Kondisi ekonomi-politik hari ini, dan juga sosial
budaya, semakin hari semakin terpuruk. Angka kemiskinan terus menajam;
distribusi kekayaan semakin timpang; lapangan kerja minim; gelombang PHK terus
bergulir; dan masih banyak problematika lainnya yang dihadapi rakyat, yang tak
berujung apabila disebutkan satu-persatu. Semua ini menjadi alasan keresahan
banyak lapisan masyarakat, terutama generasi muda yang sedang memikirkan
keadaan yang akan mereka hadapi di hari depan.
Keresahan ini tampak jelas apabila kita berbincang
dengan kaum muda dari berbagai latar belakang. Ada dua hal yang paling
diresahkan oleh generasi muda, yakni ketatnya persaingan untuk mendapatkan
pekerjaan dan upah di bawah standar kebutuhan hidup layak. Mayoritas lapangan
pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan informal, yang umumnya rentan.
Sementara pekerjaan sektor formal semakin digerogoti oleh kerja kontrak yang
tidak pasti. Yang beruntung bekerja pun mendapatkan upah yang tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup layak. Terlebih lagi, banyak buruh industri yang
terancam PHK akibat upgrading teknologi dan alasan efisiensi.
Sering kali timbul pertanyaan oleh lapisan kaum muda:
bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan kita jika pendapatan kita hanya cukup
untuk makan dan minum seadanya, sementara harga bahan pokok terus meningkat?
Bagaimana mendapatkan pekerjaan yang layak sedangkan masih banyak sarjana
maupun tamatan pendidikan kejuruan yang menganggur dan setengah menganggur?
Data statistik menunjukkan bahwa angka pengangguran
disumbang cukup banyak oleh mereka-mereka yang berlatar belakang pendidikan
menengah dan perguruan tinggi, yakni masing-masingnya menyumbang sebesar 16,11%
dan 14,23% dari total pengangguran. Jumlah penganggur juga banyak yang datang
dari sekolah kejuruan yang digadang-gadang kurikulumnya dapat menjawab
kebutuhan dunia kerja.
Sebagai akibatnya rakyat pekerja saling bersaing ketat
hingga sikut-menyikut sesamanya guna mendapatkan pekerjaan. Belum lama ini kita
disuguhi berita mengenai Job Fair yang diselenggarakan di Tangerang pada Juli
lalu, dimana sesama pencari kerja berdesak-desakan hingga menimbulkan korban
luka karena jatuh terinjak-injak. Meskipun penyelenggara yang disalahkan pada
akhirnya, namun sebenarnya ketatnya persaingan mencari pekerjaan inilah yang
menjadi motif utama para pencari kerja ini rela mengorbankan apapun termasuk
diinjak-injak. Sekalipun mekanisme penyelenggaraan Job Fair ini rapi, akar
permasalahan yang ada belum terselesaikan, yaitu peluang kerja yang sangat
kecil.
Belum lagi kita menengok ke pedesaan. Lapangan
pekerjaan di sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan.
Konsekuensi logis dari situasi ini mendorong banyak kaum muda desa minggat
menjadi buruh migran di perkotaan dan pada akhirnya jatuh pula pada kubangan
masalah yang sama: pengangguran.
Upah merupakan salah satu komponen penting dalam biaya
produksi dan oleh karenanya untuk menjamin laba tinggi upah akan selalu ditekan
serendah-rendahnya. Mekanisme penetapan upah tidak akan pernah ditetapkan
berdasarkan kebutuhan hidup layak untuk buruh tetapi untuk memastikan profit
yang tinggi bagi pemilik modal.
Persoalan-persoalan pelik ini adalah bagian tak
terpisahkan dari sistem Kapitalisme. Kapitalisme selalu membutuhkan cadangan buruh
murah untuk menekan biaya produksi agar akumulasi modal bisa terjadi secara
terus-menerus dan pemilik modal memperkaya diri mereka sendiri. Inilah mengapa
pengangguran dan upah murah selalu menjadi masalah kronik di bawah kapitalisme.
Kapitalisme membentuk polarisasi yang terkonsentrasi
pada dua kelas sosial yaitu kelas kapitalis dan proletar. Sebagian besar
lapisan kaum muda akan menjadi dan telah menjadi bagian dari barisan pasukan
proletariat, baik itu di wilayah pedesaan maupun perkotaan. Untuk mengubah
permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa
bersandar pada belas kasihan dari para dalang sistem kapitalisme. Kaum muda
harus bergabung dengan kekuatan kelas mayoritas, yaitu kelas buruh, dan
mengambil peran revolusioner guna menumbangkan sistem kapitalisme serta
menggantikannya dengan sosialisme. Keresahan kaum muda harus diubah menjadi
semangat revolusioner untuk berpihak pada yang lemah dan tertindas, dan
mengubah masyarakat yang ada.
0 comments:
Post a Comment