Friday, March 27, 2020 0 comments

Menjernihkan Manipulasi Kata Radikalisme


KATA Radikalisme sedang mengalami deformasi luar biasa. Maknanya sudah bergeser jauh dari positif dan progressif menjadi sangat negatif dan reaksioner. Dalam konteks Indonesia, kata “radikal” muncul dari diskusi tentang terorisme. Terminologi yang sebetulnya telah lama digunakan di Indonesia ini kembali marak menguak setelah kasus terorisme di Surabaya, Sidoarjo, dan Riau pada Mei 2018 lalu.
Media-media masa baik cetak maupun elektronik pejabat negara, dan berbagai kalangan mengalamatkan kekerasan yang dilakukan para pelaku teror kepada satu sebab, yakni radikalisme. Kemudian bermunculan berbagai analisis yang menuding radikalisme sebagai pangkal dari terorisme dan intoleransi. Sampai-sampai, pemerintah membangun sebuah gerakan baru untuk melawan ancaman terorisme, yakni program “de-radikalisasi”. Apa sebenarnya radikalisme itu, sehingga dituduh punya relasi adekuat dengan actus terorisme? Tulisan ini coba melihat radikalisme dengan kacamata positif.

Memahami Radikalisme
Secara etimologis, term “radikal” berasal dari kata bahasa Latin, yakni “radix/radici”, yang berarti “akar”. Akar berarti dasar. Bertolak dari pemahaman ini, dalam konteks politik, istilah “radikal” mengacu pada individu, gerakan atau partai yang memperjuangkan perubahan sosial atau sistem politik secara mendasar atau keseluruhan.
Thursday, March 19, 2020 0 comments

Marx 201: Kembalinya Alternatif


Kembali ke Marx setelah krisis ekonomi 2008, berbeda dengan kepentingan pembaruan dalam kritiknya terhadap ekonomi. Banyak penulis, baik di surat-surat kabar, jurnal-jurnal, buku-buku, dan teks-teks akademis, telah mengamati betapa analisis Marx terbukti tak tergantikan dalam memahami kontradiksi-kontradiksi dan mekanisme-mekanisme destruktif dari kapitalisme. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kita jumpai peninjauan kembali sosok Marx sebagai seorang tokoh politik dan teoritikus.
Publikasi naskah-naskah yang sebelumnya tidak dikenal dalam edisi Marx-Engels-Gesamtausgabe (MEGA) Jerman, bersamaan dengan penafsiran-pemafsiran inovatif atas karyanya, telah membuka cakrawala penelitian baru dan menunjukkan lebih jelas daripada di masa lalu kemampuan Marx untuk memeriksa kontradiksi-kontradiksi masyarakat kapitalis pada skala global dan dalam lingkup yang melampui konflik antara kapital dan buruh. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa, dari pemikiran klasik politik, ekonomi dan filosofis yang hebat, Marx adalah sosok yang profilnya paling berubah dalam dekade-dekade awal abad ke-21.
Memikirkan Kembali Alternatif Dengan Marx
Penelitian baru-baru ini telah membantah berbagai pendekatan yang mereduksi konsepsi Marx tentang masyarakat komunis ke pengembangan superior dari kekuatan-kekuatan produktif. Secara khusus, penelitian itu menunjukkan betapa Marx sangat peduli dengan isu-isu ekologis: pada berbagai kesempatan, dia mengecam fakta bahwa ekspansi modus produksi kapitalis tidak hanya meningkatkan pencurian tenaga kerja buruh tetapi juga penjarahan sumberdaya-sumberdaya alam. Persoalan lain yang menjadi perhatian
Saturday, March 14, 2020 0 comments

Rosa Luxemburg: Sang Pedang Revolusi


Banyak sudah tulisan yang memahat nama agung perempuan ini, seorang pemimpin partai revolusioner Jerman (SPD); jurnalis dan penulis tersohor, sekaligus pemikir Marxis terkemuka. Rosa Luxemburg, tak hanya di Jerman, namanya abadi pula dalam perjuangan revolusioner di Polandia dan Rusia. Sebarisan karya-karya besarnya menjadi bagian dari penggerak perubahan sejarah. Seumur hidupnya, dengan sepenuh-penuh jiwanya, ia teguh berjuang demi tegaknya sosialisme.
Berakhir tragis. Setahun setelah revolusi Bolsyevik yang dengan gemilang meledak di Rusia, rezim Hitler menamatkan riwayatnya. Tengah malam pada Januari 1919, setelah menjalani perburuan panjang, beserta Wilhelm Pieck dan Karl Liebknecht, -- kawan-kawannya-- ia ditangkap tentara Jerman. Dalam perjalanan ke penjara mereka disiksa habis-habisan. Batok kepala Luxemburg dihantam dengan popor senjata, remuk. Belum selesai di situ, kepala perempuan yang sarat pikiran-pikiran radikal ini dihujani berpuluh-puluh peluru.
Mayatnya lantas dilempar ke sungai. Leo Jogiches, kawan karib sekaligus kekasihnya,  terus mencari-cari hingga akhirnya ia sendiri tertangkap dan dibunuh tentara Jerman, sebelum berhasil menemukan mayat Luxemburg. Baru pada bulan Mei, mayat Luxemburg ditemukan mengapung, tersangkut di tiang pancang jembatan, di sebuah sungai di pinggiran kota Berlin.
Friday, March 6, 2020 0 comments

Tetralogi Pulau Buru: Menjadi Manusia Melalui Karya Besar Pramoedya


A. Roman Sebagai Dokumen Sosial
Penyebutan roman sebagai dokumen sosial menimbulkan masalah yang menyangkut hubungan antara penulisan sejarah dan sastra secara umum. Keterpautan penulisan sejarah dan roman sebagai karya sastra adalah sama-sama merekam realitas. Disadari atau tidak diantara keduanya juga terdapat perbedaan yang jelas. Roman sebagai dokumen sosial mempunyai konsekuensi yang penting dalam pemakaian karya sastra dan karya sejarah. Adakalanya roman disebut sebagai dokumen sosial dan walaupun dari segi tertentu ada benarnya, hal itu tidak berarti bahwa roman manapun dapat dipergunakan langsung sebagai dokumen. Justru dalam tiap karya sastra ada keterpaduaan antara kenyataan dan khayalan. Orang harus sangat hati-hati dalam upaya mengambil data faktual yang terdapat dalam roman.
Roman memang dapat disebut sebagai dokumen sosial dan sering kali jauh lebih baik daripada tulisan-tulisan sosial mana pun, roman dapat menghayati eksistensi manusia dengan segala permasalahannya. Salah satu jenis roman yang dapat dikategorikan sebagai dokumen sosial adalah roman sejarah. Roman sejarah merupakan karangan prosa yang melukiskan
 
;