Tuesday, May 2, 2017

​Marxisme: Teori Usang yang Perlu Dibangkitkan Kembali


Sejak runtuhnya Uni Soviet dan beralihnya Cina ke sistem ekonomi pasar, para marxis semakin tidak percaya diri. Apalagi Fukuyama sempat menerbitkan thesis tentang kejayaan Kapitalisme sebagai sistem akhir yang di dunia ini. Belum cukup sampai disitu, Korea Utara pun akhirnya menjadi suatu negara feodal yang sangat diktatoris dan Kuba hanyalah sepenggal cerita sejarah revolusi partisipan yang dikhianati oleh anaknya Castro. Tetapi apa benar Marxisme sudah tidak relevan lagi?
Banyak yang berkata bahwa Marxisme hanyalah mimpi para pemuda yang ingin memperjuangkan hak buruh dan menghapus kelas. Tidak sedikit yang bilang, Marxisme hanyalah sebuah filsafat Idealisme yang menyembunyikan dirinya sendiri dalam doktrin Materialisme Dialektika. Artinya, Marxisme sama dengan filsafat Hegel, dialektika yang berujung pada keniscayaan utopis. Tetapi apakah benar demikian?

Saya rasa kita tidak pernah paham benar soal keseluruhan maksud guru Marx dan Tuan Engels soal Komunisme hanya karena kita menafsirkan teks mereka setengah-setengah saja. Jadi, sangat wajar jika kita menghakimi mereka hanya sebagai seorang pemimpi yang kesiangan.
Tetapi Marxisme bukanlah mimpi, ia hanyalah pisau analisa untuk memahami seluk beluk kekejaman Kapitalisme saja. Sisanya, kita diberi kebebasan untuk berinterpretasi untuk bagaimana meruntuhkan sistem Kapitalisme itu. Karena itulah, tidak heran jika kita menemukan antara Lenin, Bernstein, Mao, dan Guavara berbeda paham soal itu. Mungkin mereka kurang analisa atau mungkin karena Marx pernah bilang bahwa teorinya harus disesuaikan dengan kondisi setempat, saya tidak pernah tahu soal itu.

Apa benar Marxisme sudah diterapkan Uni Soviet dengan baik?
Jika iya, maka wajar kalau kita menilai Marxisme telah gagal dalam memenuhi impian para kaum tertindas. Tetapi jika tidak, Marxisme masih relevan untuk dijadikan alat untuk mencapai kondisi tanpa kelas. Banyak orang yang salah paham soal ini, bagi mereka Marxisme telah gagal karena Uni Soviet telah runtuh. Tetapi saya berpendapat - dan mungkin yang lain banyak yang berpendapat sama - bahwa Uni Soviet tidak menerapkan perpolitikan Marxisme secara benar, malah dikatakan menyimpang sejak Stalin menafsirkan Sentralisme Demokrasi seenak hatinya. Karena Uni Soviet adalah cerminan dari perpolitikan Marxisme pada masa itu, maka wajar jika semua negara yang menggunakan asas Marxisme menjadi negara yang nasibnya sama dengan Uni Soviet. Terbukti sudah jika partai vanguard telah disalahgunakan karena nafsu para pemimpinnya.
Dalam Marxisme, kita mengenal sistem penyerahan kekuasaan ke tangan para pekerja, tetapi Uni Soviet dan kronco-kronconya malah menyerahkan kekuasaan ke tangan Partai Komunis. Kesalahan penerapan Marxisme inilah yang menjadikan negara Komunis menjadi negara yang diktator. Semua pekerja di negara komunis menyebut para pemimpin Partai Komunis dengan sebutan istimewa. Sebutan ini juga menyalahi aturan Marxisme yang tidak mengenal sebutan Feodalisme semacam itu. Singkatnya, para pelopor revolusi telah melupakan cita-cita mereka demi ambisi mereka itu.

Bagaimana dengan persepsi para agamawan?
Akibat doktrin Materialisme Dialektika, Marxisme dituduh sebagai ilmu yang sangat Atheistik. Kata Lenin, "tidak ada tempat bagi Idealisme disini!". Tidak cukup sampai disitu, banyak negara komunis yang memaksakan Atheis pada rakyatnya, misalnya Albania dan Cina. Mungkin mereka kurang paham jika Marxisme tidaklah menyoalkan adanya Tuhan atau tidak, Marxisme hanya meragukan keberadaanNya. Berarti para marxis itu Agnostic dong? Bukan, keraguan Marxisme tidak menghentikan para penganutnya untuk mencari Tuhan, bahkan banyak yang sudah menemukan Tuhannya sejak lama.
Toh, banyak marxis yang beragama. Di Indonesia saja, para tokoh marxisnya adalah orang beragama semua. Marxisme bahkan sejalan dengan berbagai cita-cita agama, misalnya Islam dan Kristen. Wajar jika banyak ulama dari kedua agama yang menggunakan Marxisme sebagai alat juangnya. Bahkan Dalai Lama di Tibet pun berusaha menerapkan Marxisme disana.
Persetan dengan pernyataan Lenin dan Marx soal agama hanya karena mereka tidak pernah mempelajarinya secara serius. Toh, yang mereka benci adalah orang- orang beragama yang menggunakan agamanya untuk kepentingan ekonomi politik. Jadi, jelas sudah bahwa Marxisme tidak harus dibenci kaum agamawan. Mereka harus memahaminya agar mereka mengerti.

Usangkah Marxisme itu?
Menurut hemat saya, selama Kapitalisme masih ada dalam berbagai wujudnya, selama itulah Marxisme relevan menjadi alat juang. Tetapi, karena Marxisme bukanlah sebuah agama, maka ia perlu disesuaikan dengan perubahan zaman. Kita jangan menjadikan Lenin sebagi nabi atau Karl Marx sebagai rasul. Kita juga jangan menjadikan Materialisme Dialektika sebagai Tuhan! Semuanya adalah pisau analisa yang bisa saja berubah seiring zaman berubah. Tidak mungkin kita menggunakan cara Lenin untuk menerapkan Marxisme di suatu negeri secara menyeluruh. Yang terpenting ialah intisari dari Marxisme itu sendiri.
Jika kita menggunakan filsafat Materialisme Dialektika dan Historis, mengkritik Kapitalisme, dan memperjuangkan kesejahteraan kaum buruh, maka kita adalah marxis. Jika kita ikut partai revolusioner yang bertujuan untuk menumbangkan kekuasaan birokratis dan menyerahkan kekuasaan ke tangan para pekerja, maka kita adalah marxis. Tidak peduli apa latar belakang kita - entah seorang Atheis atau agamawan sekalipun - ia bisa menjadi marxis selama ia mendukung perjuangan Antikapitalisme dan memakai teori Karl Marx.
Tetapi ingat, Karl Marx bukanlah seorang nabi dan Das Capital bukanlah sebuah kitab suci. Keduanya hanyalah alat analisa perjuangan yang patut kita pahami secara menyeluruh. Contoh terbaik adalah Lenin dan Rossa Luxemburg. Keduanya - menurut saya - adalah tokoh revolusioner yang benar-benar memahami Marxisme secara menyeluruh. Jika kita paham Materialisme Dialektika dan Historis, bukan tidak mungkin kita menjadi ahli debat yang menelanjangi kebusukan kaum borjuis.
Tetapi untuk memahami seorang kontrarevolusioner, kita harus paham teori ekonomi Marxisme. Jangan seperti yang pernah diceritakan Berkman di Uni Soviet, bahwa seorang Bolshevik bisa saja menangkap anak-anak karena mereka menjual sebatang rokok. Jual beli dianggap haram di Uni Soviet pada zaman itu. Dan jika ingin menciptakan tatanan Kediktatoran Proletariat, maka pahamilah teori politik Marxisme secara menyeluruh sehingga kita tidak tergelincir ke arah sistem birokratis yang parah layaknya Uni Soviet, Korea Utara, dan China.
Jika kiranya Marxisme dipraktikkan secara benar dan menyeluruh, bukan tidak mungkin tatanan masyarakat Komunis menjadi suatu kenyataan. Saya kira Tuhan pun mendukung perwujudan kesejahteraan semacam ini selama ia bermanfaat bagi orang banyak. Jadi, perjuangkan cita-cita manusia dan terapkan Marxisme secara menyeluruh agar Kapitalisme bisa runtuh!!
HIDUP MAHASISWA!!!
HIDUP BURUH DAN TANI!!!
PARA PEKERJA SELURUH DUNIA, BERSATULAH!!!!

0 comments:

Post a Comment

 
;