Friday, September 13, 2019

Kaum Muda Hong Kong Melawan UU Ekstradisi


Sambil menggunakan masker gas air mata dan mengacungkan tinju ke atas kaum muda memenuhi jalanan kota di Hong Kong. Bentrokan tidak bisa dihindari. Polisi kebingungan mengatasi kerumunan orang yang datang dari segala arah. Setelah kucing-kucingan dengan polisi, mereka berkumpul di satu bagian kota hanya untuk bubar dan berkumpul di tempat lain. Mereka mencapai beberapa target titik aksi secara bersamaan. Demonstran semakin pintar mengecoh aparat. Aksi semakin tampak  terorganisasi. Mereka mendorong pagar penghalang dan melemparkan batu bata, botol dan tongkat pada polisi. Ketika polisi mengarahkan gas air mata ke arah mereka, mereka mengejar tabung yang mengeluarkan asap dan menyiramnya dengan air. Inilah gambaran kondisi Hong Kong.
Selama 10 minggu berturut-turut belum ada tanda-tanda gerakan ini akan berakhir. Para demonstran mengubah kota-kota di Hong Kong menjadi medan pertempuran. Ini adalah demonstrasi terbesar sepanjang 15 tahun terakhir. Demonstrasi semakin meluas dan sulit dipadamkan. Kondisi ini melemparkan Hong Kong pada krisis politik. Hampir dua juta dari tujuh juta orang berpartisipasi dalam demonstrasi ini. Mereka menyerukan pemerintah untuk menarik undang-undang yang diusulkan yang memungkinkan ekstradisi ke daratan Tiongkok.

Tampak di permukaan demonstrasi di Hong Kong adalah masalah sempit dan teknis. Dimana sebelumnya pemuda Hong Kong yang diduga membunuh pasangannya di Taiwan tahun lalu tidak dapat dikirim di sana untuk diadili. Warga Hong Kong tentu saja memahami bahwa kasus pembunuhan ini bukan alasan sebenarnya mengapa Tiongkok ingin mengamandemen menjadi hukum. Bahwa ada motivasi politik di balik langkah untuk mengesahkan RUU Ekstradiksi ini. Lebih jauh dari itu, adanya UU Ekstradisi ini siapapun di Hong Kong akan menjadi sasaran keanehan pengadilan Tiongkok.
Tiongkok akan menemukan semua cara yuridiksi yang rawan manipulasi untuk memenjarakan aktivis kebebasan Hong Kong. Mengingat sejak penyerahan Hong Kong tahun 1997 dari Inggris ke Tiongkok dan adopsi perjanjian "Satu Negara, Dua Sistem", konstitusi Hong Kong menjamin kebebasan berbicara, hak mengemukakan pendapat, kebebasan pers, peradilan yang independen, kebebasan beragama, dan hak untuk mogok. Suatu kebebasan yang tidak dimiliki orang-orang di daratan Tiongkok. Model "Satu Negara, Dua Sistem" akan diterapkan setidaknya selama 50 tahun sejak penyatuan kembali pada 1997. Semakin dekat dengan ambisi Beijing untuk mendapatkan kembali koloni atas Hong Kong, Xi Jinping semakin mencekik kehidupan politik Hong Kong.
Dalam penampilan keduanya, (6/8) Yan Guang, Juru Bicara Kantor Urusan Hong Kong dan Makau Tiongkok Daratan (HKMAO), mempertahankan dukungannya terhadap Carrie Lam dan memperingatkan demonstran dengan keras mengenai konsekuensi bila protes terus berlanjut, “mereka yang bermain api akan binasa karenanya”. Dan pada hari Senin (12/8), para pejabat Tiongkok untuk pertama kalinya menyebut protes itu sebagai "dekat dengan terorisme," dan satu orang mencatat dengan perintah yang tidak menyenangkan ini: "Kita harus tanpa henti menindak kejahatan seperti itu tanpa belas kasihan." Pernyataan ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti para pengunjuk rasa yang telah mengembangkan metode mereka sendiri dalam perjuangan melawan pemerintah. 
Beijing menuduh AS dan negara-negara Barat lainnya berada di belakang protes. Berdasarkan klaim bahwa seorang anggota konsulat AS di Hong Kong bertemu dengan pengunjuk rasa, termasuk Joshua Wong, salah satu pemimpin Revolusi Payung yang telah dibebaskan dari penjara setelah dipenjara untuk kedua kalinya. Beijing menuduh bahwa "tangan asing" ikut campur dalam urusan Tiongkok  dan merekayasa kerusuhan. Tidak ada keraguan bahwa AS dan negara-negara kapitalis lainnya bersyukur atas kesempatan ini untuk melihat Tiongkok terlihat buruk di mata dunia. Namun mengatakan bahwa protes itu diatur oleh Barat adalah konyol, sama seperti tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa protes di Hong Kong adalah alat imperialisme Barat.
Dengan tingkat ketidaksetaraan tertinggi di seluruh Asia, meroketnya harga sewa apartemen, dan tingkat upah yang rendah, Hong Kong memiliki kesenjangan kekayaan yang paling ekstrim dalam 45 tahun terakhir. Seperlima dari populasinya miskin. Tunawisma telah meningkat sebesar 30 persen dalam lima tahun terakhir, jumlah ini mungkin lebih besar bila ditambahkan orang-orang yang tidur di jalanan. Satu dari empat anak dan satu dari tiga orang lansia hidup di bawah garis kemiskinan.
Dengan mempertahankan Hong Kong di bawah pengaruhnya, Tiongkok juga mendorong ketidaksetaraan ini menjadi semakin ekstrim. Harga-harga perumahan tidak terjangkau. Segelintir konglomerat Tiongkok menguasai pasar properti dan terus memperkaya diri mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain. Bagi kaum muda membeli rumah tampaknya tidak masuk akal. Banyak kaum muda mengatakan bahwa mereka kehilangan harapan akan masa depan. Meskipun demonstrasi ini dalam permukaan menolak RUU Ekstradisi, pesan sebenarnya dari para pengunjuk rasa adalah anti-pemerintah, anti-otoriter, serta anti-PKT dan tuntutan mereka untuk mengembalikan kebebasan adalah cerminan dari kondisi sosial dan ekonomi yang buruk di Hong Kong. 
Sudah jelas bahwa entah bagaimana  demonstrasi bisa dipadamkan dengan damai, Hong Kong tidak bisa begitu saja kembali ke bentuk lama seperti yang dibayangkan. Demonstrasi ini telah bergerak ke tingkatan lebih tinggi, melebihi pembatalan RUU Ektradisi maupun penurunan Carrie Lam. Kaum muda Hong Kong memiliki keberanian yang dibutuhkan untuk bertempur di jalanan selama berminggu-minggu. Tapi keberanian memiliki kelebihan dan juga kelemahannya bila tidak dikombinasikan dengan strategi dan taktik yang tepat. Selama  gerakan ini tidak menggganggu aliran profit, kelas kapitalis dapat menunggu sampai gerakan ini mereda. Debu-debu jalanan akan disapu, begitu pula gerakan kaum muda ini. 
Pemogokan umum pada 5 Agustus kemarin telah menunjukkan ke dunia bahwa kelas pekerja Hong Kong adalah satu-satunya kelas yang mampu mengubah arah perjuangan ini. Bila gerakan kaum muda ini mampu menarik insting kelas buruh di Hong Kong dan terutama kaum buruh di Tiongkok Daratan maka pencapaian sejati gerakan ini akan tercapai. Pemogokan-pemogokan akan melumpuhkan Hong Kong. Kelas kapitalis kapitalis tidak akan tinggal diam untuk ini. Gerakan Hong Kong akan memicu revolusi di Tiongkok. Bila itu terjadi, maka gerakan ini tidak hanya mengakhiri kediktatoran PKT atas Hong Kong tapi juga mengakhiri eksploitasi kapitalis atas rakyat Hong Kong. Pada akhirnya keberlangsungan gerakan di Hong Kong tergantung pada kelas pekerjanya. 

0 comments:

Post a Comment

 
;