Dalam momentum May Day kali ini, kita akan
menyaksikan kaum buruh di seluruh dunia berbondong-bondong keluar dari pabrik,
meninggalkan mesin-mesin produksi, untuk memperingati perjuangan kaum buruh
sebelumnya. Kaum buruh akan menunjukkan kekuatannya di hadapan pemilik modal.
Menggetarkan jantung kelas pemodal berkali-kali lipat lebih kencang. Kelas
pemilik modal, telah meninggalkan topeng suci semua jabatannya dengan penuh
kekhidmatan. Pemilik modal, tidak bisa hidup tanpa mencuri jam kerja dan tenaga
yang dicurahkan oleh kelas buruh. Dengan begitu, nasib pemilik modal sangat
ditentukan oleh produk yang diciptakan rakyat pekerja.
Tepat 1 Mei 131 tahun yang lalu, sebuah momentum
bersejarah bagi kaum buruh di seluruh dunia telah lahir. Saat dimana ratusan ribu kaum buruh dari
berbagai sektor pekerjaan di Amerika Serikat pada tahun 1886 turun ke jalan.
Dengan semangat luar biasa, kaum buruh menyerukan perjuangan untuk menuntut 8
jam kerja, dari jam kerja rata-rata hingga 18 sampai 20 jam. Momentum bersejarah tersebut kemudian dikenal sebagai Hari
Buruh Sedunia, yang biasa disebut sebagai May Day.
Di Indonesia, peringatan May Day diperingati
pertama kali di kota Surabaya tahun 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee
Koan, yang juga tercatat dalam sejarah sebagai peringatan May Day pertama yang
diperingati di Asia. Awalnya, peringatan May Day di Indonesia dijadikan sebagai
medium perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Sejak tahun 1918 hingga 1926, peringatan
May Day dilakukan oleh gerakan buruh saat itu dengan melakukan
pemogokan-pemogokan besar, menuntut pengurangan jam kerja, upah yang layak,
pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Bukan hanya itu, gerakan buruh
jugalah yang menjadi pelopor pemberontakan pertama secara besar-besaran di
berbagai daerah melawan kolonialisme pada tahun 1927. Meskipun terjadi
kekalahan dan diiringi dengan gelombang reaksi, hingga May Day dapat
diperingati kembali pasca revolusi kemerdekaan tahun 1945. Peristiwa tersebut
menunjukkan kepeloporan kelas buruh dalam melawan sistem yang menindas mereka.
Demikianlah semangat awal adanya peringatan May Day.
Kini, peringatan May Day di berbagai negara talah
kehilangan makna perjuangannya. Di Indonesia, Rezim Jokowi-JK mengeluarkan
surat edaran Menteri Tenaga Kerja yang berupaya membatasi aksi kaum buruh dalam
memperingati Hari Buruh Sedunia. Bahkan, beberapa hari sebelum May Day berlangsung,
beberapa elit birokrasi serikat buruh di undang makan oleh Jokowi. Dampaknya,
bisa kita saksikan beberapa serikat buruh seperti Serikat Pekerja Panasonic
Gobel (FSPPG) menjadikan momentum May Day sebagai “Happy Day” yang kegiatannya
akan di isi dengan olahraga, donor darah dan kegiatan fun outdoor lainnya [1]. Namun sebagian serikat buruh lainnya sepakat akan
mengadakan aksi besar seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)[2] yang di perkirakan akan menurunkan sebanyak 500 ribu
buruh untuk memperingati May Day kali ini. Meskipun beberapa waktu yang lalu,
KSPI telah melakukan aksi besar dengan tuntutan rasis “tolak tenaga kerja
asing” yang justru dapat melemahkan persatuan sesama kelas tertindas, kelas
buruh sedunia.
enyimpangan
makna dari peringatan May Day hingga kini adalah dampak dari hegemoni Negara
borjuis yang terus saja mendistorsi ilmu pengetahuan. Mereka tidak menginginkan
kelas buruh sebagai kekuatan produktif yang menggerakkan proses produksi
mengetahui, bahwa May Day adalah sejarah perlawanan tanpa ampun kelas buruh
melawan kelas penguasa (baca: borjuis) dan sistem yang menindas. Oleh karena
itu, kita berkepentingan mengambil kembali semangat momentum May Day kali ini
untuk membangun kekuatan kelas buruh dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang
lebih baik.
Kelas buruh
merupakan kekuatan produktif yang berkepentingan mewujudkan revolusi sosialis.
Hal ini dikarenakan kelas buruhlah yang bersentuhan langsung dalam proses
produksi dan merasakan langsung penindasan sistem kapitalisme. Perkembangan
kapitalisme diberbagai negara akan membuat kelas buruh semakin besar dan
terkonsentrasi. Kapitalisme telah menyatukan kaum buruh di seluruh dunia.
Berkembangnya industri, tidak saja bertambah jumlah; ia menjadi terkonsentrasi
dalam jumlah yang lebih besar, kekuatannya tumbuh dan ia semakin merasakan
kekuatannya. Sebagaimana dikatakan Marx bahwa
“Kelas Buruh tidak memiliki tanah air”.
Bukan buruh Indonesia saja yang merasakan upah
yang tidak layak, PHK, jam kerja yang lebih banyak, dan sebagainya. Namun buruh di seluruh dunia
juga merasakan hal yang sama. Apapun suku, agama, jenis kelamin, dan di negara
manapun berada kelas buruh akan dihisap tenaganya oleh pemilik modal dalam
sistem kapitalisme. Oleh karenanya persatuan kelas buruh tidak bisa dibangun
berdasarkan nasionalisme dan identitas tertentu, melainkan harus berdasarkan
Internasionalisme Ploretar. Membangun persatuan kelas
buruh diseluruh dunia.
Kalau buruh sedunia bersatu mogok menolak perang,
pemerintahan kapitalis dan pemilik modal tidak akan punya satupun serdadu yang
bisa mereka kirim ke garis depan; tidak akan ada senjata yang bisa terproduksi
kalau buruh mogok; minyak yang dibutuhkan untuk kapal perang dan tank akan
mengering karena buruh migas mogok. Perang Dunia II pun terjadi karena tidak
adanya internasionalisme buruh yang kokoh, yang bisa mengatakan kepada buruh
bahwa musuh mereka bukanlah buruh dari negeri lain, tetapi kapitalis seluruh
dunia[3].
Bukan sembarangan Karl Marx mengatakan “Buruh
Sedunia Bersatulah”. Pelajaran baik dari Internasionalisme kelas buruh dapat
dilihat pada proses revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Ini dibuktikan
dengan banyaknya dukungan atas kemerdekaan Indonesia dari organisasi-organisasi
buruh berbagai negara. Bahkan kelas buruh pelabuhan Australia telah ikut
berperan dalam melakukan pemogokan untuk memboikot kapal-kapal pembawa
persenjataan imperialis Belanda ke Indonesia setelah proklamasi tahun 1946.
Pembebasan kaum buruh tidak akan dapat diwujudkan dengan hanya
membebaskan kaum buruh di satu-dua negara saja. Kaum buruh yang tidak
menyatukan perjuangannya pada semangat internasionalisme hanya akan membawa
perjuangan kaum buruh pada kepungan, gempuran dan serangan kelompok-kelompok
borjuis dan pemilik modal. Maka menjadi keharusan dalam peringatan May Day kali
ini sebagai kelas tertindas kita akan menyerukan perjuangan dan persatuan
dibawah semangat internasionalime. Agar kelak seluruh kaum buruh di dunia dapat
mendapatkan kemenangan hakiki yang berujung pada pembentukan negaranya kelas
tertindas, Negara kelas pekerja.
Arti Penting Persekutuan
Kaum Muda Dan Rakyat Pekerja
Di lain hal kita juga menyaksikan semakin banyak
kaum muda yang tertarik dengan ide-ide pembebasan. Tidak jarang kita temukan
gerakan kaum muda bersama kelas buruh dan kaum tertindas lainnya menyatukan
diri, bergerak bersama untuk melawan tirani yang melanggengkan penindasan dimuka
bumi. Namun, tidak jarang pula kita saksikan gerakan kaum muda, memisahkan
dirinya dari perjuangan kelas buruh dan rakyat tertindas lainnya. Untuk itu,
marilah kita mencari tahu lebih dalam, apa makna May Day bagi kaum muda dan
arti penting persekutuan kaum muda dan rakyat pekerja.
Semangat baja dan militansi dalam menggerakkan
roda sejarah, harus dipahami oleh segenap kaum muda. Camila Vallejo seorang
revolusioner dari Chile pernah mengatakan bahwa “Kaum muda jika tidak
revolusioner adalah cacat mental”. Kaum muda pada dasarnya adalah elemen yang
dengan mudah menerima segala macam paham dan ide. Termasuk gagasan-gagasan dari
ideologi borjuis, seperti rasis, seksis, hedonis, dan sebagainya. Sebagai
akibat dari kesalahan dalam menentukan ideologi dan politik pejuangannya, kaum
muda juga dapat menjadi bagian dalam melanggengkan penindasan terhadap rakyat.
Dalam sejarahnya, kebanyakan kaum revolusioner menemukan jalan pada sosialisme
dan perjuangan kelas buruh pada usia muda. “Massa kaum revolusioner adalah
kaum muda”, begitu kata Jhon Percy, Sekretaris Nasional Democratic Soialist
Party (DSP) dalam sambutannya untuk Konferensi Nasional ke 29 Resistance, di
Melbourne, tahun 2000.
Kaum muda juga telah menunjukkan dalam sejarahnya
bahwa mereka merupakan kelompok sosial yang paling sensitif terhadap kekacauan
sosial akibat anarki produksi kapitalisme. Pada tahun 1968, lapisan kaum muda
mengubah kota-kota di Prancis menjadi lautan massa.
Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh kaum muda di kampus meluas menjadi
sebuah demonstrasi umum. Kekecewaan akibat kebijakan yang menghentikan kegiatan
“studi anti-imperialis” dan displiner yang dikenakan kepada sejumlah mahasiswa,
dengan segera merembet pada pemogokan di pabrik-pabrik. Dalam waktu sekejab
demonstrasi kampus berubah menjadi pemogokan massa. Kejadian tersebut mengancam
rezim yang berkuasa pada saat itu.
Begitupun di
Rusia sebelum momentum bersejarah yang menggoncangkan dunia pada revolusi
oktober 1917. Semangat kaum muda memiliki peran penting dalam menyebarkan
ide-ide tentang pembebasan. Para pemuda dan mudi-kebanyakan dari mereka adalah
mantan pelajar- dalam jumlah ribuan berangkat ke seluruh penjuru Rusia untuk
mewartakan propaganda sosialis. Kekuasaan otokrasi yang korup dan bangkrut,
birokrasi yang opresif, mistisisme dan konservatisme relijius yang merasuki
semua hal, membangkitkan semua kekuatan hidup dalam masyarakat saat itu untuk
memberontak. Pemberontakan melawan perbudakan ini mendorong para pelajar muda
revolusioner untuk mencari jalan keluar. Dengan semangat “turun kebawah” kaum
muda saat itu menunjukkan bahwa mereka tidak lahir sebagai birokrat-birokrat
baru, melainkan sebagai prjurit-prajurit rakyat rusia.
Di
Indonesia, bisa kita saksikan peran kepeloporan kaum muda sepanjang sejarah.
Sebelum kemerdekaan, banyak kaum muda terpelajar yang mempelopori gerakan
perlawanan terhadap kolonialisme. Seperti Semaun, Hatta, Kartini, Tan Malaka
dan banyak lagi pemuda lainnya yang menyatakan kebencian, bahkan meninggalkan
asal-usul kelas keluarganya sebagai seorang bangsawan. Banyak kaum muda militan
yang juga menjadi pelopor dalam mendorong kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Peran historis kaum muda, bukan hanya melulu tentang perjuangan militan untuk
membebaskan rakyat dari penindasan.
Kaum muda
dan mahasiswa juga mempunyai catatan sejarah yang buruk pada tahun 1965 bersama
militer dan CIA Amerika dalam melakukan kontra revolusi, mereka memiliki
pengaruh besar dalam melegitimasi pemenjaraan dan pembantaian jutaan rakyat
yang dituduh komunis, serta membuka jalan rezim militer orde baru untuk
berkuasa disertai dengan masuknya kapitalis internasional menguasai sumber daya
alam. Kaum muda dan mahasiswa jugalah yang mempelopori jatuhnya rezim militer
orde baru pada tahun 1998, dengan mobilisasi yang menjadi senjata utama,
bersama rakyat lainnya mereka berhasil memaksa rezim militer untuk turun dari
kekuasaan, sehingga kran demokrasi cenderung lebih terbuka hingga sekarang ini.
Namun
sekarang, semangat dan konsistensi saja tidaklah cukup. Sejarah telah mencatat
betapa berbahayanya kaum muda yang hanya memiliki semangat dan konsistensi
dalam melegitimasi kekuasaan rezim militer kontra revolusi pada tahun 1965.
Kaum muda dan mahasiswa sekarang harus memiliki landasan ideologi dan politik
tepat. Teori yang dimaksud tentu saja adalah Sosialisme Ilmiah, yang
berlandaskan pada perjuangan kelas buruh. Sebagaimana dikatakan sebelumnya,
kelas buruh adalah kekuatan tenaga produktif yang berkepentingan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur secara ilmiah, menumbangkan tatanan masyarakat
kapitalis melalui revolusi sosialis.
Makna May Day Bagi Kaum
Muda
Dalam momentum May Day kali ini, sudah seharusnya
digunakan oleh kaum muda bersama kelas buruh sedunia menembus sekat-sekat
kebangsaan memperkuat persatuan revolusioner untuk mewujudkan tatanan
masyarakat baru. Menuntut kesejahteraan ekonomi seperti upah yang layak, jam
kerja yang lebih pendek, cuti haid maupun melahirkan bagi perempuan, subsidi
dan fasilitas yang baik, dan sebagainya. Selain itu juga berkepentingan merebut
kendali politik dari kapitalis dengan membangun dewan-dewan buruh atau dewan
Rakyat, sebagai embrio dari pembentukan Negara kelas pekerja.
Hal ini
penting dilakukan oleh kaum muda bersama kelas buruh. Terkhusus pada mahasiswa
di berbagai universitas, yang notabane jutaan lulusannya di berbagai belahan
dunia akan menjadi kelas tertindas baru (buruh) yang dihisap tenaganya untuk
akumulasi modal kapitalisme. Jutaan mahasiswa setelah lulus tentu akan
menggantungkan nasibnya di berbagai institusi kapitalis besar (termasuk
negara), tidak akan ada cukup lowongan bagi mahasiswa untuk menjadi manajer
atau kelas penindas baru. Oleh karena itulah perjuangan yang dilakukan oleh
kaum muda/mahasiswa dan kelas buruh tidak dapat dipisahkan. Selanjutnya, kelas
buruh dan kaum muda revolusioner (pemuda mahasiswa, pemuda buruh, pemuda tani,
dsb) yang sadar kelas, perlu mengintegrasikan dirinya kepada pembangunan
organisasi muda sosialis dan partai revolusioner. Dengan organisasi demikian,
kelas buruh akan mendapatkan jalan dalam melawan musuh-musuh kelasnya, merebut
demokrasi seutuh-utuhnya, menuju tatanan masyarakat adil dan makmur:
Sosialisme.
Selamat Memperingati Hari Perlawanan
Kelas Buruh!
Kaum Muda Revolusioner dan Kelas Buruh
Sedunia Bersatulah!
Bangkitkan Semangat Internasionalisme!
Bangun Organisasi Muda Sosialis dan
Partai Revolusioner!
[1]
http://www.antaranews.com/berita/623850/buruh-sambut-may-day-is-a-happy-day
[2]
http://bisnis.liputan6.com/read/2927505/500-ribu-buruh-bakal-turun-ke-jalan-pada-peringatan-mayday
[3]
http://www.militanindonesia.org/analisa-politik/8412-internasionalisme-yang-terlupakan-dalam-hari-buruh-internasional.html