Kebanyakan orang hanya menulis filsafat berdasarkan
teori filsuf lainnya atau sejarah dari teori tersebut. Di sini saya akan
menjelaskan fenomena dan gejala menurut pendapat saya yang merupakan gabungan
dari beberapa pendapat dari filsuf Materialis lainnya.
Secara singkat, fenomena adalah gejala-gejala yang
tampak oleh hal ihwal keindraan, sedangkan gejala adalah kejadian atau
peristiwa yang menjadi tanda akan timbulnya fenomena. Keduanya saling berhubungan
dan tidak dapat dipisahkan. Selama beberapa abad para filsuf Materialis memakai
kedua hal tersebut untuk menjelaskan bagaimana keadaan yang tidak pernah
ditapaki manusia seperti luar angkasa dan mikrokosmik atom.
Mereka tidak berbicara seperti layaknya filsuf yang
hanya memakai data-data untuk menjelaskan keadaan yang samar, mereka
menjelaskan perubahan yang ada pada ketampakan samar tersebut. Tidak dalam
keadaan yang mekanistik, melainkan dalam keadaan yang berdialektika. Fenomena
dan gejala menjadi suatu bentuk penjelasan nonempiris yang paling menarik,
karena kedua konsep itulah para filsuf Materialis menciptakan pendapat soal
Tuhan, alam, atom, dan berbagai hal lainnya yang ketampakannya samar.
Salah satu contoh dari penerapan fenomena dan gejala
dalam konteks filsafat adalah ketika para filsuf menjelaskan soal atom. Menurut
Democritus, sebagai filsuf Atomisme Yunani menjelaskan bahwa seluruh materi
yang ada di semesta ini terdiri dari potongan yang tidak terbagi-bagi lagi.
Selain itu ada beberapa pendapat dari filsuf Atomisme lainnya soal atom,
seperti Epikuros yang menyatakan bahwa bersatu dan berpisahnya atom-atom dalam
materi disebabkan karena adanya pengaruh cinta dan benci. Bisa dikatakan, bahwa
pendapat-pendapat yang demikian masih bersifat mekanistik, bahwa apa yang
dinamakan atom tidak dijelaskan menurut geraknya, hanya menurut aturan gerak
yang sudah tertentu. Perlu diketahui, bahwa pergerakan materi pertama kali
dijelaskan secara apik dalam Thesis on Feuerbach karya Karl Marx.
Tuhan dalam perspektif Materialisme adalah suatu
wujud unmaterial yang berdiri di luar dari konsep ruang dan waktu itu
sendiri. Wujud yang demikian memang tidak bisa dilihat, namun bisa dirasakan
oleh keindraan kita sendiri dengan mengamati gejala yang ada. Tuhan adalah
bentuk fenomena utama yang dirasakan kita sebagai pencipta dari seluruh
material yang ada di dunia. Gejala yang membuktikan adanya kehadiran Tuhan
tersebut adalah adanya gerak teratur nonmekanistik yang terjadi di alam
semesta. Juga tentang asal usul alam semesta yang dijelaskan secara ilmiah,
bahwa ada perancangan cerdas yang merancangnya. Selain itu, gejala hadirnya
Tuhan menurut pendapat yang rasional adalah adanya sifat paradoksal dalam waktu
yang tidak pernah bisa diubah oleh manusia, namun menjadi suatu ketentuan dan
ketetapan Tuhan dalam pergerakannya yang mekanis. Banyak gejala lainnya yang
menjelaskan bagaimana soal Tuhan yang samar bisa dihadirkan dalam alam
Materialisme.
Untuk menjelaskan soal Tuhan dalam perspektif
Materialisme bisa dianalogikan dengan dompet. Ketika si A membeli sesuatu
dengan uang dan memberikannya kepada si B, secara tidak langsung si B berasumsi
bahwa si A mempunyai uang dan mengambilnya dari dompet yang terletak di kantong
celananya. Dompet termasuk fenomena yang nyata namun samar, untuk menjelaskan
fenomena yang ada, maka di butuhkan gejala yang membuktikan dompet itu ada.
Gejala yang tergambar adalah adanya uang yang di keluarkan si A untuk membeli
sesuatu serta asumsi si B yang pasti walaupun menyatakan hal yang samar. Hal
tersebut mungkin akan lebih jelas terlihat ketika memang di kantong celana si A
memang nampak sesuatu yang agak menonjol, bisa dompet, bisa
juga handphone. Namun, asumsi si B sudah cukup untuk menjelaskan fenomena
bahwa dompet itu ada di kantong celana si A walaupun samar.
Banyak filsuf Idealis seperti George Berkeley yang
mengabaikan soal fenomena dan gejala. Seperti perkataan Berkeley bahwa apa yang
menjadi realita dalam keindraan merupakan persepsi kita terhadap realita
tersebut. Mereka—termasuk Berkeley, adalah orang-orang yang tergelincir dalam
kebingungan filsafat. Pendapat mereka bahkan tidak berguna karena apa yang
mereka jelaskan bahkan tidak membawa perubahan besar terhadap dunia
kemanusiaan. Mereka hanya menjelaskan suatu keadaan dengan perspektif ide dan
roh, tidak dalam bentuk fenomena dan gejala hadirnya fenomena tersebut sebagai
material yang lepas dari perspektif roh dan keabsurdan yang nyata. Pendapat
filsuf idealis lain yang tergelincir dalam kuburan filsafat adalah ketika St.
Agustinus menyatakan bahwa sejarah yang terjadi tidak lebih dari perang antara
Tuhan dengan setan. Pernyataan tersebut justru sangatlah vulgar, dengan
bersenjatakan religi yang idealis, mereka akhirnya bahkan tidak bisa
menjelaskan bagaimana Tuhan dan setan bisa berperang dengan media manusia pula?
Fenomena dan gejala apa yang mereka temukan sehingga bisa mereka menyatakan
yang demikian?
Sedangkan dalam Materialisme jelas bahwa basis utama
dalam filsafatnya merupakan materi. Materialisme bukan meniadakan roh atau ide
yang menjadi konsepsi utama dari pengetahuan, namun ketika Materialisme
menjelaskan kedua hal tersebut, maka mereka memakai metode fenomena dan gejala.
Roh atau ide merupakan basis kedua yang muncul dan berkembang dari basis
materialnya. Roh bukan sebagai penggerak dari materi, melainkan basis material
lah yang menciptakan pikiran dan roh tersebut. Hal tersebut dijelaskan berkat
adanya fenomena dan gejala. Jelas, hal tersebut terlihat tampak masuk akal
dibandingkan dengan pernyataan-pernyataan para filsuf idealis yang terperosok
dalam lubang kebingungan yang dalam. Penalaran mereka bahkan hanya sampai
kepada kesimpulan bahwa segala sesuatunya digerakkan oleh yang tidak terlihat
dan irrasional, sungguh pernyataan yang sangat tidak masuk akal.
Kesalahan mereka yang lain dalam menafsirkan suatu
kejadian ataupun keadaan adalah bagaimana mereka mengesampingkan nalar dan
materi dan malah mengagungkan hal yang halus. Menurut mereka, apa yang mereka
sebut roh, ide, persepsi, bahkan Tuhan dan setan menjadi penggerak utama
seluruh keadaan dan materi yang ada. Padahal, kita mengetahui bahwa Tuhan
adalah pencipta dan pemelihara, Tuhan memberikan kebebasan bagi setiap
ciptaannya untuk bergerak sesuai pilihannya. Konsekuensi dari pergerakan
tersebut adalah hukum yang telah di tetapkan Tuhan secara adil. Mereka
lagi-lagi termakan suatu ajaran dari pemuka agama yang telah dogmatis dengan
agamanya. Bahkan mereka adalah orang-orang yang menjelaskan suatu keadaan
secara vulgar, tanpa memperhatikan fenomena atau gejalanya terlebih dahulu.
Benar kata Marx di dalam Thesisnya tentang Feuerbach bahwa para filsuf dari
dulu hingga sekarang hanya menafsirkan seluruh keadaan dunia tanpa tahu
bagaimana cara merubahnya. Tentu merupakan hal yang sangat fundamental ketika
kita dihadapkan pertanyaan bagaimana kedepannya dari suatu pergerakan ?
Fenomena yang samar memperlihatkan bahwa merubah suatu
arah pergerakan berarti merombak pergerakan yang lama dan menciptakan
pergerakan yang baru. Hal tersebut sesuai dengan konsep dan metode Dialektika.
Gejala adanya fenomena tersebut merupakan suatu bentuk analisis dari
pergerakannya. Menganalisis perubahan arah pergerakan dalam konsep Materialisme
berarti melakukan praxis untuk menciptakan pergerakan baru tersebut.
Tentu bagi kaum Idealis, praktek yang dimaksud adalah suatu bentuk kepasrahan
kepada Tuhan atau bahkan merubah keadaan dengan persepsi. Bagaimana mungkin
ketika kita berpersepsi suatu benda seperti lemari, lalu kita merubah persepsi
bahwa itu bukan lemari adalah suatu hal yang masuk akal ? Ketika kita mengutip
Hegel, bahwa sejarah adalah suatu perjalanan roh-roh yang akan membentuk
kembali suatu roh absolut melalui pertentangan-pertentangan yang ada, kita
berasumsi bahwa untuk merubah keadaan maka harus memakai roh. Bagaimana mungkin
pula ? jelas, gejala atas fenomena yang ada tersebut adalah menggerakkan
material atau basis material yang ada dengan tahap pertama yaitu kesadaran dan
tahap kedua yaitu aksi atas kesadaran yang sudah terbentuk. Gejala yang
dimaksudkan adalah suatu bentuk praxis nyata untuk menciptakan
pergerakan baru yang radikal sesuai konsep Dialektika Materialisme.
Konsep fenomena dan gejala menjadi suatu konsep dalam
filsafat Materialisme yang menjelaskan hal-hal yang samar. Secara lantang, para
filsuf Materialis menyatakan bahwa memang tidak ada yang namanya dunia ghaib.
Semua hal bisa dijelaskan secara empiris dan ilmiah, bahkan menyangkut hal yang
sebelumnya irrasional sekalipun seperti tentang kehadiran jin dan malaikat
sebagai wujud materi halus yang bergerak cepat karena inti material dari jin
dan malaikat itu sendiri adalah api dan cahaya. Bahkan konsep pergerakan dan
pertentangan dalam sejarah adalah hasil dari gejala-gejala material untuk
menciptakan suatu synthese baru yang lebih relevan lagi di masa depannya.
Perlu di perhatikan, ketika memakai konsep fenomena dan gejala, maka kita harus
memahami bahwa untuk menciptakan opini gejala soal fenomena yang ada harus
memakai metode Dialektika.
0 comments:
Post a Comment