Islam di masa sekarang dimanifestasikan ke dalam sikap
para penganutnya yang ternyata terlalu dogmatis dan fanatis. Terkadang saking
fanatisnya mereka, mereka berani membuat konsep kekhalifahan baru yang bernama
Islamic State of Iraq and Syria atau yang lebih dikenal ISIS. Orang bilang,
ISIS adalah boneka imperialis Amerika untuk menghancurkan umat. Lalu ada pula
Hizbut Tahrir yang juga ingin mendirikan kekhalifahan secara radikal di dunia,
termasuk di Indonesia. Sebagian umat Islam pun menyangka bahwa Hizbut Tahrir
merupakan boneka Syi’ah. Lalu di masa lampau hingga kini kita telah dihadapkan
dengan Taliban yang merupakan organisasi Mujahidin asal Afghanistan yang
mendapat dana pula dari imperialis Amerika untuk merebut kekuasaan Afghanistan
dari Soviet! Lalu teroris-teroris yang kita kenal bahkan mengaku beragama
Islam, lalu dimanakah letak aqidah mereka yang sehat itu?
Orang Islam yang tidak tahu apa-apa selalu menjadi
korban politik organisasi yang mengatasnamakan Islam. Terkadang mereka
merupakan sasaran empuk dari cercaan para musuh Islam, termasuk imperialis
Amerika itu sendiri. Kita sadari bahwa apa yang disebut dengan politik Islam
itu merupakan politik kotor dari individu yang ingin merebut kekuasaan atas
nama khalifah. Hal ini mudah kita lihat dari perspektif historis sejak masa
Mu’awiyah bin Abu Sufyan berkuasa. Sejak masa Mu’awiyah, agama Islam
dipermainkan untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Islam politik, begitulah mereka
menyebutnya dengan mudahnya. Jamaluddin El Afghani mungkin bisa saya sebut
sebagai penghancur sendi-sendi Islam yang suci dengan mengatasnamakan
Internasionalisme Islam. Toh, Tuhan pun tidak setuju Pan Islamisme berdiri jaya
hingga kini, ia hancur di tengah jalan karena nafsu mereka akan birokrasi yang
mantap. Sedangkan KH. Ahmad Dahlan yang mengidolakannya hanya meninggalkan
Muhammadiyah dalam suasana modernisnya tanpa ada lagi cita-cita soal
Internasionalisme Islam.
Islam kini menjadi alat untuk mencapai kekuasaan,
setidaknya fakta di lapangan menjadi pendukung yang menarik dari pernyataan
saya ini. PKS misalnya yang sangat cerdas menjaring massa hingga rela
menyelenggarakan halqah untuk menarik massa dari remaja dan mahasiswa. Mereka
dengan bangganya menjadi kader PKS karena menurut mereka PKS merupakan partai
Islam sejati di Indonesia. Apakah Muhammad SAW bin Abdullah pernah menyuruh
orang Islam untuk berpolitik dengan cara demikian? Jelas ini merupakan distorsi
yang sangat parah. Mereka memberikan halqah, dan para peserta yang malang harus
menjadi anggota mereka sebagai basis massa untuk pemilu ke depannya. Sungguh
mereka sangat bijak menggunakan nama Islam yang mulia itu.
Beberapa yang bijak bahkan mengkritik kaum Marxis
sebagai kaum yang Atheis. Bung Hatta pernah bilang: “tidak mungkin memaksa kaum
Materialis untuk percaya Tuhan sepenuhnya”. Merupakan perkataan dari orang yang
sangat cerdas memahami Marxisme. Orang Islam paham soal ini karena filosofi
Marxisme yang Materialis Dialektis. Inilah yang membuat kita orang Islam yang
berideologikan Marxisme sangat bingung menjawab pernyataan Bung Hatta tersebut.
Paling kuat ialah pernyataan Haji Misbach yang menjawab bahwa Materialisme
Historis itu ada dalam Alqur’an Surah Ar Ra’du ayat 11. Ini bukanlah sembarang
tafsir karena walaupun tafsir bersifat subjektif, namun ia sangat objektif
ketika berhadapan dengan relevansi zamannya. Seandainya Bung Hatta masih hidup,
akankah ia berdebat dengan pernyataan Haji Misbach tersebut?
Pernyataan Komunis itu Atheis mungkin terlalu dangkal
karena beberapa sebab, yaitu stigmatisasi yang di alami rakyat kita, pernyataan
Marx dan Lenin soal agama, dan filsafat kita yang tidak memberikan ruang
Idealisme di dalamnya. Namun, kita hanya perlu menjawab bahwa persoalan agama
bukanlah dalam ranah politik, ia hanya persoalan pribadi dengan Tuhan.
Sedangkan permasalahan Marxisme merupakan hubungan kita dengan manusia yang
memang harus diselesaikan dengan cara manusia, tentunya dengan analisis manusia
pula. Bukankah Tuhan pernah berkata dalam kitabnya bahwa Ia menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi, maka segala persoalan bumi adalah milik kita. Nabi
kita, Muhammad SAW telah memberikan pandangan umum soal bagaimana kita harus
hidup di dunia, maka analisis Karl Marx dan Friederick Engels-lah yang berhasil
mengembangkan pandangan umum tersebut. Persoalan mereka berdua itu tidak
beragama merupakan persoalan pribadi mereka, yang terpenting ialah analisis dan
kritik mereka yang sungguh membela masyarakat tertindas.
Jika kita kembali lagi kepada pemahaman orang Islam di
masa sekarang, maka kita akan mendapati bahwa orang Islam yang tidak tahu
apa-apa pun merupakan pelaku dari cercaan. Mereka sungguh pandai menghakimi
sesama umat hanya karena mereka merasa paling benar. Mereka sungguh munafik!
Toleransi dalam kitab kita bahkan tidak mereka mengerti, lalu siapakah kawan
kita?
Kaum Komunis tidak membeda-bedakan apapun agama
mereka. Lenin sendiri yang sangat benci kepada agama mengatakan dalam brosurnya
bahwa :
“Agama harus
dinyatakan sebagai urusan pribadi. Dalam kata-kata inilah kaum sosialis biasa
menyatakan sikapnya terhadap agama. Tetapi makna dari kata-kata ini harus
dijelaskan secara akurat untuk mencegah adanya kesalahpahaman apapun. Kita
minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi, sepanjang seperti
yang diperhatikan oleh negara. Namun sama sekali bukan berarti kita bisa
memikirkan agama sepanjang seperti yang diperhatikan oleh Partai. Sudah
seharusnya agama tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius
seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah
seharusnya bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa
agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis, dimana bagi kaum sosialis,
sebagai sebuah aturan. Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan
keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir. Bahkan untuk sekedar
penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti
dibatasi.”
Lalu bandingkan dengan ghibah suci mereka terhadap
pandangan lain, selain mereka yang menurut mereka suci yaitu bahwa kita adalah
kaum yang sesat. Apa akar mereka bisa menyatakan kita sesat? Mereka mengutip
salah satu ayat Al Qur’an secara vulgar. Sedangkan kita tidak pernah mencap
siapapun kafir, kita hanya menyatakan bahwa siapa yang menghisap dan
mengeksploitasi manusia tertindas merupakan orang yang salah, bukan karena
agamanya, melainkan karena ia sudah tidak berperilaku seperti manusia lagi.
Begitulah kami kritik bagaimana borjuis menghasilkan nilai lebih dari
penghisapan tenaga kerja dan kemampuan kerja buruh. Lalu mereka yang mengaku
suci telah berbuat apa?
Mereka hanyalah kumpulan para pengkhotbah yang menyeru
bertaqwa dan bertawakal kepada Tuhan. bertaqwa itu adalah mematuhi perintah
Tuhan dan menjauhi larangannya sedangkan bertawakal ialah berserah diri
kepadaNya atas segala usaha yang telah kita lakukan, lalu mereka dalam praktik
kehidupannya mengingkari keduanya. Mereka berkhotbah tiada lain hanyalah
mengharapkan upah untuk suatu kebutuhan hidup misalnya. Mereka benar-benar
menjual agamanya demi kebutuhan hidup. Lalu siapakah yang paling berdosa?
Mungkin kita perlu pikirkan baik-baik siapa kawan
kita, orang Islam yang bersifat dan bersikap demikian atau orang Komunis yang
memahami analisis Karl Marx karena ingin membela kaum tertindas?
0 comments:
Post a Comment