Wednesday, August 16, 2017

Lumpen Proletariat Dan Borjuis Kecil

Pada masa Kapitalisme, maka pertentangan yang terjadi adalah diantara 2 kelas yaitu borjuis (kaum pemilik modal) dan proletar (kaum buruh). Kedua kelas ini bertentangan dikarenakan adanya kepemilikan pribadi atas alat produksi. Selain itu, karena beredarnya uang yang mengandung nilai tukar barang yang tidak sesuai membuat sifat kerja menjadi terasing. Adanya nilai lebih yang menumpuk akibat kontrak kerja yang harus dipenuhi buruh secara terpaksa juga menjadi alasan adanya pertentangan antara 2 kelas tersebut. Selain dari 2 kelas tersebut, dimasa Kapitalisme juga terdapat 2 kelas lagi yang kemudian sifatnya sangat fleksibel yaitu lumpenproletariat dan borjuis kecil. Kedua kelas ini tidak termasuk diantara 2 kelas yang bertentangan tersebut.
Lumpenproletar merupakan kelas orang yang tidak berpunya modal namun tidak bekerja kepada kaum pemilik modal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seringkali, mereka menjadi tanggungan negara akibat habisnya lapangan pekerjaan yang tersedia atau terbatasnya modal untuk mengembangkan usaha. Kalau kita analisis sedemikian rupa, tahun 2010, Indonesia memiliki 8,59 juta jiwa yang terkategorikan kelas lumpenproletar[1][1]. Mereka terdiri dari pengangguran, pengemis, pengamen, gelandangan, orang gila, dan juga preman. Jumlah yang lumayan banyak tersebut seharusnya menjadi beban tanggungan negara sesuai dengan pasal 34 UUD 1945, namun yang terjadi bukanlah demikian.

Borjuis kecil merupakan kelas orang yang mempunyai modal namun tidak sebesar modal kaum borjuis, masing-masing dari mereka hanya mempunyai sedikit buruh, terkadang malah tidak mempunyai buruh sama sekali. Sifat borjuis kecil sangatlah beragam tergantung dari sifat dasar usahanya. 34% penduduk negara kita pada tahun 2010 adalah pengusaha, namun 70% dari mereka adalah borjuis kecil[2][2]. Kelas borjuis kecil di Indonesia terdiri atas pengusaha kecil, pedagang-pedagang kelontong, pedagang warung, pedagang kaki lima, pedagang keliling, dan sebagainya. Mereka semua mempunyai modal, namun tidak berpotensi menghisap tenaga kerja buruh secara berlebihan seperti yang dilakukan oleh para borjuis. Namun, sama halnya dengan lumpenproletar, sifat mereka sangatlah fleksibel, mereka bisa memihak pada kaum buruh ataupun pada kaum pemilik modal. Namun, di masa Kapitalisme yang kejam ini, kebanyakan dari mereka pasti memihak para kapitalis karena tergiur dengan nilai tukar yang menjadi uang tersebut.
Sifat kedua kelas tersebut haruslah di arahkan untuk mendukung kaum buruh dalam perspektif perjuangan ekonomi politik karena hal yang demikian bisa menghilangkan watak sosial mereka yang haus akan harta dan tahta dan kembali ke hakikat manusia yang sebenarnya, yaitu bekerja semampunya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Mari kita lihat pernyataan Karl Marx mengenai kedua kelas ini.
Kelas tengah rendahan, tuan pabrik kecil, tuan toko, tukang, petani, semuanya ini, berjuang melawan borjuasi, untuk menyelamatkan hidup mereka sebagai golongan dari kelas tengah hindar dari kemusnahan. Oleh karena itu mereka tidak revolusioner, tetapi konservatif. Bahkan lebih dari itu, mereka itu reaksioner, karena mereka mencoba memutar kembali roda sejarah. Jika secara kebetulan mereka itu revolusioner, maka mereka berlaku demikian itu hanyalah karena melihat akan bahaya mendekat berupa kepindahan mereka ke dalam proletariat, jadi mereka tidak membela kepentingan-kepentingannya yang sekarang, tetapi kepentingan-kepentingannya di masa datang, mereka meninggalkan pendiriannya sendiri untuk menempatkan dirinya pada pendirian proletariat.
Proletariat-gelandangan, massa yang membusuk secara pasif dari kalangan lapisan-lapisan terendah masyarakat lama, di sana-sini terseret ke dalam gerakan oleh suatu revolusi proletar; akan tetapi syarat-syarat hidupnya, menjadikan dia lebih condong untuk melakukan peranan sebagai perkakas yang disuap untuk mengadakan huru-hara reaksioner.[3][3]
Dari pernyataan tersebut, kita bisa simpulkan bahwa kedua kelas yang kita bicarakan ini sifatnya selalu terombang-ambing kesana kemari untuk memenuhi kepentingan mereka. Borjuis kecil memang benar berperang melawan borjuis, namun sebagian besar dari mereka terkadang berbeda kepentingan dengan kaum buruh sehingga sifatnya malah menjadi reaksioner. Mereka ingin mengembalikan masa kejayaan mereka dulu pada masa awal Revolusi Perancis sehingga mereka bisa berkuasa sedemikian rupa dan akhirnya menindas kaum buruh seperti yang dilakukan borjuis sekarang ini. Mereka tidak bisa menjamin bahwa kaum proletar tidak akan lagi di peras tenaganya, karena seiring dengan berkembangnya alat produksi, borjuis kecil pun akhirnya menjadi borjuis besar. Mereka memperoleh perkembangan yang demikian dikarenakan adanya modal yang berasal dari investasi, kredit, atau deposito tahunan yang membuat mereka terjebak dalam alam Kapitalisme yang membunuh.
Dengan berkembangnya alat produksi, maka para borjuis besar berkesempatan untuk meraih segala jenis jaringan yang ada untuk menciptakan laba yang sebesar-besarnya. Salah satu cara mereka untuk melakukan itu ialah merangkul segala bentuk kelas borjuis kecil untuk bekerja sama mendapatkan keuntungan bersama sehingga borjuis kecil pun berkembang menjadi mitra yang sesuai dengan borjuis. Dengan memanfaatkan kesempatan investasi yang ditawarkan borjuis, maka borjuis kecil berkembang secara perlahan menjadi pemilik modal yang berasal dari investasi. Seiring dengan pesatnya permintaan pasar, maka ia merekrut kaum buruh untuk bekerja di perusahaannya. Dengan ini, borjuis kecil mempunyai power untuk menjadi kaum modal dengan memanfaatkan investasi perusahaan besar ataupun kredit dari bank-bank tertentu.
Sedangkan, para borjuis kecil yang berjuang bersama proletar mempunyai maksud yang  reaksioner. Kaum buruh yang berjuang demi terhapusnya kelas-kelas yang bertentangan akan di tumpangi oleh borjuis kecil dan lumpenproletar. Borjuis kecil yang menumpang berjuang bersama proletar adalah kumpulan orang-orang yang menuntut hak modal dari negaranya. Terkadang kaum borjuis kecil merasa takut ketika proletar berkuasa akan menghapus hak miliknya yang sudah susah payah di kembangkan. Padahal Marx mengatakan :
Kita kaum Komunis telah dimaki bahwa kita ingin menghapuskan hak atas milik yang diperdapat seseorang sebagai hasil kerja orang itu sendiri, milik yang dianggap sebagai dasar dari semua kemerdekaan, kegiatan dan kebebasan seseorang. Milik yang diperoleh dengan membanting tulang, yang direbut sendiri, yang dicari sendiri secara halal! Apakah yang tuan maksudkan itu milik si tukang kecil, milik si tani kecil, suatu bentuk milik yang mendahului bentuk milik borjuis ? Itu tidak perlu dihapuskan; perkembangan industri telah menghancurkannya banyak sekali, dan masih terus menghancurkannya setiap harinya.[4][4]
Jelas, kaum proletar yang berkuasa tidak akan menasionalisasi aset mereka yang sedemikian tidak berpengaruhnya pada negara. Borjuis kecil yang bergabung dengan proletariat untuk berjuang juga mempunyai maksud lain, seperti menuntut kekuasaan dan mengembalikan kejayaan mereka di masa akhir Feodalisme. Hal ini justru bertentangan dengan sikap proletar yang ingin menghapus kelas. Namun, tujuan terselubung itu terkadang tidak diketahui sama sekali oleh proletar karena yang mereka tahu adalah ketika borjuis kecil bergabung bersama mereka untuk berjuang bersama, maka menurut mereka kesadaran kelas dan simpati dari mereka telah muncul untuk bersama-sama menghapus antagonisme kelas dan kepemilikan pribadi atas alat produksi.
Kesimpulannya adalah bahwa borjuis kecil dan lumpenproletar merupakan 2 kelas yang memiliki sifat yang tidak konsisten. Keduanya dalam perspektif perjuangan kelas bisa memihak kaum proletar atau bahkan kaum borjuis. Faktor yang mempengaruhi konsistensi kedua kelas tersebut adalah kepentingan terselubung yang direncanakan oleh kedua kelas tersebut. Misalnya, ketika kaum lumpen proletar ingin hidup sejahtera dengan memanfaatkan upah dari pengusaha, maka ia akan memihak kaum pengusaha tersebut. Berbeda lagi kasusnya ketika kaum lumpenproletar akhirnya memihak kaum buruh dengan asumsi bahwa kesejahteraan bisa diperoleh dengan usaha. Usaha yang dimaksud ialah usaha yang revolusioner dengan menghapus kontradiksi-kontradiksi kelas tersebut.
Kaum borjuis kecil akan memihak kaum borjuis ketika adanya iming-iming yang mengalir dari kaum borjuis. Misalnya ialah ketika kaum borjuis kecil ingin mencapai kesejahteraan dengan meminta modal dalam bentuk kredit kepada kaum borjuis sehingga kesejahteraan tersebut bisa diraih dengan memunculkan kasus baru yaitu fluktuasi laba akibat kredit. Berbeda lagi kasusnya ketika kaum borjuis kecil memihak kaum proletar demi sebuah kesejahteraan yang dicapai dengan usaha revolusioner pula. Watak sosial dari kaum borjuis kecil tersebut perlahan menghilang akibat usaha revolusioner tersebut.
Kedua golongan tersebut bisa digolongkan kedalam kelas yang tertindas. Tentunya kita kaum Marxis yang membela kaum tertindas harus mengarahkan mereka menuju perjuangan kelas sehingga keduanya bersama kaum proletar bisa menghapus antagonisme kelas yang tercipta akibat adanya kepemilikan pribadi.


Sumber:
 [1] Sumber : Bataviase.co.id
 [2] Sumber : Seminar Smartpreneur tahun 2014, Universitas Trilogi, Jakarta
 [3] Karl Marx & Friederick Engels. 1849. Manifesto Partai Komunis. Bagian 1 : Kaum Borjuis dan Kaum Proletar.
 [4] Karl Marx & Friederick Engels. 1849. Manifesto Partai Komunis. Bagian II : Kaum Proletar dan Kaum Komunis.




[1][1] Sumber : Bataviase.co.id
[2][2] Sumber : Seminar Smartpreneur tahun 2014, Universitas Trilogi, Jakarta
[3][3] Karl Marx & Friederick Engels. 1849. Manifesto Partai Komunis. Bagian 1 : Kaum Borjuis dan Kaum Proletar.
[4][4] Karl Marx & Friederick Engels. 1849. Manifesto Partai Komunis. Bagian II : Kaum Proletar dan Kaum Komunis.

0 comments:

Post a Comment

 
;