Thursday, January 31, 2019 0 comments

Aku Selalu Di Sini, Menemanimu Dalam Sepi


Kedai kopi eksotis itu tak pernah kehilangan peminumnya. Kecuali pada hari itu. Di meja persegi panjang itu terletak secangkir kopimu dan segelas melankoliku. Aku telah sangat siap untuk terjatuh pada pusaran pesona matamu. Di mata ini pernah mengalir samudra perasaan di dalamnya-yang mengering setelah langkah kepergian kian nyata. Aku menikmati secangkir kopi untuk menikmati sepi, bukan membuka hati.
Aku melihat awan dari balik matamu, serupa langit yang terus menahan hujan agar tak jatuh ke bumi, begitu pula rasa. Akhirnya, kamu membuatku tahu; kedai kopi ini tak menyediakan apa-apa selain melankoli di tangan kanan dan segenggam hati di tangan kiri. Kau tahu, kepergian seorang wanita yang lalu telah mencabik beberapa lapis perasaanku; meninggalkan luka yang dalam. Yang butuh waktu untuk menemukan obatnya. Dan kesendirian ini, adalah caraku untuk menambalnya.
Friday, January 25, 2019 0 comments

Berpura-Pura


Ternyata berpura-pura tidak pernah memberikan bahagia apa pun. Sudah hampir tiga puluh hari berlalu di sini, sejak aku memutuskan berhenti untuk selalu hadir di hidupmu. Selama itu pula detik terus bergulir menjauh, melupakanku yang tertatih di belakang. Menggapai semua yang telah kutinggalkan selama menantimu.
Aku dengan yakin berkata bahwa meneruskan perjalanan adalah sebuah jawaban. Kamu memilih bisu bila itu bicara tentangku. Kamu memilih buta bila itu bicara menyadari keberadaanku. Satu buku telah lahir dari perpustakaanku yang paling dalam; yang telah kupilah baik-baik agar setiap rasa yang kuselusupkan di dalamnya akan mengalir dengan tepat melalui jemarimu ketika perlahan mulai menggeser halaman demi halaman. Sampai kamu sadar, bila segala yang ada di dalamnya itu tentang kamu.
Tetapi, semua itu hanya ingin yang kini menguap menjadi angan. Aku yang berpura-pura selama ini. Padahal, aku tidak benar-benar meneruskan perjalanan. Hanya bibir yang percaya, sementara hatiku serupa kehilangan cahaya. Tanpamu di dalamnya hanya seperti cangkang kosong dan rindu menggema tanpa tujuan.
Aku lelah membohongi diri sendiri tanpa menemukan bahagia apa pun di dalamnya. 


Tuesday, January 22, 2019 0 comments

Pelajaran dari Pemogokan Nasional India


Sekitar 200 juta buruh India melakukan mogok nasional selama dua hari pada 8-9 Januari guna menentang kebijakan anti buruh dan anti serikat dari Perdana Menteri Narendra Modi. Buruh dari hampir semua sektor berpartisipasi penuh pada pemogokan ini. Pemogokan ini diklaim sebagai pemogokan yang terbesar sepanjang sejarah tidak hanya karena jumlah partisipasi yang besar tetapi juga karena dukungan dan partisipasi luas dari para petani, para mahasiswa, pelajar dan kaum muda di seluruh negeri.
Sebelumnya kaum tani telah melakukan protes selama berbulan-bulan dalam jumlah besar di berbagai negara bagian India. Mereka gerah dengan sikap kejam Pemerintah. Mereka protes terhadap standar hidup yang semakin turun, yang mendorong mereka ke dalam kemiskinan yang ekstrem. Mogok nasional ini memberi kaum tani kesempatan untuk bersatu dengan buruh untuk mendorong tuntutan mereka.
Mahasiswa dari berbagai universitas juga turut dalam mogok nasional ini, termasuk dari Universitas Jawaharlal Nehru yang dua tahun lalu melakukan protes besar atas ditangkapnya salah satu mahasiswa mereka oleh otoritas keamanan. Kini mereka bergandengan tangan dengan buruh untuk meluaskan tuntutan mereka.
Saturday, January 19, 2019 0 comments

Di Kenanganmu Yang Terdalam


“Apa kabar?” menjadi pertanyaan paling rahasia saat ini. Sesuatu yang hanya bisa kuucapkan di waktu tertentu dan tidak semua orang tahu. Satu-satunya yang paling menahu hanyalah takdir. Ia yang menempatkanku di suatu jarak penglihatanmu yang buta. Di sanalah aku bisa bebas mencintaimu. Mendekap malamku yang kian dingin dan sesekali gigil tanpa demam.
Aku terus belajar melangkah tanpamu. Menyeruak gugur dedaunan sendirian, seperti di waktu-waktu silam. Ketika aku belum menemukanmu. Ketika aku belum tenggelam di samudra matamu yang paling dalam. Belajar melalui semua itu menjadi tantangan. Menjadi caraku untuk memahami seperti apa takdir bekerja.
Aku dan hujan sudah jarang sekali bertemu. Seusai aku harus meninggalkan tempatnya kerap bersemayam dan membangun kembali kehidupan di kota lama, sesuatu yang tidak ada kamu di dalamnya. Hingga takdir-lah yang menjadi tempat berkisah apa pun atau sesekali merutukinya yang seenaknya saja memutar-balikkan segalanya. Ia tidak pernah menanyaiku—beda dengan hujan.
Friday, January 11, 2019 0 comments

Mungkin Kamu Memang Benar


Andai, aku bisa mengerti semua yang kamu rasakan. Merasakan air mata dari celung matamu yang mulai menghitam. Andai, aku bisa mengerti bahwa alasanmu menjauh hanyalah karena kamu terlalu takut kita akan menemui kegagalan yang sama ketika mulai saling menautkan perasaan lagi.
Kita pernah punya masa lalu. Sekelumit waktu di mana kita saling memendam tanpa pengungkapan. Sekelumit waktu di mana kamu memutuskan untuk mengatakannya saat jarak sudah yakin untuk memisahkan. Kita sudah terlalu jauh untuk bicara. Dan sekarang, aku memberimu kesempatan kedua.
Kamu tahu? Aku percaya, jika seseorang memang ditakdirkan mengarungi samudra bersama, apa pun yang akan terjadi, sampan itu selalu tersedia untuk mereka di bibir dermaga. Tapi nyatanya, kamu lebih percaya pada ketakutanmu sendiri daripada perasaanmu. Kamu menghindar dan bilang ingin pergi. Sekerasnya kuteriakkan bahwa aku sudah memulai perjalanan kembali dan berharap kamu bisa menjadi bagian dari itu. Kamu diam saja.
Andai, aku bisa mengerti ketakutanmu itu. Merasakan penderitaan kala tetiap perasaan yang dipendam berbalik arah dan menyerang diri sendiri dari dalam. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Aku hanya ingin bisa mengerti semua yang kamu rasakan dalam hidupmu. Sayangnya, kamu tak mengizinkanku untuk menapaki jalan yang sama denganmu.
Aku pernah menunggu sangat lama. Diam-diam. Aku pernah menautkan perasaan. Dalam-dalam. Aku tahu seperti apa rasanya menunggu tahun demi tahun hanya untuk memastikan di akhir bahwa ternyata semua itu sia-sia. Aku pernah berteman dengan Hujan. Tahu seperti apa rasanya ada teman yang menemani saat hati rasanya ingin patah berkeping. Mungkin benar, yang kamu butuhkan adalah teman untuk menepis rasa takut itu.
Mungkin benar ... yang kamu butuhkan itu Dia ....
Friday, January 4, 2019 0 comments

Aku Menemukan Tenang.


Usai.
Itu kata yang kamu ingin aku labuhkan, bukan? Setelah apa yang terjadi di antara kita—segala kisah yang menyisakan lelah—kamu memutuskan untuk melupa. Menuduhku sebagai penyebab air matamu takjua mengering.
Seandainya bisa kaulihat, di dalam hatiku setelah katamu itu, ombak-ombak mulai terbentuk. Ia bagai kekuatan yang bertenaga menghempas-hempas pemecah gelombang di pinggir laut: mulai mengganggu keangkuhanku yang tinggi, yang enggan mengaku salah. Ia sungguh semakin kuat, ketika kusadar, kamu sudah jauh lebih dulu mengalah.
Karena mencintaimu begitu sederhana, tetapi tidak sesederhana itu. Rumit? Ya, seperti itu perjalanan yang kita lalui selama ini. Ketika langkah kita masih jajar dan kata-kata menjadi sesuatu yang selalu kita rangkai—sebelum kamu mematahkannya dengan memilih pergi.
Jadi, sebenarnya siapa yang salah. Kamu atau aku?
 
;