifat manusia. Masyarakat kita tak ubahnya seperti mesin pencetak uang bagi negara-negara Liberalisme yang maju. Hal ini tidak pernah di sadari oleh masyarakat kita sendiri karena masyarakat kita di biarkan awam dan buta akan politik. Kembali ke topik awal. Islam adalah sebuah agama yang mayoritas pemeluknya ada di Indonesia. Ketika negara ini masih dalam proses menuju tahap negara, Islam adalah penggerak mayoritas serta basis perjuangan yang paling potensial. Salah satu organisasi massa Islam yang paling besar dan juga menjadi tonggak awal pergerakan adalah Sarekat Islam.

Sarekat Islam menjadi organisasi radikal pertama yang akhirnya mendobrak bentuk pergerakan lainnya. Faktanya, penggerak Nasionalisme pertama adalah anggota Sarekat Islam. Sebut saja HOS Cokroaminoto dan juga Semaun. Sebelumnya Nasionalisme memang sudah ada, tetapi Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, sebut saja Budi Utomo dan berbagai organisasi yang memakai nama Jong di depannya.
Islam adalah basis kekuatan massa terbesar di Indonesia. Potensi inilah yang di liat oleh Sneevliet sehingga beliau menyusupkan Semaun ke Sarekat Islam Semarang. Dulu, kekuatan Komunisme berkembang pesat di bawah asuhan Sarekat Islam. Semaun mengatakan bahwa tujuan dari Sarekat Islam itu untuk menghancurkan segala bentuk Kolonialisme dan Kapitalisme yang ada sebagai basis kekuatan orang kafir. Bahkan Haji Misbach, seorang tokoh PKI mengatakan bahwa tidak mungkin disebut seorang muslim sejati kalau belum meyakini Komunisme. Para ulama dari Sumatra Thawalib yang di pimpin Haji Datuk Baduah juga merupakan tokoh-tokoh Komunisme awal di Indonesia. Terakhir adalah para ulama Banten yang notabene memegang ajaran Islam dengan sangat kuat, mereka adalah tokoh-tokoh PKI yang beragama Islam. Seorang Nasionalis seperti Tan Malaka bahkan menyatakan bahwa Komintern harus bekerja sama dengan Pan Islamisme untuk menghancurkan segala bentuk Kolonialisme yang ada di dunia. Setelah kita melihat fakta-fakta tersebut, masihkah kita menyebut Marxisme itu sebagai Atheis?
Sudah banyak yang menggali bahwa Komunisme itu identik dengan Islam atau Sosialisme itu sudah ada dalam Islam. Tetapi banyak pula yang menyatakan bahwa Sosialisme itu juga Atheis. Kebanyakan dari mereka yang berkata Sosialisme itu Atheis adalah mereka yang tidak mengkaji Sosialisme secara ilmiah, namun hanya secara dangkal. Mereka melihat dari sisi bahwa penganut Sosialisme adalah kebanyakan orang yang tidak beragama, bahkan Materialisme yang menjadi inti dari filsafat Sosialisme itu mengharamkan bentuk keghaiban.
Padahal hanya agama yang konservatif lah yang percaya dengan adanya keghaiban. Sedangkan, Islam adalah bentuk agama yang paling rasional bahkan sejalan dengan Materialisme itu sendiri. Pemahaman yang dangkal akan Materialisme memang akan menghancurkan akidah, namun jika kita mengkaji secara mendalam, Materialisme bukanlah demikian, Materialisme mengatakan bahwa segala sesuatu itu wujud. Tuhan adalah juga salah satu bentuk yang mempunyai wujud, namun abstrak, unmaterial, dan juga di luar konsep ruang dan waktu.

Konsep Sosialisme Dalam Islam
Sudah banyak yang membahas hal ini, maka saya tidak perlu mengulangi pembahasan yang sudah di sebutkan. Sosialisme dalam Islam jelas termaktub dalam berbagai ayat dalam Alquran dan juga Hadits Shahih. Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang sosialis juga tercermin dalam kehidupannya. Salah satu konsep Sosialisme dalam Islam itu adalah zakat yang di serahkan setiap tahun secara kolektif dengan kapasitas 2.5% dari harta keluarga. Hal ini mengandung konsep kesetaraan karena ketika kita membayar 2.5% dari harta kita secara kolektif, kita akan mendapati bahwa pembayaran tersebut bahkan berbeda-beda tiap keluarga karena jumlah harta mereka yang tidak sama. Seorang yang memiliki sebuah perusahaan yang sangat besar akan membayar lebih besar lagi untuk menunaikan zakatnya yang 2.5% itu. Berbeda dengan seorang yang tidak berpenghasilan tetap akan mengeluarkan zakat yang lebih kecil lagi. Pembayaran zakat ini jelas di dasarkan pada jumlah kekayaan yang ada. Jumlah penghasilan yang berbeda-beda tiap orangnya akan mempengaruhi jumlah zakat yang di keluarkannya.
Konsep lain yang tidak kalah menariknya adalah soal Sholat berjama’ah. Sholat yang demikian mencerminkan nilai Sosialisme yang tinggi, ketika kita berdiri berjajar menghadap Tuhan maka itu di analogikan bahwa semua di hadapan Tuhan itu setara, yang membedakannya hanyalah derajat kesetiaan kita terhadap Tuhan. Adanya imam di depan makmum bukan sebagai bentuk feodalisme dalam sholat, melainkan bentuk struktural yang demikian mengisyaratkan bahwa ketika ada penyetaraan dalam sholat, diperlukan suatu kontrol gerakan agar gerakan sholat menjadi setara. Hal ini sama dengan fungsi partai Komunis yang mengontrol dewan proletariat. Pemahaman yang vulgar terhadap sholat menjadikan kita sebagai umat Islam yang dogmatis atau seorang Sosialis yang Atheis.
Konsep lain yang tidak kalah menariknya untuk di bahas adalah ketika Tuhan memilih pemimpin dari kalangan orang yang tertindas (Al Qashash : 5 – 6). Orang-orang yang tertindas adalah orang yang mengerti soal keadaan. Tidak hanya satu, namun orang yang tertindas itu harus bekerja sama untuk membentuk suatu pemerintahan yang kolektif layaknya dewan atau serikat. Sedangkan, konsep Khalifah dalam Islam tidak lain hanyalah rekayasa politik yang diberlakukan kerajaan kekhalifahan setelah Khulafaur Rasyidin. Karena setelah mereka, bentuk kekuasaan mengatasnamakan agama menjadi bentuk yang monarki absolut. Sedangkan yang demikian tidak pernah di jelaskan dalam Alquran maupun hadits. Konsep Khalifah yang benar adalah konsep khalifah yang secara kolektif di jalankan oleh kalangan rakyat, bukan di tangan satu orang secara turun temurun.
Praktek-praktek Sosialisme dalam Islam tersebut cukup membuktikan bahwa sebenarnya Islam adalah agama yang bersifat Sosialisme. Jika ada yang mengatakan bahwa Islam berada di tengah antara Sosialisme dengan Kapitalisme, itu adalah pernyataan yang salah. Tidak ada yang namanya Kapitalisme dalam Islam. Di dalam Islam memang jelas bahwa ada anjuran untuk mengejar kekayaan, tetapi bukan berarti kekayaan itu di kejar secara individu, seperti menguasai alat produksi ala Kapitalisme sehingga membunuh para pekerja yang sifatnya konsumtif. Kekayaan itu dikejar secara kolektif dan gotong royong serta di imbangi dengan zakat, infaq, dan shodaqoh sehingga kaum miskin terpelihara juga oleh kolektifitas. Ketika Tuhan menyerukan bahwa ketika kita memilih jalan harus tegas ke kiri atau ke kanan, maka saat seseorang menyatakan bahwa Islam adalah agama diantara Sosialisme dan Kapitalisme, secara tidak langsung dia menjudge Islam sebagai agama yang munafik.
Kenyataannya, semua hal pasti memihak salah satu jalan. Bahkan gerakan Non blok yang di gagas negara-negara berkembang pun kenyataannya memihak kepada Sosialisme juga. Jalan tengah adalah suatu jalan yang diambil orang-orang munafik yang tidak berpendirian dalam hidup. Allah SWT bahkan sangat mengutuk metode orang-orang munafik tersebut. Semua orang pasti memihak salah satu paham, walau sekalipun orang tersebut mengaku merdeka, secara tidak langsung ia memeluk paham kemerdekaan itu sendiri. Maka ketegasan dalam memilih jalan adalah salah satu prinsip Islam yang utama.

Mengapa Orang Islam Memilih Marxisme?
Muncul pertanyaan yang paling fundamental dalam artikel ini, mengapa orang Islam yang notabene dalam agamanya termaktub Sosialisme yang apik ahirnya malah memilih Marxisme? Hal ini akhirnya memunculkan pemikiran, apa yang salah dari Sosialisme ala Islam sehingga orang-orang Islam bisa memilih Marxisme. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam Sosialisme Islam, namun Sosialisme Islam hanya berlaku dalam agama Islam saja, sedangkan dalam agama lain tidak. Hal ini membuat Sosialisme Islam tidak bersifat Internasionalisme seperti Marxisme.
Marxisme sebagai paham anti penindasan, perjuangan kelas, dan Sosialisme Ilmiah menawarkan kepada kita bahwa Sosialisme yang ada adalah Sosialisme yang tidak membawa paham tertentu, melainkan sebuah Sosialisme yang memang tujuannya untuk menghapus kelas dan menciptakan kesejahteraan dunia. Kesejahteraan yang bahkan bisa mencakup semua agama yang ada di dunia ini, tidak hanya termasuk Islam saja. Ketika orang Islam memilih Marxisme, secara tidak langsung, ia pun menjadi Sosialis yang Islami. Karena pada dasarnya hubungan horizontal dalam Islam memang di dasarkan pada Sosialisme. Tetapi ketika orang Islam hanya memilih Sosialisme Islam saja, berarti dia tidak mungkin menerapkan Sosialisme yang demikian bersama kalangan umat beragama yang lainnya. Toleransi antar beragama di bentuk ketika masing-masing dari para pemeluknya saling menghargai dan bersosialisasi. Sosialisme antar agama seperti Marxisme lah yang di butuhkan tuk menciptakan toleransi yang demikian.
Selain itu, seperti pada Teologi Pembebasan di Amerika Selatan, orang-orang Islam meminjam teori-teori Marxis untuk menghapus kemiskinan. Dengan mereduksi para borjuis-borjuis (yang pada dasarnya dalam Islam juga di larang), maka orang Islam perlu menjadi seorang Marxis. Pilihan yang demikian akan memunculkan sikap Sosialisme yang ilmiah serta relevan dengan zaman sekarang. Yang dimaksud Sosialisme Ilmiah disini adalah Sosialisme yang berasaskan Materialisme Dialektika sebagai filsafat utama gerakannya. Bagaimana pula orang Islam bisa menjadi seorang Materialis Dialektis?
Seorang Materialis Dialektis bukanlah seorang Atheis hanya karena mereka percaya bahwa segala sesuatu terjadi karena adanya pertentangan antar materi. Bahkan materi sebagai penyebab utama pertentangan juga di jadikan alasan bahwa seorang itu Atheis. Padahal jika di teliti, Tuhan sebagai pencipta materi memberi kebebasan kepada materi tersebut untuk bergerak sesuai kehendaknya. Jika Allah tidak memberikan pilihan, maka hal ini pertanda bahwa Allah tidak adil terhadap materi tersebut. Kecuali memang pertentangan tersebut bersifat sistematis seperti pertentangan yang terjadi pada benda-benda astronomis.
Perlu di tela’ah lebih lanjut lagi soal ini. Selama ini, orang Islam dogmatis menuduh bahwa Materialisme adalah paham setan karena adanya pemahaman dangkal bahwa mereka menuhankan materi. Padahal tuduhan seperti itu hanyalah tuduhan palsu belaka. Bagaimana bisa seorang Materialis Dialektis menuhankan materi bahkan di saat mereka ingin bebas dari alienasi materi itu sendiri.
Kecocokan Sosialisme Islam dan teori-teori Marxis juga menjadi sebab utama mengapa orang Islam lebih memilih Marxis sebagai wadah perjuangan mereka melawan penindasan. Suatu pemerintahan yang bersifat Sosialis akan menjamin sebuah kebebasan beragama, lain halnya pemerintahan monarki absolut ala penyelewengan kekhalifahan yang benar-benar diskriminatif terhadap agama lain. Tentunya hal ini menjadi suatu alasan mengapa pemerintahan ala Sosialisme Ilmiah lebih di minati negara-negara yang mempunyai mayoritas penduduk beragama Islam dibanding pemerintahan kekhalifahan itu sendiri.

Penutup
Sudah jelas bahwa Islam dan Marxisme sebenarnya adalah paham yang sejalan dan beriringan sehingga tidak heran banyak orang Islam yang lebih memilih Marxisme sebagai wadah perjuangan ketimbang Kapitalisme yang bahkan tiada dasarnya dalam Islam. Tiada yang namanya jalan tengah, karena jalan tengah hanya di miliki kaum munafik tidak tentu arah pemikirannya, layaknya Borjuis kecil dan lumpen proletar. Tugas kita adalah membuat 2 kelas tersebut akhirnya menjadi proletar yang bisa menumbangkan penindasan di muka bumi.
Islam juga merupakan agama yang paling Sosialis dan rasional. Tidak heran, bahwa Sosialisme Islam akhirnya bisa sejalan dengan Sosialisme Ilmiah ala Karl Marx. Pada dasarnya, orang Islam tidak mengikuti Karl Marx sebagai orang Atheis dan Yahudi, melainkan hanya mengikuti teori-teorinya yang sangat ilmiah dan bisa membawa kita ke dalam puncak kesejahteraan. Lalu, pendangkalan terhadap pemahaman Komunisme sebagai Atheis itu sendiri muncul akibat adanya campur tangan Kapitalisme dalam menciptakan stigma yang radikal sehingga masyarakat awam menuduh Komunis sebagai Atheis tulen seperti para penggagasnya.
Memang diakui bahwa Marx, Engels, Lenin, dan Mao adalah seorang Atheis, namun tidak ada salahnya teori mereka yang ilmiah akhirnya di pakai juga oleh orang beragama untuk berjuang melawan penindasan. Karena dari itu, penghapusan stigma atas Marxisme-Leninisme ini perlu agar masyarakat mengerti bahwa Komunis bukanlah Atheis dan Islam adalah agama yang Sosialis.

0 comments:

Post a Comment

 
;