Thursday, June 25, 2020 0 comments

Marxisme dan Pisau Dapurnya

 

APAKAH Anda pernah menonton acara memasak yang dibintangi oleh Chef Farah Quinn atau Chef Marinka? Jika ya, coba perhatikan ketika para chef itu secara cekatan memotong bahan masakan dengan pisau. Rasa-rasanya sungguh membuat kita seketika menelan air liur, karena lapar tentunya. Lalu apa hubungannya memasak dengan tulisan ini? Tulisan ini saya niatkan sebagai tanggapan atas tulisan Fathul Purnomo yang, menurut saya, cukup menarik dan penting untuk didiskusikan lebih lanjut.

Alangkah baiknya langsung kita mulai saja. Beberapa dari Anda mungkin memiliki laptop dan smartphone, minimal handphone. Sempat terpikirkah dari mana dan apa yang memungkinkan handphone ada bersama dengan Anda sekarang di toilet? Meski tidak terlalu penting, barangkali sambil, melamun cobalah sekali-sekali Anda renungkan, karena hal ini yang akan saya bahas dalam tulisan ini.

Manusia dan Teknologi

Wednesday, June 17, 2020 0 comments

Che dan Strategi Gerilyanya

 

PADA tanggal 9 Oktober 52 tahun yang lalu, seorang laki-laki berambut panjang berantakan, berpakaian lusuh dan kotor tergeletak tak bernyawa setelah dimuntahi tiga timah panas oleh salah seorang sersan tentara Bolivia. Dikarenakan beberapa anggota pasukannya mati di pertempuran, sersan ini secara sukarela mengajukan diri menjadi algojo dalam pengeksekusian di La Higuera pagi itu. Laki-laki yang terbaring berlumur darah di lantai kamar itu tak lain merupakan Ernesto ‘Che’ Guevara.

Sang revolusioner kelahiran Argentina itu membantu Fidel dan Raul Castro menyingkirkan rezim Fulgencio Batista di Kuba. Dibandingkan kemenangannya yang gemilang di Santa Clara, kisahnya di Bolivia kala itu sungguh tragis dan berbeda. Terlepas dari beragam kontroversinya, setengah abad telah berlalu namun wajahnya hingga kini masih terpampang dari alun-alun Havana sampai menghiasi cover buku di salah satu toko buku di Jakarta. Lewat potretnya yang legendaris itu ia menjadi figur yang sangat populer, tak hanya di dunia aktivisme namun juga dalam budaya pop. Ia menjadi suatu simbol perlawanan di satu sisi dan menjadi suatu brand di sisi yang lain. Kisah heroiknya sudah banyak kita baca dan beberapa lainnya kita tonton di dalam film. Soal keberanian nan heroiknya, kita patut angkat topi. Perihal pemikiran kritisnya, tentu harus kita pelajari.

Tak hanya angkat senjata dan bergerilya di hutan belantara melawan tentara Batista, Che ternyata juga gemar membaca buku dan menuangkan gagasannya ke dalam tulisan. Dari beberapa karyanya, yang paling dikenal mungkin buku rangkuman pengalamannya dalam keikutsertaannya selama perang gerilya di Kuba. Salah satu rangkuman itu dibukukan pada tahun 1961 dan diberi judul La Guerra de Guerrillas atau dalam bahasa Inggris Guerrilla Warfare yang artinya Perang Gerilya. Selain Mao Zedong dan Ho Chi Minh, Che Guevara adalah salah satu revolusioner dari Amerika Latin yang berkontribusi dalam merumuskan kembali semangat perjuangan bersenjata dan metode perang gerilya dalam rangka perebutan kekuasaan, khususnya untuk kondisi geografis serta sosio-ekopol di Benua Amerika pertengahan abad ke-20. Che juga melanjutkan tradisi panjang analisis Kiri tentang persoalan militer yang dirintis Engels.

Saturday, June 13, 2020 0 comments

Kritik Alexandra Kollontai atas Prostitusi

AKHIR-AKHIR ini kita kerap menyaksikan pembahasan soal isu prostitusi di berbagai media. Mulai dari penertiban kegiatan prostitusi jalanan hingga penggrebekan prostitusi online. Dari sana, muncul suatu perdebatan tiada akhir di antara para hakim moral. Di satu sisi terdapat pihak yang menyalahkan sang pelaku prostitusi, namun di pihak yang lain beranggapan bahwa para pengguna jasalah yang patut disalahkan. Siapa yang benar dan siapa yang salah? Jika penasaran, rekaman dari perdebatan para hakim moral ini bisa Anda temukan di youtube dalam beberapa acara talkshow televisi lokal atau setidaknya dapat ditemukan di antara cuitan-cuitan bebas dalam dunia Twitter.

Sebagai pembelajar Marxis, di mana kira-kira posisi kita dan bagaimana kita menyikapinya?

Sebelum menjawab bagaimana menyikapi prostitusi, sebaiknya kita berkonsultasi dahulu kepada ahlinya. Untuk itu dalam kesempatan di bulan Maret 2020 yang penuh gegap gempita Hari Perempuan Sedunia ini, saya akan mengajak Anda berkenalan kembali dengan salah satu tokoh perempuan revolusioner bernama Alexandra Mikhailovna Domontovich atau sering kita kenal dengan nama Alexandra Kollontai. Melalui beliaulah kita akan belajar menghadapi persoalan yang bias antara logika dan moral tersebut.

Thursday, June 4, 2020 0 comments

Marxisme Menjawab Tantangan Libertarian

 

KAUM Marxis dan Libertarian sering tak sejalan, bukan hanya karena saling berseberangan dalam cara berpikir, namun juga posisi dalam bersikap. Sampai hari ini sudah sangat banyak perdebatan yang dilontarkan dan ditulis dari kedua belah pihak dalam membela posisinya masing-masing. Anda para pembaca pun barangkali sudah paham betul apa perbedaan mendasar dari Marxisme dan Libertarianisme, mengingat Kawan Martin Suryajaya telah menuliskan beberapa tulisan terbaiknya membahas perihal Libertarianisme di kolom Logika ini (misalnya tulisan ini).

Sejujurnya, selama ini saya hampir tidak pernah menggubris argumen para Libertarian, namun ada satu tulisan yang menurut saya perlu sedikit ditanggapi. Ditulis secara apik oleh seorang Libertarian muda berbakat bernama Djohan Rady di website Suara Kebebasan pada tahun 2016 yang lalu. Tulisan saya kali ini ditujukan membantu kawan di seberang jalan agar setidaknya paham bagaimana sesungguhnya cara bekerja metode berpikir marxisme.

 
;