Tuesday, September 19, 2017

Kritik Atas Penalaran Ide Para Kaum Idealisme

Kebanyakan orang hanya menulis filsafat berdasarkan teori filsuf lainnya atau sejarah dari teori tersebut. Di sini saya akan menjelaskan fenomena dan gejala menurut pendapat saya yang merupakan gabungan dari beberapa pendapat dari filsuf Materialis lainnya.
Secara singkat, fenomena adalah gejala-gejala yang tampak oleh hal ihwal keindraan, sedangkan gejala adalah kejadian atau peristiwa yang menjadi tanda akan timbulnya fenomena. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Selama beberapa abad para filsuf Materialis memakai kedua hal tersebut untuk menjelaskan bagaimana keadaan yang tidak pernah ditapaki manusia seperti luar angkasa dan mikrokosmik atom.
Mereka tidak berbicara seperti layaknya filsuf yang hanya memakai data-data untuk menjelaskan keadaan yang samar, mereka menjelaskan perubahan yang ada pada ketampakan samar tersebut. Tidak dalam keadaan yang mekanistik, melainkan dalam keadaan yang berdialektika. Fenomena dan gejala menjadi suatu bentuk penjelasan nonempiris yang paling menarik, karena kedua konsep itulah para filsuf Materialis menciptakan pendapat soal Tuhan, alam, atom, dan berbagai hal lainnya yang ketampakannya samar.
Salah satu contoh dari penerapan fenomena dan gejala dalam konteks filsafat adalah ketika para filsuf menjelaskan soal atom. Menurut Democritus, sebagai filsuf Atomisme Yunani menjelaskan bahwa seluruh materi yang ada di semesta ini terdiri dari potongan yang tidak terbagi-bagi lagi. Selain itu ada beberapa pendapat dari filsuf Atomisme lainnya soal atom, seperti Epikuros yang menyatakan bahwa bersatu dan berpisahnya atom-atom dalam materi disebabkan karena adanya pengaruh cinta dan benci. Bisa dikatakan, bahwa pendapat-pendapat yang demikian masih bersifat mekanistik, bahwa apa yang dinamakan atom tidak dijelaskan menurut geraknya, hanya menurut aturan gerak yang sudah tertentu. Perlu diketahui, bahwa pergerakan materi pertama kali dijelaskan secara apik dalam Thesis on Feuerbach karya Karl Marx.
Tuhan dalam perspektif Materialisme adalah suatu wujud unmaterial yang berdiri di luar dari konsep ruang dan waktu itu sendiri. Wujud yang demikian memang tidak bisa dilihat, namun bisa dirasakan oleh keindraan kita sendiri dengan mengamati gejala yang ada. Tuhan adalah bentuk fenomena utama yang dirasakan kita sebagai pencipta dari seluruh material yang ada di dunia. Gejala yang membuktikan adanya kehadiran Tuhan tersebut adalah adanya gerak teratur nonmekanistik yang terjadi di alam semesta. Juga tentang asal usul alam semesta yang dijelaskan secara ilmiah, bahwa ada perancangan cerdas yang merancangnya. Selain itu, gejala hadirnya Tuhan menurut pendapat yang rasional adalah adanya sifat paradoksal dalam waktu yang tidak pernah bisa diubah oleh manusia, namun menjadi suatu ketentuan dan ketetapan Tuhan dalam pergerakannya yang mekanis. Banyak gejala lainnya yang menjelaskan bagaimana soal Tuhan yang samar bisa dihadirkan dalam alam Materialisme.
Untuk menjelaskan soal Tuhan dalam perspektif Materialisme bisa dianalogikan dengan dompet. Ketika si A membeli sesuatu dengan uang dan memberikannya kepada si B, secara tidak langsung si B berasumsi bahwa si A mempunyai uang dan mengambilnya dari dompet yang terletak di kantong celananya. Dompet termasuk fenomena yang nyata namun samar, untuk menjelaskan fenomena yang ada, maka di butuhkan gejala yang membuktikan dompet itu ada. Gejala yang tergambar adalah adanya uang yang di keluarkan si A untuk membeli sesuatu serta asumsi si B yang pasti walaupun menyatakan hal yang samar. Hal tersebut mungkin akan lebih jelas terlihat ketika memang di kantong celana si A memang nampak sesuatu yang agak menonjol, bisa dompet, bisa juga handphone. Namun, asumsi si B sudah cukup untuk menjelaskan fenomena bahwa dompet itu ada di kantong celana si A walaupun samar.
Banyak filsuf Idealis seperti George Berkeley yang mengabaikan soal fenomena dan gejala. Seperti perkataan Berkeley bahwa apa yang menjadi realita dalam keindraan merupakan persepsi kita terhadap realita tersebut. Mereka—termasuk Berkeley, adalah orang-orang yang tergelincir dalam kebingungan filsafat. Pendapat mereka bahkan tidak berguna karena apa yang mereka jelaskan bahkan tidak membawa perubahan besar terhadap dunia kemanusiaan. Mereka hanya menjelaskan suatu keadaan dengan perspektif ide dan roh, tidak dalam bentuk fenomena dan gejala hadirnya fenomena tersebut sebagai material yang lepas dari perspektif roh dan keabsurdan yang nyata. Pendapat filsuf idealis lain yang tergelincir dalam kuburan filsafat adalah ketika St. Agustinus menyatakan bahwa sejarah yang terjadi tidak lebih dari perang antara Tuhan dengan setan. Pernyataan tersebut justru sangatlah vulgar, dengan bersenjatakan religi yang idealis, mereka akhirnya bahkan tidak bisa menjelaskan bagaimana Tuhan dan setan bisa berperang dengan media manusia pula? Fenomena dan gejala apa yang mereka temukan sehingga bisa mereka menyatakan yang demikian?
Sedangkan dalam Materialisme jelas bahwa basis utama dalam filsafatnya merupakan materi. Materialisme bukan meniadakan roh atau ide yang menjadi konsepsi utama dari pengetahuan, namun ketika Materialisme menjelaskan kedua hal tersebut, maka mereka memakai metode fenomena dan gejala. Roh atau ide merupakan basis kedua yang muncul dan berkembang dari basis materialnya. Roh bukan sebagai penggerak dari materi, melainkan basis material lah yang menciptakan pikiran dan roh tersebut. Hal tersebut dijelaskan berkat adanya fenomena dan gejala. Jelas, hal tersebut terlihat tampak masuk akal dibandingkan dengan pernyataan-pernyataan para filsuf idealis yang terperosok dalam lubang kebingungan yang dalam. Penalaran mereka bahkan hanya sampai kepada kesimpulan bahwa segala sesuatunya digerakkan oleh yang tidak terlihat dan irrasional, sungguh pernyataan yang sangat tidak masuk akal.
Kesalahan mereka yang lain dalam menafsirkan suatu kejadian ataupun keadaan adalah bagaimana mereka mengesampingkan nalar dan materi dan malah mengagungkan hal yang halus. Menurut mereka, apa yang mereka sebut roh, ide, persepsi, bahkan Tuhan dan setan menjadi penggerak utama seluruh keadaan dan materi yang ada. Padahal, kita mengetahui bahwa Tuhan adalah pencipta dan pemelihara, Tuhan memberikan kebebasan bagi setiap ciptaannya untuk bergerak sesuai pilihannya. Konsekuensi dari pergerakan tersebut adalah hukum yang telah di tetapkan Tuhan secara adil. Mereka lagi-lagi termakan suatu ajaran dari pemuka agama yang telah dogmatis dengan agamanya. Bahkan mereka adalah orang-orang yang menjelaskan suatu keadaan secara vulgar, tanpa memperhatikan fenomena atau gejalanya terlebih dahulu. Benar kata Marx di dalam Thesisnya tentang Feuerbach bahwa para filsuf dari dulu hingga sekarang hanya menafsirkan seluruh keadaan dunia tanpa tahu bagaimana cara merubahnya. Tentu merupakan hal yang sangat fundamental ketika kita dihadapkan pertanyaan bagaimana kedepannya dari suatu pergerakan ?
Fenomena yang samar memperlihatkan bahwa merubah suatu arah pergerakan berarti merombak pergerakan yang lama dan menciptakan pergerakan yang baru. Hal tersebut sesuai dengan konsep dan metode Dialektika. Gejala adanya fenomena tersebut merupakan suatu bentuk analisis dari pergerakannya. Menganalisis perubahan arah pergerakan dalam konsep Materialisme berarti melakukan praxis untuk menciptakan pergerakan baru tersebut. Tentu bagi kaum Idealis, praktek yang dimaksud adalah suatu bentuk kepasrahan kepada Tuhan atau bahkan merubah keadaan dengan persepsi. Bagaimana mungkin ketika kita berpersepsi suatu benda seperti lemari, lalu kita merubah persepsi bahwa itu bukan lemari adalah suatu hal yang masuk akal ? Ketika kita mengutip Hegel, bahwa sejarah adalah suatu perjalanan roh-roh yang akan membentuk kembali suatu roh absolut melalui pertentangan-pertentangan yang ada, kita berasumsi bahwa untuk merubah keadaan maka harus memakai roh. Bagaimana mungkin pula ? jelas, gejala atas fenomena yang ada tersebut adalah menggerakkan material atau basis material yang ada dengan tahap pertama yaitu kesadaran dan tahap kedua yaitu aksi atas kesadaran yang sudah terbentuk. Gejala yang dimaksudkan adalah suatu bentuk praxis nyata untuk menciptakan pergerakan baru yang radikal sesuai konsep Dialektika Materialisme.
Konsep fenomena dan gejala menjadi suatu konsep dalam filsafat Materialisme yang menjelaskan hal-hal yang samar. Secara lantang, para filsuf Materialis menyatakan bahwa memang tidak ada yang namanya dunia ghaib. Semua hal bisa dijelaskan secara empiris dan ilmiah, bahkan menyangkut hal yang sebelumnya irrasional sekalipun seperti tentang kehadiran jin dan malaikat sebagai wujud materi halus yang bergerak cepat karena inti material dari jin dan malaikat itu sendiri adalah api dan cahaya. Bahkan konsep pergerakan dan pertentangan dalam sejarah adalah hasil dari gejala-gejala material untuk menciptakan suatu synthese baru yang lebih relevan lagi di masa depannya. Perlu di perhatikan, ketika memakai konsep fenomena dan gejala, maka kita harus memahami bahwa untuk menciptakan opini gejala soal fenomena yang ada harus memakai metode Dialektika.

0 comments:

Post a Comment

 
;