Wednesday, August 2, 2017

Menjawab Kritik Atas Nasionalisasi Aset yang Sedang Kita Galakkan


APAKAH KITA PERLU NASIONALISASI ASET NEGARA?
Mengutip dari perkataan Marx dalam Manifestonya :
Ciri istimewa Komunisme - bukanlah penghapusan milik pada umumnya, tetapi penghapusan milik borjuis. Tetapi milik perseorangan borjuis modern adalah pernyataan terakhir dan paling sempurna dari sistim menghasilkan dan memiliki hasil-hasil yang didasarkan pada antagonisme-antagonisme kelas, pada penghisapan terhadap yang banyak oleh yang sedikit.
Tugas kaum Komunisme adalah menghapus kepemilikan pribadi atas alat produksi yang dipegang oleh borjuis, jelas terpampang dalam Manifesto bahwa yang di hapus adalah milik perseorangan bojuis modern. Hal ini bisa dimengerti dengan satu kalimat sederhana yaitu “Penghapusan milik perseorangan”. Penghapusan yang demikian dapat menghilangkan antagonisme-antagonisme kelas yang telah memperlebar jurang kesenjangan sosial.

Borjuis, dalam hal ekonomi telah menghisap sebagian besar waktu kelas pekerja untuk bekerja tanpa memberikan objek produksi yang berarti. Diasumsikan bahwa kelas pekerja yang telah menjual tenaga kerjanya lalu di bayar dengan upah hanyalah sebesar kerja yang dilakukannya saja. Misalnya, buruh yang bekerja selama 12 jam untuk memenuhi permintaan manufaktur dengan biaya produksi sebesar Rp. 500.000,-, biaya tersebut sudah termasuk biaya mesin dan bahan baku serta upah bagi si buruh yang di asumsikan sebesar Rp.100.000,- per hari.
Pemenuhan kebutuhan produksi tersebut ternyata diselesaikan si buruh hanya berkisar 6 jam dari kontrak kerja semula. 6 jam yang demikian adalah penggantian atas upah yang diberikan oleh si pemilik manufaktur yang sebesar Rp.100.000,- itu. Sisanya, disebut oleh Marx sebagai kerja yang berlebih. Disinilah nilai lebih yang asal-usulnya tidak dapat dipastikan muncul. Menurut Marx, nilai lebih ini harusnya menjadi asumsi dasar atas penggantian upah selanjutnya yang 6 jam itu, namun si kapitalis membuatnya menjadi laba. Kita, kaum Marxis mengenal hubungan dasar antara modal dan barang dagangan dengan M-C-M, atau barang dagangan dengan modal sebagai C-M-C sebagai sirkulasi yang berimbang. Namun dengan adanya penghisapan yang demikian, maka muncul lah nilai sirkulasi menjadi M-C-M’ dengan M’ = M + ΔM. Nilai ΔM tersebutlah yang disebut nilai yang berlebih.
Kepemilikan alat produksi yang dikuasai oleh perseorangan tersebut ternyata menghasilkan nilai yang berlebih. Para ahli ekonomi klasik menyebutkan bahwa nilai yang berlebih itu merupakan profit bagi si kapitalis. Mari kita telusuri asal usul profit tersebut. Pada Das Kapital, Marx menyebutkan bahwa laba tersebut diperoleh akibat dari eksploitasi kerja kolektif yang dilakukan si kapitalis. Seharusnya yang terjadi ialah bahwa asumsi dasar hubungan ekonomi itu tidak menghasilkan nilai lebih, namun harus sesuai kebutuhan yang ada sehingga tidak menimbulkan krisis over produksi, namun yang terjadi nilai lebih dijadikan dasar bagi para ahli ekonomi klasik sebagai profit yang memang layak didapatkan si kapitalis tanpa kerja!
Inilah alasan utama mengapa kepemilikan pribadi tersebut harus dihapus dan diganti dengan kepemilikan bersama atas alat produksi. Dengan kata lain, sebuah negara sosialis seperti Uni Soviet harus mengambil alih semua aset yang ada dalam negaranya dengan menasionalisasi keseluruhannya.
Sebelum melangkah lebih jauh lagi, maka dimana letak keharusan adanya nasionalisasi aset negara dalam sistem Sosialisme. Mari kita kutip perkataan Engels dalam Asal Usul Keluarga, Milik Perseorangan dan Negara berikut ini.
Negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam kontrakdisi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah terpecah menjadi segi-segi yang berlawanan yang tak terdamaikan dan ia tidak berdaya melepaskan diri dari keadaan demikian itu. Dan supaya segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas yang kepentingan-kepentingan ekonominya berlawanan, tidak membinasakan satu sama lain dan tidak membinasakan masyarakat dalam perjuangan yang sia-sia, maka untuk itu diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri di atas masyarakat, kekuatan yang seharusnya meredakan bentrokan itu, mempertahankannya di dalam ‘batas-batas tata tertib’; dan kekuatan ini, yang lahir dari masyarakat, tetapi menempatkan diri di atas masyarakat tersebut dan yang semakin mengasingkan diri darinya, adalah Negara

Jika kita simpulkan dengan singkat, maka pernyataan Engels kurang lebih berbunyi: “Negara adalah produk dari antagonisme-antagonisme kelas yang tak pernah terdamaikan”. Asal-usul antagonisme kelas ini ialah karena di satu sisi, pihak minoritas menguasai alat produksi tertentu, sedangkan pihak mayoritas bekerja untuk pihak penguasa yang minoritas tersebut tanpa mendapatkan objek produksinya. Jelas, maka dari itu nasionalisasi di perlukan untuk mengiringi lenyapnya sebuah negara.
Mengapa sebuah kepemilikan pribadi yang dipelihara sebuah negara demokratik borjuis bisa menghisap? Lenin dalam Negara dan Revolusi menyebutkan bahwa: “Republik demokratis adalah selubung politik terbaik yang mungkin bagi Kapitalisme dan karena itu kapital, setelah menguasai selubung yang terbaik itu menegakkan kekuasaannya yang dengan begitu aman, begitu pasti, sehingga tidak ada perubahan apapun baik perubahan orang, lembaga maupun partai dalam republik borjuis-demokratis yang dapat menggoyang kekuasaan itu”.
Selubung politik terbaik dapat menghancurkan kelas proletar yang mayoritas tersebut secara perlahan. Kita melihat realita bahwa di Indonesia sendiri sebagai sebuah negara borjuis yang mempunyai berbagai sumber daya alam yang berlimpah bahkan mempunyai mayoritas rakyat yang terjerat kemiskinan, mengapa demikian? Itu karena adanya kepemilikan pribadi yang dikuasai segelintir orang yang dilindungi penguasa sebagai pemegang otoritas politik aset sumber daya tersebut. Seperti kata Lenin tersebut, bahwa para penguasa di negeri kita memberi pajak rendah pada para pengusaha asing maupun lokal yang menguasai aset negara kita untuk memberikan devisa bagi negara kita.
Namun, devisa tersebut tidaklah untuk rakyat, pajak yang rendah tersebut hanyalah untuk memelihara kestabilan mekanisme pasar bebas yang berlangsung sebagai bentuk Internasionalisme Liberal. Rakyat menanggung akibatnya sebagai pekerja yang terus bekerja mengelola aset swasta tersebut tanpa memperoleh objek produksinya. Untuk mendapatkan objek tersebut, rakyat bahkan terpaksa membayar dari upah yang mereka terima. Sudah terima upah yang tidak sesuai, harus pula membayar untuk objek yang dihasilkan upah tersebut. Itulah kekacauan yang ditimbulkan akibat kepemilikan pribadi tersebut.
Marx, Engels, dan Lenin sepakat dalam satu hal, yaitu bahwa Kapitalisme akan mengalami kehancurannya suatu saat karena adanya suatu krisis over produksi. Krisis yang disebabkan produksi barang dagangan secara berlebihan tanpa ada penyeimbang konsumsi dari pekerja akibat kurangnya daya konsumsi kelas pekerja itu sendir. Hal itu telah kita alami selama berkali-kali, yaitu pada tahun 1929, 1965, 1977, 1998, dan yang terakhir adalah tahun 2008. Namun, para ahli ekonomi Liberal menutupi krisis tersebut dengan suatu terobosan yang luar biasa, yaitu dengan menjual aset bank kepada swasta dan menerapkan program hutang yang menjadi beban bagi setiap penduduk negara. Krisis memang terselesaikan, namun setiap penduduk di bebani hutang per kepalanya, dan di negeri kita bisa mencapai Rp. 8.000.000,- per kepalanya! Itulah keburukan terdahsyat yang di alami kita selama kepemilikan pribadi masih ada.

Lalu solusinya haruskah kita nasionalisasi semua aset negara?
“Proletariat merebut kekuasaan negara dan pertama-tama mengubah alat-alat produksi menjadi milik negara. Tetapi dengan ini ia mengakhiri dirinya sendiri sebagai proletariat, dengan ini ia mengakhiri segala perbedaan kelas dan antagonisme kelas, dan bersama itu juga mengakhiri negara sebagai negara.”
Kutipan Engels tersebut memberikan jawaban bahwa adanya suatu keharusan untuk mengubah alat produksi pribadi tersebut menjadi milik negara. Namun, adalagi suatu permasalahan ketika negara menguasai alat produksi, apakah kaum birokrat akan menguasainya dan proletar lagi-lagi hanya menjadi kelas pekerja yang tiada menghasilkan objek bagi dirinya? Negara sosialis adalah representasi dari sebuah wakil resmi masyarakat. Artinya, negara tersebut bukan menjadi fungsi berkuasa lagi, namun menjalankan fungsi administrasi saja.
Negara hanyalah menjadi kontrol atas aset-aset yang telah dinasionalisasi. Sedangkan yang menjadi penguasa atas aset tersebut adalah jelas kelas pekerja. Fungsi administrasi haruslah dijalankan oleh kelas pekerja secara bergiliran. Senada dengan pernyataan Engels bahwa ketika semua orang menjalankan fungsi birokrasi atas alat produksi secara bergiliran, maka tidak ada lagi yang namanya birokrasi, dengan kata lain, perlahan negara tersebut pasti akan melenyap seiring hilangnya antagonisme kelas akibat hilangnya kepemilikan pribadi. Mari kita simak pernyataan Engels dalam Anti Duhringnya tersebut.
“Campur tangan kekuasaan negara dalam hubungan-hubungan sosial menjadi tidak diperlukan lagi dari satu bidang ke bidang yang lain dan ia berhenti dengan sendirinya. Pemerintahan atas orang-orang diganti dengan pengurusan barang-barang dan pimpinan atas proses produksi. Negara tidaklah dihapuskan, ia melenyap. Atas dasar ini harus dinilai kata-kata ‘negara rakyat bebas’”
Apakah itu benar-benar humanis bagi kita? Marx dan Engels tidaklah menginginkan manusia bertarung akibat adanya kontradiksi yang dihasilkan oleh faktor ekonomi akibat kepemilikan pribadi melainkan mereka menginginkan agar manusia menjalankan hakikatnya sebagai manusia seutuhnya. Marx mengatakan :
“Kelas buruh dalam proses perkembangannya akan menggantikan masyarakat lama borjuis dengan perserikatan yang akan menyingkirkan kelas-kelas beserta pertentangannya, dan tidak akan ada lagi kekuasaan politik apapun yang sebenarnya, karena kekuasaan politik adalah justru pernyataan resmi dari antagonisme kelas dalam masyarakat borjuis.”
Dalam bukunya, Kemiskinan Filsafat  tersebut jelas Marx memberikan gambaran bahwa ketika kelas pekerja menguasai negara, maka tidak akan ada lagi kekuasaan politik apapun, bahkan terhadap alat produksi sekalipun. Pertentangan antar kelas itu hilang seiring hilangnya kepemilikan pribadi tersebut. Kita sebagai manusia akan kembali ke hakikat dasar kita sebagai makhluk yang hidup berdasarkan kerja sesuai kemampuan dan hidup sesuai kebutuhan. Bisa dikatakan bahwa fungsi uang sebagai alat tukar akan melenyap! Bukankah ini manusiawi?
Namun apakah ini adil bagi para kaum tani atau borjuis kecil yang nasibnya tidak jauh berbeda dengan kelas pekerja? Mari kita lihat perkataan Marx dalam Manifestonya yang menjadi pedoman kita tersebut.
Kita kaum Komunis telah dimaki bahwa kita ingin menghapuskan hak atas milik yang diperdapat seseorang sebagai hasil kerja orang itu sendiri, milik yang dianggap sebagai dasar dari semua kemerdekaan, kegiatan dan kebebasan seseorang.
Milik yang diperoleh dengan membanting tulang, yang direbut sendiri, yang dicari sendiri secara halal! Apakah yang tuan maksudkan itu milik si tukang kecil, milik si tani kecil, suatu bentuk milik yang mendahului bentuk milik borjuis? Itu tidak perlu dihapuskan; perkembangan industri telah menghancurkannya banyak sekali, dan masih terus menghancurkannya setiap harinya.

Ataukah yang tuan maksudkan itu milik perseorangan borjuis modern?
Tetapi adakah kerja-upahan, kerja si proletar, mendatangkan sesuatu milik untuk dia? Sama sekali tidak. Ia menciptakan kapital, yaitu semacam milik yang menghisap kerja-upahan, dan yang tidak dapat bertambah besar kecuali dengan syarat bahwa ia menghasilkan kerja-upahan baru untuk penghisapan baru. Milik dalam bentuknya yang sekarang ini adalah didasarkan pada antagonisme antara kapital dengan kerja-upahan. Marilah kita periksa kedua belah segi dari antagonisme ini.
Untuk menjadi seorang kapitalis, orang tidak saja harus mempunjai kedudukan perseorangan semata-mata, tetapi kedudukan sosial dalam produksi. Kapital adalah suatu hasil kolektif, dan ia hanya dapat digerakkan oleh tindakan bersama dari banyak anggota, malahan lebih dari itu, pada tingkatan terakhir, ia hanya dapat digerakkan oleh tindakan bersama dari semua anggota masyarakat.
Oleh karena itu kapital bukanlah suatu kekuasaan pribadi, ia adalah suatu kekuasaan sosial. Jadi, jika kapital itu dijadikan milik bersama, menjadi milik semua anggota masyarakat, dengan itu milik pribadi tidak diubah menjadi milik sosial. Hanyalah watak sosial milik yang diubah. Watak kelasnya hilang.
Marx menyebutkan bahwa milik pribadi para petani miskin dan borjuis kecil yang nasibnya tidak berbeda dengan proletar tidaklah di nasionalisasi, atau bahkan penghapusan kepemilikan pribadi si borjuis yang menghisap mayoritas proletar akan menghilangkan watak kelasnya yang suka menghisap. Apakah itu tidak lain bersifat humanistis bagi kita? Sifat politik yang dimiliki umat manusia di hilangkan dan diganti dengan sifat administratif yang lebih humanis ketika semua aset di nasionalisasi.
Keadilan tersebut ternyata berpihak kepada rakyat yang tertindas, namun sampai saat ini kita terdistorsi akan pernyataan bahwa Nasionalisasi aset akan menghancurkan persaingan antar umat manusia. Persaingan tersebut tidaklah di hilangkan, namun dipelihara dalam proses produksi. Kita tidak lagi bersaing dalam memperebutkan alat produksi dan persaingan atas hukum permintaan dan penawaran, melainkan bersaing atas proses produksi yang kita kerjakan.
Jelas, nasionalisasi aset harus kita galakkan untuk kepentingan rakyat banyak sebagai bentuk penghilangan kelas yang menghisap dan mendamaikan kelas-kelas yang bertentangan. Kita juga harus menasionalissi harta warisan borjuis modern yang dipelihara sebagai bentuk feodalistik atas alat produksi karena hal tersebut akan menimbulkan sifat pertentangan lagi. Tidaklah sial bagi para borjuis ketika hartanya di nasionalisasi karena bagi kita yang terpenting adalah rasa kemanusiaan tersebut, bukan rasa ingin menindas kelas pekerja demi sebuah kebutuhan perseorangan. Sedangkan para petani yang tidak di nasionalisi, berhak untuk bekerja di tanahnya yang sempit itu dengan asumsi bahwa hasilnya akan di bagi rata untuk keperluan kelas pekerja di kota. Sungguh humanis sistem yang kita bangun ini!

0 comments:

Post a Comment

 
;