Cinta membuat kita
Mengerti, ada bahagia
Sebelum patah hati.
Aku tengah mengaduk sesak sembari
mengiris senja di pelantaran logika. Mencari jejak terakhirmu di serpihan tawa,
memungut sisa senyummu yang dulu biasa kini tiada. Menggantung hebat penasaran
yang terbias tenggelamnya kehadiran, kini adamy hanya bisa tergambar oleh mimpi
dan lamunan. Rona jingga pun menyingkap langit, waktu memukulku seraya
membisikkan kenyataan pahit, bahwa . . .
Kau mencintainya.
Kau bahagia dengannya.
Padamu kepergian, inikah sepenggal rasa
dibebunyian sangkakala. Langit mementahkan gemuruh, ketiadaanmu membuatku
semakin rapuh. Langkahpun melupakan pijakan, harapku tertatih di makan
penyesalan. Merayap tanpa ampun mengunci segala embun. Pagi tak akan pernah cerah
tanpa ucapan pemulai harimu, dan malam tak pernah anggun tanpa bisikan lembut
dari bibir mungilmu.
Aku merindukanmu bagai hujan yang
merindukan pelangi, iya menyebar indah menyelimuti bumi dengan aku satu-satunya
cahaya yang berpendar menjadikannya warna. Sebelum akhirnya aku terhentak,
secuil kangen yang terbalas pun tidak, itu karna. . .
Kau mencintainya.
Kau bahagia dengannya.