Saturday, June 30, 2018 0 comments

Aku Begitu Takut Kehilanganmu


Hey, aku pernah begitu takut akan kehilangan satu kali lagi. Setelah berulang kali harus menatapi kepergian orang-orang yang bisa menjadi pelipur kesepian, aku tidak ingin itu terjadi lagi. Perasaan tidak diciptakan Tuhan untuk terluka. Tiada obat yang benar-benar bisa mengobatinya. Dari utuh menjadi separuh, lalu separuh lagi hingga akhirnya tandas. Seperti itu rasanya, bila akhirnya aku kehilangan kamu.
Tetapi, semakin aku menunggu, rasanya kesempatan yang ada kian mengabu. Menjadi titik buta dari kebersamaan yang dinantikan-meskipun bibir ini tidak mampu mengatakan lebih dari sekadar sapaan. Aku tahu, kamu tidak akan pernah melihatku walau sekali, walau takdir rupanya perlahan memisahkan. Aku tahu, kamu tidak akan memilihku lagi. Mungkin bagimu, aku bukan siapa-siapa. Hanya lelaki yang pernah memimpikanmu sekali, teduh wajah yang dibingkai oleh sepasang kaca di matamu. Memimpikan kita bisa mendayung sampan di samudra yang sama, dengan kepalamu bersandar di bahuku dan aku membelai lembut pipimu.
Di senja sore itu aku menyematkan semoga pada Tuhan, agar memindahkan semesta nyata ke dalam bunga tidur ini. Aku ingin membersamaimu. Walau itu hanya sebagian kecil dari ketidakmungkinan. Walau itu hanya sedikit harap yang barangkali kamu akan menertawainya bila kelak mengetahuinya. Mungkin, perasaanku hanya sekadar kelakar bagimu. Sekadar perasaan sesaat yang paling hanya bertahan di bibir saja. Bertahan demi sebuah pembuktian bahwa aku tidak akan pernah bisa dicintai oleh siapa pun-kecuali oleh sepi yang hidup di kedua mataku.
Mungkin, bukan aku yang tidak berani mengambil langkah lebih jauh; tetapi itu kamu, yang terus-menerus mencari alasan untuk menjauh. Melupakan segala kata yang pernah kusisipkan di matamu melalui sepasang buku yang menyematkan namamu di dalamnya. Mungkin, kamu memang tidak butuh itu. Kamu tidak butuh aku; lelaki yang hanya bisa mencintai kehilangannya sendiri. Lelaki yang tidak bisa menjejak lebih dari sekadar jejalanan basah yang mengantar langkah pergimu. Bila saja, kamu mau membuka kembali pintu hati dan membiarkanku bertamu ke sana walau sejenak, kamu tidak akan menyesalinya. Toh, tidak akan lama.
         Bila saja, kamu mau membaca keseluruhan semesta yang hidup di dalam kata-kata; di sanalah aku membangun masa depan untuk kita. Masa depan yang sebentar lagi dipenuhi debu karena tiada satu kata pun kamu utarakan untuk mengiyakan.
Mungkin memang benar, aku tidak benar-benar hidup di dalam hatimu.

Friday, June 22, 2018 0 comments

Kamu Tidak Sendirian

Bila kamu bersedih lagi, percayalah kamu tidak sendirian di bumi ini. Bila kenangan kian meranggas kehilanganmu, percayalah kamu tidak sendiri. Gerimis yang jatuh di matamu bukan sebuah penyesalan-melainkan luapan perasaan mendalam yang diam di danau hatimu. Bila kamu masih merasa sendiri, mungkin kamu ingin melihat ke sekitarmu. Pada bayang-bayang yang mungkin (takkan) pernah tertangkap oleh kedua bola matamu yang teduh. Yang membingkai penantian tak berujung.
Kamu takkan pernah tahu, apa yang kamu rasakan, aku telah melaluinya duluan. Kamu takkan pernah tahu, di balik kerapuhan yang mungkin kerap kaulafalkan di setiap malam, aku kerap menguntai semoga pada yang Maha Kuasa, agar kamu diberi kekuatan. Kamu takkan pernah tahu. Aku telah memutuskan berhenti menunggu. Terlepas kamu yang telah memilih seseorang yang lain bertahun-tahun lalu, merajut bahagia dengannya sementara aku (dulu) bertahan; menunggu.
Friday, June 15, 2018 0 comments

Percakapan Jarak

Setelah mengenalmu, segalanya berubah dan menjauh dari sekadar abu-abu. Langit semakin membiru, dan senja tenggelam teduh dengan rona jingganya. Kau mengajarkan aku setiap warna yang baik bagi hidup. Meski dari jauh dan tak tersentuh, aku selalu ingin dekat denganmu, walau tanpa satu pun rengkuh. Sebab dalam keberadaanmu, aku menemukan mimpi indah yang terjadi sebelum aku tidur. Dan sebab perhatianmu, aku pun tahu bahwa rindu mampu tumbuh begitu hebat bahkan ketika kita belum sempurna melekat. 
Di mataku pernah hidup sebuah samudra, tempatmu mendayungkan perasaan sebelum jarak membuat lupa akan jalan pulang. Pada ombak bernama ketidakmungkinan yang kian mengejarmu-mengejar tetiap harapan yang dulu sama-sama kita sepakati. Bukan inginku, jarak ini hidup di antara kita; pun denganku yang juga mengerti bahwa rindu bisa tumbuh ketika kita belum menjadi sepasang yang saling memiliki.
Friday, June 8, 2018 0 comments

Selamat Pagi Kenangan


Selamat pagi, kenangan. Apa kabarmu hari ini? Sudah lama aku tidak singgah ke tempatmu. Mengunjungi perpustakaan yang kini sudah kumuh dan berdebu. Ada alasan tertentu mengapa aku taklagi berkunjung ke sana. Berpura-pura melupakan bahwa aku pernah membangun perpustakaan di dalam pikiranku. Tidak akan pernah mudah bagi sesiapa pun untuk melupakan sesuatu yang pernah berharga baginya. Begitu pun aku, kala memutuskan untuk mengunci ingatan tentang “kita” di dalam perpustakaan itu. Menguncinya dari luar lalu takpernah lagi datang ke sana. Aku taklagi ingin mengusik kembali segala yang pernah kita lalui di masa silam.
Aku sudah mengusaikan kata “kita” di antara aku dan kamu. Mengusaikan tiap rindu yang mendera dan menciptakan bahagia semu saat kita sama-sama menikmati senja selepas pulang kerja atau sembari menyantap kelapa di akhir pekan. Aku ingin lupa bahwa aku pernah hadir di hidupmu.
Aku pernah sekali mencintai kota di pinggir pantai itu. Mencintai kamu. Lalu, waktu menjeda perasaan di antara kita. Detik memutuskan menjauh dan tak kembali. Perlahan, jarak mencipta spasi hingga akhirnya kamu memilih pergi tanpa mengatakan apa-apa.
 
;