“Ada hantu berkeliaran di Eropa – Hantu Komunisme”,
kalimat ini terus menggema dalam pikiran saya. Saya mengenal Marxisme sejak
saya masih kecil dengan persepsi awal bahwa Marxisme adalah teori perjuangan
untuk menyelamatkan kaum proletar dari penindasnya, yaitu kaum modal. Tapi,
arti Marxisme tidak hanya sekedar itu, arti Marxisme dalam berbagai bidang
keilmuan sangatlah luas. Perkembangan teori Marxisme yang membawa ranah
Marxisme ke bidang perpolitikan, yaitu Leninisme membawa suasana lengkapnya
teori-teori Marxisme. Tak heran bahwa seluruh Kapitalisme di dunia sangat takut
akan hadirnya Marxisme di dunia.
Saturday, April 28, 2018
Anti Penindasan,
Filsafat,
Ideologi,
Pemikir
0
comments
“APA ITU MARXISME – LENINISME?”
Saturday, April 21, 2018
Opini,
Pemahaman,
Pemikir
0
comments
“Revolusi Budaya Dalam Perspektif Kartini
Kartini adalah sesosok wanita berdarah Jawa yang lahir
pada 21 April 1879 di Jepara dan meninggal pada 17 September 1904. Beliau
merupakan anak dari Bupati Jepara dan akhirnya merupakan istri dari Bupati
Rembang. Dengan status yang demikian, Kartini berhak mendapat pendidikan di
ELS. Dalam ELS tersebut lah Kartini mempelajari bahasa Belanda dengan fasih.
Sosok Kartini sering dikaitkan dalam hal Humanisme, Feminisme Liberal, dan
Kesadaran untuk berbangsa. Sosok Kartini dianggap sebagai faktor penentu dalam
perjalanan sejarah panjang Indonesia.
Teman surat menyurat Kartini yang di anggap sebagai pemberi
sumbangsih pemikirannya tentang perihal Feminisme dan Humanisme adalah Mr. JH
Abendanon (Direktur Dep. Pendidikan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda) dan
Nyonya Abendanon, Annie Glaser, Stella (yang paling berpengaruh memberi
sumbangsih pemikiran feminisme), Mr. Van Kol, dan lain-lain.
Friday, April 13, 2018
Lawan,
Perlawanan,
Revolusi
0
comments
Represantasi Gerakan Perempuan dalam Perjuangan Lahan Menolak Tambang Semen Di Rembang
Perempuan dan
pertambangan adalah dua hal yang sangat berbeda. Apalagi ketika kita melihat
dengan kacamata budaya patriarki, ketika perempuan disubordinasi sehingga hanya
bekerja sebagai pelayan domestik dari laki-laki dan laki-laki menjadi pekerja
untuk mendapatkan upah sehari-hari mereka. Tetapi perempuan dan pertambangan
menjadi menarik ketika keduanya menjadi saling terkait sehingga kita tidak bisa
lagi melihat keduanya dengan kacamata budaya patriarki, namun kita melihatnya
sebagai kacamata perjuangan melawan penindasan. Berbicara tentang perjuangan
melawan penindasan, berarti tidak lagi perjuangan milik laki-laki atau
perempuan, tetapi menjadi perjuangan milik manusia tertindas melawan mesin
penindas.
Thursday, April 5, 2018
Anti Penindasan,
Kegelisahan,
Lawan,
Perlawanan,
Revolusi
0
comments
Melawan Budaya Patriarki
“Ketahuilah bahwa adat negeri kami melarang keras
gadis-gadis keluar rumah. Ketika saya berusia 12 tahun lalu saya ditahan di
rumah; saya mesti masuk tutupan, saya dikurung di dalam rumah seorang diri
sunyi senyap terasing dari dunia luar. Saya tiada boleh keluar ke dunia itu
lagi bila tiada serta dengan seorang suami, seorang laki-laki yang asing sama
sekali bagi kami, dipilih oleh orang tua kami untuk kami, dikawinkan dengan
kami, sebenarnya tiada setahu kami.”[1][1]
Menulis tentang patriarki dan kebangkitan perempuan
sudah pasti akan memakan catatan berlembar-lembar karena keduanya mempunyai
untaian sejarah yang panjang. Patriarki muncul bersamaan dengan revolusi gender
35.000 tahun yang lalu[2][2].
Sedangkan kebangkitan perempuan muncul bersamaan dengan berkembangnya
Kapitalisme Industrial. Barbara Ehrenreich menambahkan bahwa sistem sosial yang
digantikan Kapitalisme Industrial pada dasarnya adalah sistem sosial patriarkis[3][3].
Artinya, patriarki tidaklah dihapuskan Kapitalisme, melainkan patriarki muncul
dalam bentuk yang lebih modern. Kesimpulan tersebut muncul karena Kapitalisme
sebagai sistem pada akhirnya menciptakan suatu penindasan gender baru yang
sering kita sebut sebagai seksisme atau bias gender.
Subscribe to:
Posts (Atom)