Tuesday, August 8, 2017

Siapa Kawan Kita, Orang Islam Atau Komunisme?


Islam di masa sekarang dimanifestasikan ke dalam sikap para penganutnya yang ternyata terlalu dogmatis dan fanatis. Terkadang saking fanatisnya mereka, mereka berani membuat konsep kekhalifahan baru yang bernama Islamic State of Iraq and Syria atau yang lebih dikenal ISIS. Orang bilang, ISIS adalah boneka imperialis Amerika untuk menghancurkan umat. Lalu ada pula Hizbut Tahrir yang juga ingin mendirikan kekhalifahan secara radikal di dunia, termasuk di Indonesia. Sebagian umat Islam pun menyangka bahwa Hizbut Tahrir merupakan boneka Syi’ah. Lalu di masa lampau hingga kini kita telah dihadapkan dengan Taliban yang merupakan organisasi Mujahidin asal Afghanistan yang mendapat dana pula dari imperialis Amerika untuk merebut kekuasaan Afghanistan dari Soviet! Lalu teroris-teroris yang kita kenal bahkan mengaku beragama Islam, lalu dimanakah letak aqidah mereka yang sehat itu?

Orang Islam yang tidak tahu apa-apa selalu menjadi korban politik organisasi yang mengatasnamakan Islam. Terkadang mereka merupakan sasaran empuk dari cercaan para musuh Islam, termasuk imperialis Amerika itu sendiri. Kita sadari bahwa apa yang disebut dengan politik Islam itu merupakan politik kotor dari individu yang ingin merebut kekuasaan atas nama khalifah. Hal ini mudah kita lihat dari perspektif historis sejak masa Mu’awiyah bin Abu Sufyan berkuasa. Sejak masa Mu’awiyah, agama Islam dipermainkan untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Islam politik, begitulah mereka menyebutnya dengan mudahnya. Jamaluddin El Afghani mungkin bisa saya sebut sebagai penghancur sendi-sendi Islam yang suci dengan mengatasnamakan Internasionalisme Islam. Toh, Tuhan pun tidak setuju Pan Islamisme berdiri jaya hingga kini, ia hancur di tengah jalan karena nafsu mereka akan birokrasi yang mantap. Sedangkan KH. Ahmad Dahlan yang mengidolakannya hanya meninggalkan Muhammadiyah dalam suasana modernisnya tanpa ada lagi cita-cita soal Internasionalisme Islam.
Islam kini menjadi alat untuk mencapai kekuasaan, setidaknya fakta di lapangan menjadi pendukung yang menarik dari pernyataan saya ini. PKS misalnya yang sangat cerdas menjaring massa hingga rela menyelenggarakan halqah untuk menarik massa dari remaja dan mahasiswa. Mereka dengan bangganya menjadi kader PKS karena menurut mereka PKS merupakan partai Islam sejati di Indonesia. Apakah Muhammad SAW bin Abdullah pernah menyuruh orang Islam untuk berpolitik dengan cara demikian? Jelas ini merupakan distorsi yang sangat parah. Mereka memberikan halqah, dan para peserta yang malang harus menjadi anggota mereka sebagai basis massa untuk pemilu ke depannya. Sungguh mereka sangat bijak menggunakan nama Islam yang mulia itu.
Beberapa yang bijak bahkan mengkritik kaum Marxis sebagai kaum yang Atheis. Bung Hatta pernah bilang: “tidak mungkin memaksa kaum Materialis untuk percaya Tuhan sepenuhnya”. Merupakan perkataan dari orang yang sangat cerdas memahami Marxisme. Orang Islam paham soal ini karena filosofi Marxisme yang Materialis Dialektis. Inilah yang membuat kita orang Islam yang berideologikan Marxisme sangat bingung menjawab pernyataan Bung Hatta tersebut. Paling kuat ialah pernyataan Haji Misbach yang menjawab bahwa Materialisme Historis itu ada dalam Alqur’an Surah Ar Ra’du ayat 11. Ini bukanlah sembarang tafsir karena walaupun tafsir bersifat subjektif, namun ia sangat objektif ketika berhadapan dengan relevansi zamannya. Seandainya Bung Hatta masih hidup, akankah ia berdebat dengan pernyataan Haji Misbach tersebut?
Pernyataan Komunis itu Atheis mungkin terlalu dangkal karena beberapa sebab, yaitu stigmatisasi yang di alami rakyat kita, pernyataan Marx dan Lenin soal agama, dan filsafat kita yang tidak memberikan ruang Idealisme di dalamnya. Namun, kita hanya perlu menjawab bahwa persoalan agama bukanlah dalam ranah politik, ia hanya persoalan pribadi dengan Tuhan. Sedangkan permasalahan Marxisme merupakan hubungan kita dengan manusia yang memang harus diselesaikan dengan cara manusia, tentunya dengan analisis manusia pula. Bukankah Tuhan pernah berkata dalam kitabnya bahwa Ia menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, maka segala persoalan bumi adalah milik kita. Nabi kita, Muhammad SAW telah memberikan pandangan umum soal bagaimana kita harus hidup di dunia, maka analisis Karl Marx dan Friederick Engels-lah yang berhasil mengembangkan pandangan umum tersebut. Persoalan mereka berdua itu tidak beragama merupakan persoalan pribadi mereka, yang terpenting ialah analisis dan kritik mereka yang sungguh membela masyarakat tertindas.
Jika kita kembali lagi kepada pemahaman orang Islam di masa sekarang, maka kita akan mendapati bahwa orang Islam yang tidak tahu apa-apa pun merupakan pelaku dari cercaan. Mereka sungguh pandai menghakimi sesama umat hanya karena mereka merasa paling benar. Mereka sungguh munafik! Toleransi dalam kitab kita bahkan tidak mereka mengerti, lalu siapakah kawan kita?
Kaum Komunis tidak membeda-bedakan apapun agama mereka. Lenin sendiri yang sangat benci kepada agama mengatakan dalam brosurnya bahwa :
“Agama harus dinyatakan sebagai urusan pribadi. Dalam kata-kata inilah kaum sosialis biasa menyatakan sikapnya terhadap agama. Tetapi makna dari kata-kata ini harus dijelaskan secara akurat untuk mencegah adanya kesalahpahaman apapun. Kita minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi, sepanjang seperti yang diperhatikan oleh negara. Namun sama sekali bukan berarti kita bisa memikirkan agama sepanjang seperti yang diperhatikan oleh Partai. Sudah seharusnya agama tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis, dimana bagi kaum sosialis, sebagai sebuah aturan. Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir. Bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi.”
Lalu bandingkan dengan ghibah suci mereka terhadap pandangan lain, selain mereka yang menurut mereka suci yaitu bahwa kita adalah kaum yang sesat. Apa akar mereka bisa menyatakan kita sesat? Mereka mengutip salah satu ayat Al Qur’an secara vulgar. Sedangkan kita tidak pernah mencap siapapun kafir, kita hanya menyatakan bahwa siapa yang menghisap dan mengeksploitasi manusia tertindas merupakan orang yang salah, bukan karena agamanya, melainkan karena ia sudah tidak berperilaku seperti manusia lagi. Begitulah kami kritik bagaimana borjuis menghasilkan nilai lebih dari penghisapan tenaga kerja dan kemampuan kerja buruh. Lalu mereka yang mengaku suci telah berbuat apa?
Mereka hanyalah kumpulan para pengkhotbah yang menyeru bertaqwa dan bertawakal kepada Tuhan. bertaqwa itu adalah mematuhi perintah Tuhan dan menjauhi larangannya sedangkan bertawakal ialah berserah diri kepadaNya atas segala usaha yang telah kita lakukan, lalu mereka dalam praktik kehidupannya mengingkari keduanya. Mereka berkhotbah tiada lain hanyalah mengharapkan upah untuk suatu kebutuhan hidup misalnya. Mereka benar-benar menjual agamanya demi kebutuhan hidup. Lalu siapakah yang paling berdosa?
Mungkin kita perlu pikirkan baik-baik siapa kawan kita, orang Islam yang bersifat dan bersikap demikian atau orang Komunis yang memahami analisis Karl Marx karena ingin membela kaum tertindas?

0 comments:

Post a Comment

 
;