Saturday, February 25, 2017

​WESTERNISASI ATAU SUPERIOSITAS AGAMA?

Namun pertanyaan tersebut agaknya cukup bernada sarkastik dan berfungsi sebagai pelurusan atas ke-kaffah-an sebuah agama.
Westernisasi atas Islam sebenarnya terjadi ketika Spanyol dan Portugis sebagai agen feodalis mulai bertindak sebagai kapitalis di berbagai negeri jajahannya. Terlebih lagi setelah revolusi industri, Islam menjadi semakin terpinggirkan karena sifatnya yang katanya tradisionalis. Ketika sebuah agama terus memakai wajah lama, maka yang terjadi ialah penggusuran otoritas.
Inilah yang terjadi pada berbagai agama di dunia sehingga perannya tidak lagi berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Sehingga kita hanya mengenal dua agama yang sanggup selamat dari relevansi budaya yaitu Islam dan Kristen. Wajah modernisasi telah dipasang untuk menyelamatkan superioritas kedua agama tersebut. Islam dimulai dengan munculnya Jamaludin El Afghani dan kristen dengan hadirnya teologi pembebasan di Amerika Latin. Apakah modernisasi yang demikian pantas disebut westernisasi?

Islam mengalami westernisasi sejak para ulamanya mulai mengenal filsafat Aristoteles dan plato. Keduanya telah mempengaruhi corak pikir ulama Islam selama berabad-abad. Bahkan agaknya kita perlu memahami pula bahwa corak pikir Aristotelian dan Platonian telah mempengaruhi gaya tafsir Alqur'an dan juga fiqh. Imam Syafi'i dengan corak pikir Aristotelian dan ketiga mazhab lainnya dengan corak pikir Platonian. Seperti yang dikatakan Marx soal Dialektika sejarah :
"sejarah manusia hingga kini ialah tidak lebih dari sejarah pertentangan antar kelas"
Dan senada dengan ucapan Engels :
"Filsafat mengalami pertempuran hebat antara Materialisme dengan Idealisme. Materialisme diwakili kaum Aristotelian dan Idealisme diwakili kaum Platonian"
Kita bisa simpulkan bahwa Islam dalam hal ini juga mengalami hal yang sama. Tidak ada yang netral, semua memihak kepada salah satu hakikat filsafati. Ibn Rusyd dengan pemikirannya yang materialistik dan Imam Al Ghazali dengan pemikirannya yang idealistik. Jadi, sebenarnya corak pikir filsafat barat telah mempengaruhi Islam sejak lama dan terus berdialektika hingga kini. Bisa dikatakan, hal ini bukan berarti westernisasi.
Westernisasi sendiri adalah perkataan yang sungguh tidak berakar mengingat bahwa wajah filsafat barat sendiri banyak dipengaruhi kebudayaan kuno Timur Tengah.
Kita juga patut mengkritisi bahwa tidak benar ucapan "ninabobo" menjadi ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana wajah Islam masa kini. Karena toh Islam ternyata menjangkau berbagai sektor di dunia. Tetapi jika kita mengatakan Islam ditelanjangi, maka itu adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana keadaan Islam di masa kini. Kita patut berhati-hati ketika Islam ditafsirkan agar relevan dengan keadaaan zaman mengingat banyak penemuan ilmiah yang mereduksi keagamaan.
Durkheim dalam penelitiannya bahkan mengatakan bahwa agama hanyalah realisasi dari kesadaran kolektif masyarakat. Engels menambahkan bahwa agama muncul sebagai akibat dari corak produksi masyarakat itu sendiri. Ini adalah salah satu contoh pernyataan yang mereduksi keagamaan. Tetapj patut dipahami bahwa para Darwinis sosial seperti mereka mengatakan seperti itu bertujuan untuk menghilangkan superioritas keagamaan. Hal ini dikarenakan pada masa mereka hidup, gereja adalah substansi tertinggi pengatur masyarakat dan bertindak otoriter. Soekarno pernah berkata, jika seandainya marx lahir di timur, maka bukan tidak mungkin ia akan beragama Islam.
Muhammad Syahrur pernah mengatakan bahwa Islam bukanlah agama yang fasis, ia agama yang berdialektika secara material dan berlogika secara ideal. Inilah yang membuat Islam sangatlah unik. Cokroaminoto bahkan pernah menambahkan bahwa Islam sendiri sebenarnya mempunyai unsur sosialisme yang lebih di banding unsur kapitalismenya. Inilah yang membuat Islam bukanlah agama yang fasis maupun netral sekalipun. Seperti yang di ucap para ulama yang menyatakan bahwa Islam bukanlah Sosialis ataupun Kapitalis. Mereka memahami bahwa Islam secara kaffah ialah bukan termasuk diantara keduanya.
Dr. faraq Fouda dan Syahrur sepakat bahwa Islam yang kaffah bahkan mengandung unsur Sosialisme yang sangat banyak. Berhubung munculnya Islam di Tanah Arab - seperti yang telah disebutkan Philip K. Hitti - adalah sebagai antithesa dari Kapitalisme Mekkah pada saat itu. Inilah yang membuat unsur sosialisme dalam Islam sangat banyak terkandung. Terlebih lagi Tan Malaka menyebutkan bahwa Islam bahkan memberantas takhayul keagamaan yang berhasil meninabobokan masyarakat tertindas di Mekkah pada saat itu.
Adalah Kyai Haji Misbach, Hasan Raid, dan Kyai Haji Datuk Batuah yang berhasil menemukan unsur Komunisme dalam Islam. Hal ini semakin menguatkan bahwa Islam yang kaffah sesungguhnya bersifat sangat sosialis. Cokroaminoto menyebutkan dalam bukunya "Islam dan Sosialisme" bahwa pemerintahan Umar Ibn Khattab dan Umar Ibn Abdul Azis merupakan pemerintahan semi Sosialis yang paling berhasil di dunia.
Inilah Islam yang kaffah itu.

0 comments:

Post a Comment

 
;