Friday, November 2, 2018

PAGI INI


Pagi ini, kamu melabuhkan lagi senyummu bersama langit merah yang perlahan menampar wajahku dengan dingin dan lembut. Aku tahu, jarak di antara kita begitu dekat tapi juga jauh; jarak di mana kamu takkan menemukan aku. Serupa jejalanan lengang di tengah malam yang dibasahi oleh hujan deras, seperti itulah kamu di dalam dadaku. 
Kamu membasahinya begitu deras dengan kehangatan, tapi tetap saja perasaanku kosong. Pagi ini, aku yang sengaja melupakan tidur demi menikmati tiap kata-kata yang ingin kukirimkan padamu melalui surat kertas yang kulipat menjadi pesawat kecil. Pesawat itu hendak kuterbangkan dan mendarat di atas sampan tempatmu mendayung di atas lautan.
Melihat langit pagi ini, aku teringat warna pipimu saat memalu kala dulu pernah tidak sengaja kukatakan bahwa malaikat itu bukan makhluk tak kasatmata yang takbisa dilihat siapa pun. Kamu berlalu dan meninggalkan pertanyaan di benakku. Apakah saat itu kamu tersenyum dengan ketidasengajaanku atau kamu justru membencinya?
Karena mulai detik itu, aku membentang jarak padamu seperti yang kukatakan tadi. Aku mulai belajar bagaimana caranya untuk menunggu, sekalipun itu selamanya. Karena mencintaimu, aku tidak mengenal detik dan tanggal. Perasaan itu gugur dan mewujud kata-kata yang kutuliskan padamu hari ini. Perihal batas yang menjadi dinding di antara kita.
Bagiku, pagi ialah permulaan; seperti kamu yang takpernah tahu kapan permulaan dari kata ‘kita’ itu datang, karena aku memang takjua mencipta langkah menujumu. Detik ini, aku masih ingin menikmati senyummu dari kejauhan. Berdoa semoga ingin tak berubah menjadi angan.
Dan kamu; embun pagi.
Lalu aku hanya perlu bertanya, apa kabar hari ini? Semoga pagimu begitu menyegarkan. Jikalau nanti pesawatku sampai, semoga kamu mau membalasnya.

0 comments:

Post a Comment

 
;