Sejarah adalah sebuah ilmu yang mempelajari masa lampau,
setidaknya itu merupakan esensi etimologi yang sederhana tentang sejarah. Dalam
artian yang lebih besarnya, sejarah merupakan sistem kronologis waktu yang
membahas tentang kemanusiaan sejak ditemukannya tulisan. Sejarah merupakan
sebuah sistem teratur yang berjalan sesuai dengan perjalanan waktu yang
bersifat lurus ke depan.
Sejarah dimulai ketika manusia telah mengenal sistem
penulisan, setidaknya menurut catatan yang ada, sistem penulisan pertama telah
ada sejak 5000 tahun yang lalu di Mesir walaupun ada beberapa yang mengatakan
sistem penulisan pertama muncul di Mesopotamia ataupun Lembah Sungai Indus
berbentuk piktograf. Sistem penulisan yang demikian di anggap sesuai dengan
perkembangan pemikiran manusia yang pada saat itu lebih mengenal visualisasi
dengan bentuk yang mudah di terjemahkan dan di ingat daripada suatu semiotik
yang mengandung sistem kerumitan dalam setiap penerjemahannya.
Walaupun sistem penulisan baru di temukan 5000 tahun yang lalu,
tetapi bahasa dikabarkan lebih tua lagi usianya dari sistem penulisan. Hal ini
dipandang sangat masuk akal karena komunikasi merupakan alat istimewa yang
dimiliki oleh Hewan dan manusia dalam berinteraksi secara sosial satu sama
lain. Manusia telah sempurna dalam memahami bahasa tersebut walaupun sistem
penulisan sebagai bahasa interaksi yang lebih bisu ditemukan jauh setelah
manusia mengenal sistem bahasa.
Menurut pemahaman saya, seharusnya suatu sejarah sudah di
pelajari sejak manusia mengenal sistem bahasa, karena dari interaksi tersebut
muncul cerita turun temurun yang walaupun bersifat sangat mitos tetapi
setidaknya mengandung beberapa kesejarahan yang bisa di rasionalitaskan. Semua
hal yang berkaitan dengan sejarah pasti rasional, walaupun perlu pemahaman yang
dalam untuk menelusuri sejarah masa lampau yang masih mengandalkan bentuk
komunikasi lewat bahasa karena manusia masih menggambarkan segala sesuatunya
dengan mitos.
Pemahaman yang luar biasa itu harus dimiliki oleh seorang
sejarawan sehingga para sejarawan bisa menentukan apa yang sedang terjadi di
masa lampau tersebut, bahkan para sejarawan harus mampu menelusuri kisah yang
terjadi di masa manusia belum mengenal tulisan. Saya berusaha untuk tidak
setuju dengan pendapat mainstream yang mengatakan bahwa sejarah hanya bisa
dilacak melalui tulisan saja. Peninggalan arkeologis dan kesusastraan juga bisa
menentukan suatu kejadian yang ada di masa lampau dengan penyampaian yang
tentunya berbeda dari tulisan.
Setelah kita berteori tentang asal usul kesejarahan manusia
yang dapat dilacak melalui interaksi bahasa, kita juga dapat berspekulasi
tentang pendapat Marx yang menyatakan bahwa sejarah manusia pada dasarnya tidak
jauh dari pertentangan antar kelas. Pemikiran yang demikian bukan tidak ada
buktinya, justru bukti tersebut muncul sejak manusia mulai mengenal interaksi
sosial.
Marx mengatakan bahwa pertentangan kelas yang terjadi
sepanjang kesejarahan manusia terjadi karena adanya faktor kebutuhan manusia
itu sendiri, dengan kata lain sejarah pertentangan antar kelas disebabkan oleh
munculnya faktor ekonomi. Saya memahami bahwa filsafat kesejarahan Marx yang
didasarkan pada faktor ekonomi memang merupakan suatu kebenaran karena manusia
secara kodratnya merupakan makhluk hidup yang berusaha hidup dengan memenuhi
kebutuhan hidupnya secara mandiri ataupun berkelompok. Tetapi Marx mengambil
perspektif faktor ekonomi ini dari esensi manusianya sebagai makhluk sosial.
Saya berpendapat bahwa sejarah tercipta karena adanya
pertentangan kelas dan kelas yang mempunyai kekuatan yang dominan selalu meraih
kemenangan, dengan kemenangan tersebut akan timbul kelas baru yang akan selalu
bertentangan dengan kelas yang baru meraih kemenangan tersebut. Dengan kata
lain, kita kembali ke dialektika ala Hegel yang menyatakan bahwa dimana
ada these selalu adaantithese yang merupakan kontra dari these itu
sendiri. Pertentangan yang dialami oleh kedua hal tersebut akan memunculkan
suatu kemenangan atau hasil yang disebut dengan synthese. Tetapi synthesetersebut
akhirnya akan berubah menjadi these pula sebagai bentuk dasar dari
suatu pertentangan.
Pro kontra dalam kesejarahan manusia akan terus muncul secara
berulang dan akan selalu menghasilkan suatu synthese secara berulang
pula sehingga mau tidak mau manusia terjebak dalam suatu kehidupan yang penuh
dengan pertentangan. Marx berpendapat bahwa dialektika tersebut bisa di akhiri
ketika suatu antithese berhasil melenyapkan suatu these sehingga
tidak memunculkan synthese yang baru lagi. Atau dalam penerapan ilmu
sosialnya bisa di bilang kita harus mencapai ke kesadaran masyarakat tanpa
kelas yang utopi.
Saya menyadari kita sebagai manusia tidak mungkin mencapai
kesadaran masyarakat tanpa kelas tersebut karena pada dasarnya manusia
dilahirkan untuk bertentangan satu sama lainnya. Dalam sejarah, kita dapat
melihat pertentangan antara kaum peblisit dan kaum patricia, pertentangan
antara kaum feodal dengan borjuis, atau pertentangan antara kaum borjuis dengan
proletar. Hampir-hampir saya mengambil kesimpulan kalau manusia ini tidak
mungkin mencapai suatu kesadaran masyarakat komunis tanpa kelas.
Tetapi saya berpendapat, bisa saja kita mencapai suatu hal
yang utopi sekalipun jika kita bisa mengubah sejarah yang demikian statisnya.
Kaum proletar yang menjadi bagian penting dalam kehidupan sosialistik bisa saja
menjadi akhir dari pertentangan sejarah tersebut. Suatu revolusi merupakan
salah satu jalan untuk melenyapkan suatu these.
Kodrat manusia adalah untuk menjadi makhluk sosial, berarti
untuk mencapai suatu kesadaran manusia yang demikian utopinya, kita harus
kembali ke konteks yang primitif yaitu menghilangkan suatu kepemilikan pribadi
atas produksi dan menggantinya dengan kepemilikan bersama yang diatur dalam
suatu dewan rakyat (hal ini dinyatakan sebagai bentuk suatu kesadaran
masyarakat yang bersifat modern walaupun harus memakai konteks yang primitif).
Dalam memakai konteks yang primitif tersebut, kita harus
mengambil suatu jalan revolusi agar kita bisa melenyapkan suatu kelas yang
terdiri dari orang-orang yang berkuasa, serakah, atau pemilik modal (dalam hal
ini kaum kapitalist karena kaum feodal hampir semuanya merupakan suatu these dari
kaum borjuis, pertentangan mereka dianggap telah hilang dan membentuk synthese yang
baru yaitu kaum proletar dan kaum komunis).
Setelah suatu kelas tersebut lenyap, proletar dapat menguasai
jalan sejarah manusia dan dalam peraturan yang demikian rumitnya, kelas
proletar itu sendiri akan lenyap. Pendapat ini mungkin di selewengkan oleh
Lenin dengan menciptakan suatu diktator proletariat sehingga nantinya akan
memunculkan kasus baru. Suatu kelas baru yang lahir dari kaum proletar itu
sendiri, hal ini menyalahi aturan dari Dialektika Hegel itu sendiri.
Untuk menciptakan sejarah baru dengan menghilangkan
pertentangan antar kelas tersebut, kelas proletar yang telah memperoleh
kemenangan harus berlaku sama rasa sama rata satu dengan yang lainnya sehingga
masyarakat mengalami pemerataan ekonomi yang tidak menimbulkan pertentangan
yang besar layaknya pertentangan antar kelas.
Saya menyadari bahwa hal yang bersifat utopi yang demikian
tidak akan bisa di wujudkan, tetapi setidaknya kita mendekati hal tersebut.
Pertentangan memang akan tetap ada hingga sejarah manusia itu sendiri habis,
tetapi pertentangan itu akhirnya harus di minimalisir hingga tidak menimbulkan
suatusynthese yang baru.
Kembali ke dasar materi, Marx pada dasarnya menamakan filsafat
kesejarahannya dengan Historical Materialism. Suatu sejarah yang terjadi
karena adanya pertentangan antar kelas yang di dasari pada faktor ekonomi (atau
faktor materi). Tetapi saya patut mengkritisi Marx dalam persoalan filsafat
ini.
Saya berpendapat Historical Materialism memang
merupakan suatu filsafat yang jelas adanya. Ketika kita dihadapi suatu
kenyataan bahwa memang pertentangan antar kelas tersebut tidak akan bisa lepas
dari faktor materi, tetapi Marx mengesampingkan masalah mistisme yang merupakan
bagian yang tak bisa terpisahkan dari sejarah manusia. Walaupun saya sendiri
menyadari bahwa hal mistis tersebut diragukan, tetapi setidaknya pengaruh hal
tersebut tidak bisa di anggap remeh.
Suatu kemistisan yang di alami oleh manusia merupakan suatu
dasar dari kepercayaan manusia terhadap hal gaib, dalam hal ini saya mengatakan
bahwa agama manusia yang bersifat konservatif berdasarkan pada hal yang mistis.
Seperti kata Feuerbach, agama diciptakan sebagai suatu reaksi dari ketakutan
manusia terhadap sesuatu.
Disini letak perbedaan pendapat antara saya dengan senior
saya, Marx. Marx hampir-hampir mengesampingkan masalah keagamaan yang juga jadi
sebab terjadinya pertentangan antar kelas walaupun memang diakui bahwa faktor
ekonomi memang menjadi sebab utama dari sejarah manusia. Argumen saya cukup
pada suatu kesimpulan bahwa agama yang dimaksudkan disini adalah agama yang di
ekonomikan. Hal ini yang membuat agama tidak suci lagi bagi manusia karena
sudah bercampur dengan faktor ekonomi.
Pertentangan antar kelas dalam sejarah juga tidak lepas dari
faktor keagamaan seperti yang terjadi pada perang salib, reformasi gereja,
ataupun pada masa aufklarung ketika para filsuf sudah mulai gerah dengan
gerakan keagamaan yang sudah di ekonomikan. Beberapa faktor lain juga
berpengaruh dalam sejarah manusia, tetapi akhirnya kita harus mengakui, manusia
saling bertentangan hanya karena adanya masalah kebutuhan.
Tidak bisa di pungkiri lagi bahwa Historical Materialism yang
merupakan dasar dari filsafat Marx tentang sejarah mengandung arti bahwa
sejarah manusia memang tidak luput dari faktor materi sehingga terjadi
pertentangan antar kelas, walaupun seperti pendapat saya tadi bahwa faktor
agama memang tidak bisa di remehkan sebagai suatu kekuatan untuk mengontrol
sejarah manusia, tetapi dalam hal ini saya berpendapat bahwa faktor agama juga
tidak bisa lepas dari faktor kebutuhan atau sistem tersebut menjadi sebuah
sistem “agama yang di ekonomikan”.
Dengan sistem yang demikian, manusia akan menjadi gerah dengan
agama-agama kolot yang tidak lagi menjadi pusat untuk melindungi diri dari
suatu kemerosotan ekonomi tetapi tidak lebih dari sekedar alat kaum feodal dan
borjuis untuk menguasai pikiran kaum proletariat agar tetap menjadi kelas yang
tertindas selamanya. Mungkin faktor inilah yang membuat Marx menyatakan secara
tegas bahwa “Agama adalah suatu candu bagi masyarakat”.
Tetapi saya percaya, setiap agama adalah persepsi pribadi dari
individu, oleh karena itu bahkan faktor agama pun tidak lagi bisa menjadi suatu
alasan kuat untuk menghasilkan suatu pertentangan antar kelas walaupun
sebenarnya itu terjadi bagi agama yang konservatif. Lain halnya dengan agama
yang bisa berkembang sesuai dengan aturan zaman seperti agama Islam.
Akhirnya kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa Historical
Materialism yang di gagas oleh Marx dan Engels mengandung pengertian bahwa
sejarah manusia selama ini merupakan suatu pertentangan kelas dari sejak
manusia ada di muka bumi dengan alasan sederhana yaitu suatu faktor kebutuhan,
secara luasnya juga mencakup faktor produksi, ekonomi dan agama.
Dengan adanya faktor produksi dan ekonomi, manusia saling
bertentangan untuk memperjuangkan haknya masing-masing. Tetapi kalau kita lihat
dari perspektif keagamaan, pertentangan antar kelas tidak lebih dari suatu
perebutan pengaruh kekuasaan dan dogma. Bagi siapa yang merupakan pemuka agama,
pendeta, rahib, atau kyai punya kuasa untuk mendogmakan agama ke masyarakat dan
siapa yang menjadi bagian dari jama’ah, rakyat atau proletariat akhirnya
menjadi budak dogma yang dihakimi agama sehingga para proletariat tersebut
menjadi orang-orang yang taat pada orang-orang suci tersebut (para pemuka
agama), bukan pada sistem keagamaannya yang bahkan sebenarnya telah mengatur
adanya sejarah pertentangan kelas tersebut.
Sejarah menurut Marx adalah suatu rangkaian peristiwa yang
terjadi akibat dari pertentangan antar kelas sejak manusia ada di bumi
disebabkan oleh faktor materi. Beberapa teori di atas yang saya kemukakan juga
merupakan bagian dari teori filsafat Marx selanjutnya yang bernama Dialectic
of Materialism yang merupakan gabungan dari teori Hegel, Marx, dan Engels.