Setelah mengenalmu, segalanya berubah dan
menjauh dari sekadar abu-abu. Langit semakin membiru, dan senja tenggelam teduh
dengan rona jingganya. Kau mengajarkan aku setiap warna yang baik bagi hidup.
Meski dari jauh dan tak tersentuh, aku selalu ingin dekat denganmu, walau tanpa
satu pun rengkuh. Sebab dalam keberadaanmu, aku menemukan mimpi indah yang
terjadi sebelum aku tidur. Dan sebab perhatianmu, aku pun tahu bahwa rindu
mampu tumbuh begitu hebat bahkan ketika kita belum sempurna melekat.
Di mataku pernah hidup sebuah samudra,
tempatmu mendayungkan perasaan sebelum jarak membuat lupa akan jalan pulang.
Pada ombak bernama ketidakmungkinan yang kian mengejarmu-mengejar tetiap
harapan yang dulu sama-sama kita sepakati. Bukan inginku, jarak ini hidup di
antara kita; pun denganku yang juga mengerti bahwa rindu bisa tumbuh ketika
kita belum menjadi sepasang yang saling memiliki.
Maka katakan padaku sekali lagi, jika
upaya menanti bukanlah pilihan yang kini masuk akal. Sementara hati hanya bisa
selalu berharap, sebab tak ada perasaan yang begitu mudah melesap. Aku hanya
ingin kita baik-baik saja. Meniti segalanya dengan takaran yang sama, tanpa
harus dilukai oleh rindu yang tak bosan-bosannya menyapa. Jika memang berhenti
tiba-tiba adalah pilihan yang kauamini, aku hanya bisa kembali bersembunyi di
dalam kesakitanku sendiri.
Kita baik-baik saja-meskipun kita tahu
bahwa apa yang dipercaya itu hanya jalan keluar yang pura-pura. Tidak ada yang
baik-baik saja ketika hujan masih menderas. Ketika kenangan perihal perasaan
masih kerap terjun bebas di kepala kita. Tetapi, aku ingin menjadi yakin bahwa
segala kepura-puraan itu kelak tumbuh menjadi kenyataan. Entah aku atau kamu,
yang berusaha mengamini apa pun yang ingin kita usaikan, sementara sakit menjadi
akibat yang kita tanggung. Aku hanya ingin kamu tahu, aku (masih) di sini,
berjaga-jaga suatu hari nanti kamu akan kembali. Tidak pergi lagi.
0 comments:
Post a Comment