Sambil menggunakan masker gas air mata dan mengacungkan tinju ke atas kaum
muda memenuhi jalanan kota di Hong Kong. Bentrokan tidak bisa dihindari. Polisi
kebingungan mengatasi kerumunan orang yang datang dari segala arah. Setelah
kucing-kucingan dengan polisi, mereka berkumpul di satu bagian kota hanya untuk
bubar dan berkumpul di tempat lain. Mereka mencapai beberapa target titik aksi
secara bersamaan. Demonstran semakin pintar mengecoh aparat. Aksi semakin
tampak terorganisasi. Mereka mendorong pagar penghalang dan melemparkan
batu bata, botol dan tongkat pada polisi. Ketika polisi mengarahkan gas air
mata ke arah mereka, mereka mengejar tabung yang mengeluarkan asap dan
menyiramnya dengan air. Inilah gambaran kondisi Hong Kong.
Selama 10 minggu berturut-turut belum ada tanda-tanda gerakan ini akan
berakhir. Para demonstran mengubah kota-kota di Hong Kong menjadi medan
pertempuran. Ini adalah demonstrasi terbesar sepanjang 15 tahun terakhir.
Demonstrasi semakin meluas dan sulit dipadamkan. Kondisi ini melemparkan Hong
Kong pada krisis politik. Hampir dua juta dari tujuh juta orang berpartisipasi
dalam demonstrasi ini. Mereka menyerukan pemerintah untuk menarik undang-undang
yang diusulkan yang memungkinkan ekstradisi ke daratan Tiongkok.
Tampak di permukaan demonstrasi di Hong Kong adalah masalah sempit dan
teknis. Dimana sebelumnya pemuda Hong Kong yang diduga membunuh pasangannya di
Taiwan tahun lalu tidak dapat dikirim di sana untuk diadili. Warga Hong Kong
tentu saja memahami bahwa kasus pembunuhan ini bukan alasan sebenarnya mengapa
Tiongkok ingin mengamandemen menjadi hukum. Bahwa ada motivasi politik di balik
langkah untuk mengesahkan RUU Ekstradiksi ini. Lebih jauh dari itu, adanya UU
Ekstradisi ini siapapun di Hong Kong akan menjadi sasaran keanehan pengadilan
Tiongkok.
Tiongkok akan menemukan semua cara yuridiksi yang rawan manipulasi untuk
memenjarakan aktivis kebebasan Hong Kong. Mengingat sejak penyerahan Hong Kong
tahun 1997 dari Inggris ke Tiongkok dan adopsi perjanjian "Satu Negara,
Dua Sistem", konstitusi Hong Kong menjamin kebebasan berbicara, hak
mengemukakan pendapat, kebebasan pers, peradilan yang independen, kebebasan
beragama, dan hak untuk mogok. Suatu kebebasan yang tidak dimiliki orang-orang
di daratan Tiongkok. Model "Satu Negara, Dua Sistem" akan diterapkan
setidaknya selama 50 tahun sejak penyatuan kembali pada 1997. Semakin dekat
dengan ambisi Beijing untuk mendapatkan kembali koloni atas Hong Kong, Xi
Jinping semakin mencekik kehidupan politik Hong Kong.
Dalam penampilan keduanya, (6/8) Yan Guang, Juru Bicara Kantor Urusan
Hong Kong dan Makau Tiongkok Daratan (HKMAO), mempertahankan dukungannya
terhadap Carrie Lam dan memperingatkan demonstran dengan keras mengenai
konsekuensi bila protes terus berlanjut, “mereka yang bermain api akan binasa
karenanya”. Dan pada hari Senin (12/8), para pejabat Tiongkok untuk pertama kalinya
menyebut protes itu sebagai "dekat dengan terorisme," dan satu orang
mencatat dengan perintah yang tidak menyenangkan ini: "Kita harus tanpa
henti menindak kejahatan seperti itu tanpa belas kasihan." Pernyataan ini
dimaksudkan untuk menakut-nakuti para pengunjuk rasa yang telah mengembangkan
metode mereka sendiri dalam perjuangan melawan pemerintah.
Beijing menuduh AS dan negara-negara Barat lainnya berada di belakang
protes. Berdasarkan klaim bahwa seorang anggota konsulat AS di Hong Kong
bertemu dengan pengunjuk rasa, termasuk Joshua Wong, salah satu pemimpin
Revolusi Payung yang telah dibebaskan dari penjara setelah dipenjara untuk
kedua kalinya. Beijing menuduh bahwa "tangan asing" ikut campur dalam
urusan Tiongkok dan merekayasa kerusuhan. Tidak ada keraguan bahwa AS dan
negara-negara kapitalis lainnya bersyukur atas kesempatan ini untuk melihat
Tiongkok terlihat buruk di mata dunia. Namun mengatakan bahwa protes itu diatur
oleh Barat adalah konyol, sama seperti tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa
protes di Hong Kong adalah alat imperialisme Barat.
Dengan tingkat ketidaksetaraan tertinggi di seluruh Asia, meroketnya harga
sewa apartemen, dan tingkat upah yang rendah, Hong Kong memiliki kesenjangan
kekayaan yang paling ekstrim dalam 45 tahun terakhir. Seperlima dari
populasinya miskin. Tunawisma telah meningkat sebesar 30 persen dalam lima
tahun terakhir, jumlah ini mungkin lebih besar bila ditambahkan orang-orang
yang tidur di jalanan. Satu dari empat anak dan satu dari tiga orang lansia
hidup di bawah garis kemiskinan.
Dengan mempertahankan Hong Kong di bawah pengaruhnya, Tiongkok juga
mendorong ketidaksetaraan ini menjadi semakin ekstrim. Harga-harga perumahan
tidak terjangkau. Segelintir konglomerat Tiongkok menguasai pasar properti dan
terus memperkaya diri mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain. Bagi kaum
muda membeli rumah tampaknya tidak masuk akal. Banyak kaum muda mengatakan
bahwa mereka kehilangan harapan akan masa depan. Meskipun demonstrasi ini dalam
permukaan menolak RUU Ekstradisi, pesan sebenarnya dari para pengunjuk rasa
adalah anti-pemerintah, anti-otoriter, serta anti-PKT dan tuntutan mereka untuk
mengembalikan kebebasan adalah cerminan dari kondisi sosial dan ekonomi yang
buruk di Hong Kong.
Sudah jelas bahwa entah bagaimana demonstrasi bisa dipadamkan dengan
damai, Hong Kong tidak bisa begitu saja kembali ke bentuk lama seperti yang
dibayangkan. Demonstrasi ini telah bergerak ke tingkatan lebih tinggi, melebihi
pembatalan RUU Ektradisi maupun penurunan Carrie Lam. Kaum muda Hong Kong
memiliki keberanian yang dibutuhkan untuk bertempur di jalanan selama
berminggu-minggu. Tapi keberanian memiliki kelebihan dan juga kelemahannya bila
tidak dikombinasikan dengan strategi dan taktik yang tepat. Selama
gerakan ini tidak menggganggu aliran profit, kelas kapitalis dapat menunggu
sampai gerakan ini mereda. Debu-debu jalanan akan disapu, begitu pula gerakan
kaum muda ini.
Pemogokan umum pada 5 Agustus kemarin telah menunjukkan ke dunia bahwa
kelas pekerja Hong Kong adalah satu-satunya kelas yang mampu mengubah arah
perjuangan ini. Bila gerakan kaum muda ini mampu menarik insting kelas buruh di
Hong Kong dan terutama kaum buruh di Tiongkok Daratan maka pencapaian sejati
gerakan ini akan tercapai. Pemogokan-pemogokan akan melumpuhkan Hong Kong.
Kelas kapitalis kapitalis tidak akan tinggal diam untuk ini. Gerakan Hong Kong
akan memicu revolusi di Tiongkok. Bila itu terjadi, maka gerakan ini tidak
hanya mengakhiri kediktatoran PKT atas Hong Kong tapi juga mengakhiri
eksploitasi kapitalis atas rakyat Hong Kong. Pada akhirnya keberlangsungan
gerakan di Hong Kong tergantung pada kelas pekerjanya.
0 comments:
Post a Comment